0 2

159 29 4
                                    

Jungwon menopang dagunya dengan sebelah tangan. Memandang kearah meja tak berpenghuni yang berjarak dua meter darinya.

Meja tersebut kini dipenuhi dengan bunga mawar cantik yang tersusun rapi, disampingnya terdapat sebuah frame foto berukuran 6 × 8 inchi yang dihiasi pita hitam, sedangkan di setiap sisinya tertempel banyak note dengan kata-kata penuh cinta dan berbagai ungkapan penyesalan.

Seperti yang biasa terjadi, manusia baru akan menyesali sebuah eksistensi disaat bayangannya telah menghilang dari muka bumi.

Jungwon bangkit dari duduknya, melangkah mendekati meja tersebut dan meletakkan setangkai mawar yang sempat dibelinya sebelum berangkat sekolah tadi.

Sungchul, teman sekelas yang bisa dibilang dekat dengan dirinya, tiga bulan lalu melakukan percobaan bunuh diri yang sayangnya berhasil. Entah apa tujuannya, yang pasti hal itu membuat Jungwon sedikit menyesal.

Jungwon sedang bersama anak itu beberapa jam sebelum ditemukannya ia terbujur kaku tanpa napas yang tersisa di dalam lab biologi.

Kalau ditanya apakah dia menyesal, tentu saja jawabannya iya. Jungwon menyesal karena jika hari itu ia tak mengikuti turnamen basket antar sekolah, mungkin saja ia bisa membatalkan niat Sungchul untuk mengakhiri hidupnya.

Selama ini Sungchul yang ia kenal adalah anak yang selalu bersikap hangat walau dengan sifatnya yang agak canggung. Kabar kematiannya yang sangat tiba-tiba menyisakan rasa bersalah di hati Jungwon.

Membuatnya banyak menggumamkan kata 'jika saja..jika saja..jika saja'.

Pluk.

Khayalannya mendadak buyar ketika sebuah tangan menepuk pundak kirinya pelan.

"Won, udah lah. Gak ada yang salah disini, itu pilihan sungchul. Gue yakin dia udah mikirin semuanya berulang kali, mungkin ini memang yang terbaik," ucap Doyoung berusaha menenangkannya.

Bohong kalau Doyoung sendiri berkata ia juga tidak merasa bersalah, nyatanya setiap kata penenang yang diutarakan hanyalah rangkaian hipnosis yang terus menerus ia ciptakan untuk dirinya sendiri. 

Tak ada yang namanya pilihan terbaik dalam pemikiran mengakhiri hidup dan mereka berdua sadar akan hal itu.

"Dia udah kayak kakak gue sendiri young,"

Doyoung terus mengangguk sebagai balasan, menarik lengan Jungwon pelan untuk membawanya kembali menuju mejanya sendiri.

Jungwon masih tak ingin bicara, sudah tiga bulan berlalu, tapi kenangan terakhir bersama Sungchul masih tak henti menghantuinya.

Pagi hari sebelum kematian Sungchul, mereka bertiga; Sungchul, Doyoung, Jungwon hanya bermain game seperti yang biasa mereka lakukan, sesekali membahas tugas dan membicarakan film action yang ingin mereka tonton bersama tanpa ada rasa curiga akan takdir yang segera merebut kehidupan salah satu dari mereka.

Flashback.

"Won, hari ini lo ada turnamen?" Tanya Doyoung.

"Iya nih, berangkatnya dari jam pertama lagi, ketinggalan semua gue materi pelajaran hari ini," keluh Jungwon memukul meja didepannya dengan kesal.

"Segitunya banget lo gak mau ketinggalan pelajaran?"

"Iya lah! Gue kan mau naik kelas, gak guna gue ikut akselerasi kalau tahun ini gak naik,"

"Sekali gak ikut pelajaran, bukan berarti lo gak naik kelas won.." timpal Doyoung dengan malas.

"Gue aja yang bikin catatannya sini," ujar Sungchul memotong perdebatan yang hampir terjadi diantara kedua kawannya.

Mata Jungwon berbinar mendengar tawaran tersebut, langsung saja ia mengambil buku catatan miliknya dan menyerahkannya pada Sungchul.

"Nanti gue taruh di bawah meja lo ya, biar sekalian besok lo ambil,"

Jungwon mengangguk dengan semangat sambil berkali-kali menggumamkan kata terima kasih pada Sungchul. Lain lagi dengan matanya, Jungwon menatap tajam Doyoung seraya berkata.

"Lo jadi temen kayak Sungchul kek, nawarin bantuan gitu bukannya malah sok ceramahin gue,"

Doyoung tak menghiraukannya, ia malah meniru cara Jungwon berbicara dengan ekspresi dilebih-lebihkan.

"Li jidi timin kiyik singchil kik, niwirin bintiiin giti bikinnyi milih cirimihin gii," tiru Doyoung.

Jungwon yang kesal baru saja ingin memukul kepala Doyoung sebagai bentuk pembalasan dendam, tapi hal itu harus terhenti oleh sebuah pesan yang masuk di ponsel pintarnya.

Sebuah pesan yang berasal dari kapten basket timnya, berisikan permintaan agar para anggota tim segera berkumpul.

Setelah membacanya lamat-lamat ia membalas pesan tersebut dengan cepat lalu mulai memasukkan seluruh alat tulisnya kembali ke dalam tas.

"Gue duluan ya, udah disuruh ke ruang olahraga nih," kata Jungwon kepada kedua temannya.

"Widih, semangat ya won! Begini juga gue masih baik mau mendoakan kemenangan lo nanti," balas Doyoung agak berteriak.

Jungwon hanya mengangguk, heran dengan tingkah teman sekelasnya itu.

Baru saja ia ingin pergi dari sana, suara Sungchul kembali membuat ia menunda langkahnya.

"Hati-hati, buka mata dan telinga lo lebar lebar, jangan sampai kalah di tengah dipertandingan,"

Jungwon lantas tersenyum kecil, sebelum berbalik menjauhi kedua kawannya.

Flashback end.

Flashback end

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Leave The Line | EnhypenWhere stories live. Discover now