14 - Tak Sendiri

596 89 7
                                    

Mawar.

Aroma mawar.

Aromanya Hinata.

Naruto mengernyit dengan mata yang masih terpejam. Aroma familiar dari gadis yang ia sukai bercampur dengan aroma dari minyak kayu putih.

Naruto membuka matanya perlahan, mengerjap-ngerjap. Melirik, melihat seorang gadis yang tengah mengusap telapak tangannya agar tetap hangat. Naruto melirik lagi ke arah lain, ini bukanlah kamarnya, tapi ia merasa mengenali tempat ini.

'Oh.... Rumah Sakura.'

"Naruto?" Pemuda itu menoleh pelan ketika sang gadis memanggil namanya. "Udah bangun?" Hinata menyentuh pipi Naruto sesaat kemudian menghela napas dan mengucap syukur.

"Kenapa bau banget kayu putih," kata Naruto serak dengan kepala yang terasa sedikit berat.

"Tadi aku olesin ke hidung kamu," jawab Hinata. Gadis itu meletakkan tangannya pada punggung Naruto, membantu pemuda itu untuk duduk.

"Pantes panas." Naruto mengelap ujung hidung dengan kaosnya.

"Minum dulu," ujar Hinata sembari menyodorkan sebotol air mineral ke mulut Naruto. Naruto terkekeh.

"Gue bisa sendiri, Hin," katanya mengambil alih botol itu.

Hinata kembali meletakkan botol itu di meja setelah Naruto selesai meminumnya. Naruto melirik, mengangkat tangan kirinya yang sudah terbalut kain perban.

"Sakit?" tanya Hinata ikut memandangi itu.

"Udah enggak hehe." Naruto menampilkan cengiran lebarnya. "Makasih ya."

Hinata menggigit bibirnya melihat senyum lebar Naruto itu. "Ini alasan kamu selalu pake jaket di sekolah belakangan ini?"

"..."

"Naruto, jangan kayak gitu lagi."

Naruto menatap wajah cemas Hinata. Entah kenapa merasa bersalah kini. "Maaf, ya."




Pintu terbuka, selang beberapa detik kemudian sebuah bantal melayang dan mendarat tepat di wajah Naruto. Hinata terkejut. Berbalik, menemukan Sasuke yang memegang guling di tangannya dengan wajah marah. Diikuti Hanabi yang membawa sprei dan selimut di belakangnya.

"LO NGAPAIN SIH ANJING?" amuk Sasuke langsung mendekat dan memukul wajah Naruto dengan guling di tangannya. Hinata dengan panik mencoba menarik Sasuke mundur, sedangkan Hanabi melipir sendiri tak peduli lebih memilih duduk di lantai dan melebarkan sprei putih milik Naruto.

Naruto menunduk, tak ingin melihat mata Sasuke yang menatapnya nyalang. Hinata meneguk ludah, masih di belakang Sasuke berjaga-jaga apabila pemuda itu meledak lagi nantinya.

"Lo kalo mau mati bilang! Biar gue yang hajar lo sampe mati!" omel Sasuke menunjuk wajah Naruto dengan emosi. "Lo anggep gue tuh apa, sih, Nar? Lo pikir kayak gitu tuh bisa nyelesain masalah?"

"Lo gak tau masalah gue."

"Karena lo gak ngasih tau!" tukas Sasuke membentak. Hinata dengan agak panik mendesis pelan agar Sasuke sedikit menurunkan volume suaranya.

Naruto menghela napas, mengerjap pelan. "Gue nggak mau ngerepotin lo, Sas."

"Terus lo pikir kalo kayak gini lo nggak ngerepotin gue? Lo pikir gue bakal nyantai aja tau lo nyilet? Gue lagi ujian, dari tempat les langsung buru-buru ke sini, hampir keserempet mobil. Berat-berat ngangkat lo ke sini biar ortu lo gak tau kalo misalkan tiba-tiba pulang. Lo pikir itu gak repot?!"

"Sasuke, please jangan emosi." Hinata menegur dengan pelan.

"Ya kenapa juga lo harus ngerepotin diri lo sendiri demi gue?" Naruto agak tersulut, menyahut dengan suara serak seperti hendak menangis.

Be A Healer [Naruto x Hinata] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang