Aku menghela napas pelan. "Bukan semangat, tapi itu karena aku tidak punya pilihan lagi." 

Aku menutup koper dan berencana untuk melanjutkan packingku nanti. Aku mengambil duduk disebalah Kevin.

"Kamu merasa tidak kalau ada sesuatu yang aneh?"

"Apa?"

"Ya aneh saja. Sebenarnya aku sudah sangat capek dengan semua ini."
Kevin memandang wajahku dan menyelipkan rambutku ke belakang telingaku. Dia tersenyum. Aku sangat suka sekali saat dia memberi perhatian kecil kepadaku.

"Kan kamu tahu sendiri aku sudah janji untuk memberitahumu. Tapi aku tidak bisa memberitahu semuanya dalam satu hari. It's just too much."

Aku berusaha mengerti bagaimana di posisi dia. Aku terlalu keras kepala. I'm pushing him too hard.

"Aku mengerti. Sorry karena aku terlalu keras kepala."

Kevin memegang tanganku. "Fan, bagaimana kalau kenyataan tidak seperti yang kita bayangkan?"

"Kamu tidak perlu berkata begitu, Vin. Kenyataan seperti ini sudah seperti yang tidak aku bayangkan."

                                                                                        ***

Dan di sinilah aku sekarang. Vancouver International Airport. Titik awal dimana aku memulai kehidupanku di Canada. Dimana saat tujuan pertamaku adalah memulai kehidupan yang baru, jauh dari mom, melupakan semua yang pernah aku jalani, bermain basket, bertemu teman baru dan pada akhirnya aku kembali ke kehidupanku yang sebenarnya. Aku baru sadar kalau aku tidak bisa lari dari kenyataan. Selama ini aku hidup dalam kehidupan yang berputar di daerah situ-situ saja, tidak ada yang baru. KM dan masalah-masalah lain yang pernah aku alami hanyalah selingan masalah dalam hidupku. Aku tidak mau lagi berurusan dengan hal-hal itu. Tidak penting.

Kevin mengeluarkan tas koperku dari bagasi mobil yang kita sewa. Aku membantu Kevin dengan mengambil trolly untuk koper-koper berat ini. Sambil merangkul bahuku, kami berjalan menuju pintu masuk airport.

Selama di dalam pesawat aku merasakan tanganku bergetar. Ini aneh. Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya.

"Kamu tidak apa-apa?"tanya Kevin khawatir. Aku sih merasa baik-baik saja.

"Aku sendiri tidak tahu," jawabku jujur. Kevin mengeluarkan senyum adalannya. Dasar, apa dia tidak percaya padaku? Aku menyeringainya balik.

"Tanganmu sangat dingin, Fan. Apa kamu tidak tahu betapa tidak ahlinya dirimu dalam berbohong?"

Kevin menggenggam tanganku untuk menghangatkanku. Aku merasakan jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Like usual.

"Aku nggak bohong, Vin," kataku dengan nada semeyakinkan mungkin. Apa aku memang tidak apa-apa? Aku sendiri tidak tahu.

Hanya saja semua ini berjalan sangat cepat. Seakan-akan ada beberapa cerita dihidupku di-skip begitu saja.

Menghabiskan waktu di pesawat selama berjam-jam membuatku sangat-sangat lelah. Kalian bisa bayangkan bagaimana tidur, makan, nonton dan semua dilakukan dalam posisi duduk. Sangat-sangat melelahkan.

Akan sangat melelahkan juga aku sampai di Indonesia nantinya.

***

Aku lupa kalau Indonesia sepanas ini. Sangat-sangat panas. Kevin terlihat sangat kepanasan. Hmm, dia kan memang belum pernah ke Indonesia sebelumnya. Dan bisa kalian tebak, smokers di mana-mana. Sepertinya mereka harus mengupgrade tempat ini, membangun ruang untuk para perokok.

When Everything Goes Right (COMPLETED)Where stories live. Discover now