32. Beraksi

57 5 0
                                    

Jam menunjukkan pukul satu lewat tiga puluh menit dini hari. Aqhela masih terjaga, sedangkan gadis kecil di sebelahnya sudah dari jam sembilan malam tertidur pulas. Dengan langkah hati-hati ia turun dari tempat tidur. Tangannya menggenggam kuat ponsel. Ia membuka dan menutup pintu pelan-pelan.

Ia berjalan menuju tangga lantai dua, sesekali menatap sekeliling jangan sampai ada yang melihatnya berlaku mencurigakan seperti ini. Ia menapaki satu per satu undakan tangga. Tepat saat sampai di sana, ia menggenggam kenop pintu. Hanya diam di sana, merasa ragu.

Aqhela menghembuskan napas, ia harus memberanikan diri. Diputarnya kenop pintu dengan hati-hati. Terbuka! Ternyata tidak terkunci.

Aqhela masuk dengan mengendap-endap. Ia yakin betul pernah melihat benda itu di ruangan ini. Saat ayahnya mengajak ia menemui Bram.

Aqhela mulai beraksi. Membuka laci meja kerja dan mencari barang yang ia inginkan. Nihil, itu tak ada di sana. Ia beralih pada rak-rak buku, tetapi seteliti apapun ia mencari benda itu juga tak ada di sana.

Aqhela beralih pada meja display yang ada di samping pintu. Ia membuka lacinya satu persatu, tepat pada laci ketiga yang ia buka, Aqhela menemukan apa yang ia cari.

Ia mengambil benda yang ditaruh di sebuah kotak itu dengan tangan gemetar, ternyata praduganya tidak meleset. Seluruh tubuhnya lemas mengetahui itu. Ia membuka ponsel yang sedari tadi ia nyalakan blitz-nya untuk menerangi ruangan. Aqhela langsung memoto jam tangan itu. Kepalanya penuh pertanyaan yang mungkin saja hanya waktu yang bisa menjawab. Kepalanya sakit.

Brak!

Kotak jam tangan itu tak sengaja tersenggol oleh tangannya, ia kehilangan fokus. Aqhela menutup mulutnya agar tak ada suara panik yang keluar dari sana.

Hal yang lebih membuatnya panik adalah terdengar langkah kaki dari luar ruangan. Cepat-cepat ia mengambil kotak itu dan memasukkan jam tangan, menaruhnya kembali ke tempat semula.

Ia langsung bersembunyi di belakang pintu.

Langkah kaki masuk ke ruangan. Aqhela menggigit lidahnya dan berusaha menahan napas. Sangat gawat kalau ia sampai ketahuan berada di area pribadi orang lain. Bisa-bisa Om-nya curiga atas apa yang sedang ia lakukan.

"Kok enggak ada orang?"

Aqhela semakin panik. Suara itu adalah suara milik Bram. Om-nya sudah pulang. Astaga, apa yang harus ia lakukan?

"Tikus kali ya."

Suara embusan Bram terdengar. Ia lantas berjalan ke luar ruangan. Menutup pintu ruang kerjanya.

Aqhela bernapas lega, untung saja Bram cepat pergi dari sana. Aqhela berjalan keluar dari ruangan, takut kalau tiba-tiba orang itu kembali. Namun, ada satu hal yang ia lupakan ....

***

Aqhela berpamitan setelah habis makan siang, seharian ia hanya bermain dengan Kia karena memang mereka sama-sama libur semester penaikan kelas. Ia berusaha terlihat bahagia dan baik-baik saja semaksimal mungkin, padahal hatinya teriris dan sangat pedih. Ia tidak tahan sebenarnya, ingin cepat-cepat pulang dari sana.

"Kapan-kapan main ke sini lagi ya?" kata Erika.

Aqhela tersenyum, lalu mengangguk untuk jawaban. Ia mengacak-acak rambut Kia.

"Kakak pulang dulu ya?"

"Dada Kak Qhela." Gadis kecil yang kini memakai kaos berwarna pink itu melambaikan tangan. Lagi-lagi ia tersenyum.

Second Love : Aku atau Masa Lalumu!Место, где живут истории. Откройте их для себя