Nasihat Ibu

2.5K 91 26
                                    

***
"Kakak ngomong apa sama Kak Dimas?" Sergah Ranaya setelah berada didekat Aksan. 

Lelaki itu mengabaikan pertanyaan mantan istrinya. Dia terus berjalan menuju mobil di parkiran dengan Ranaya yang mengikuti. 

"Kak Aksan!" Ranaya menaikkan nada bicaranya karena kesal diabaikan. 

Aksan membuka pintu penumpang samping kemudi. "Masuk!" suruhnya. 

"Ngapain aku masuk?" Ranaya bertanya heran dengan dahi berkerut. 

"Bukannya kamu ikut sampai di sini karena mau pulang sama-sama?" Aksan berucap santai menatap penuh cinta pada Ranaya yang memandangnya kesal. 

"Iih, siapa juga yang mau ikut, aku bisa pulang sendiri." Ranaya menghentakkan kaki lalu ngeloyor pergi. 

Aksan mencekal lengan Ranaya mendorongnya masuk ke mobil. "Nih, anak keras kepala sekali, sih," gerutunya. 

"Aku gak mau ikut!" 

Aksan mengabaikan penolakan Ranaya, menutup pintu mobil dan menguncinya agar perempuan itu tidak punya kesempatan keluar. Kemudian mengitari depan kendaraan ke sisi kemudi membuka kunci lagi lalu masuk. 

"Kak Aksan apa-apaan, sih!" Ranaya memandang Aksan sengit lalu berbalik berusaha mendorong pintu mobil yang sudah dikunci lagi oleh lelaki itu dari dalam. "Buka pintunya!" 

Aksan tidak memedulikan protes Ranaya. Dia melajukan kendaraan ikut bergabung di antara kendaraan lain membelah jalanan kota. Menambah polusi udara dan suara. 

AC menyala menguarkan harum aroma lavender. Ranaya menahan nafas, mengambil botol pengharum dari tempatnya lalu melemparkan benda itu keluar jendela. Setelahnya dia baru bernafas lega. 

"Eh, kenapa dibuang?" Aksan melirik sekilas pada Ranaya. Dia sama sekali tidak marah. 

"Baunya gak enak" Ranaya mengeluarkan minyak kayu putih dari dalam tas, menghirup aromanya berusaha menormalkan keadaan perut yang terasa bergejolak. 

"Gak enak gimana? Bukannya kamu suka aroma lavender?" tanya Aksan lagi heran dengan perubahan Ranaya. "Itu masih kamu sendiri yang beli." 

Ranaya tidak menjawab pertanyaan mantan suaminya. Dia sibuk menenangkan diri. Memejamkan mata dan menyandarkan punggungnya. 

Sementara Aksan membiarkan Ranaya beristirahat. Dia menerima telepon dari ibunya yang meminta dibelikan sesuatu. 

Ranaya menoleh melihat Aksan yang fokus pada jalanan. "Kakak bilang apa tadi sama Kak Dimas?" Dia mengulang pertanyaan yang tadi diabaikan Aksan, setelah merasa baikan. Nada suaranya sudah berubah rendah. 

"Aku cuma bilang kalau sepertinya tidak ada lagi orang di kantor," jawab Aksan dengan pandangan lurus ke depan memperhatikan jalanan. 

"Aku kan masih di kantor, itu artinya Kakak bohong." 

"Aku gak bohong Ran, kan aku bilang sepertinya." Aksan menekankan pada kata terakhir. "Dan ini sudah lewat satu jam dari jadwal pulang kantor, jadi aku gak tau kalau kamu masih lembur." 

Ranaya diam, seharusnya memang tidak menghakimi Aksan bohong. Lelaki itu kan tidak tahu kalau dia lembur, karena kepala pusing jadi pekerjaannya tadi lambat selesai. 

"Kamu ... Ada hubungan apa sama laki-laki itu?" Aksan bertanya setelah hening beberapa saat. "Aku sering lihat dia antar-jemput kamu." 

"Cuma teman," sahut Ranaya malas, memandang keluar jendela. 

Aksan memarkirkan kendaraan di depan sebuah rumah makan. "Tunggu sebentar, aku mau beli titipan Mama." Dia turun setelah mematikan mesin mobil. 

Sepuluh menit terlewati, Aksan kembali dengan dua porsi makanan dalam satu plastik di tangan. Dia meletakkan di tengah kemudian menyalakan kendaraan roda empatnya dan melaju kembali di jalanan. 

(Bukan) Suami ImpianHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin