|CHAPTER 3| BEKAS LUKA|

Start from the beginning
                                    

"Kamu mau nyari buku apa sayang?" tanya Wicak. "Biar aku carikan."

Nadin mencibir. "Gimana kamu bisa nyariin, meja penjaga perpus aja kamu nggak tahu."

"Ngaco. Aku udah tahu."

"Iya, kan aku yang ngasih tahu." Nadin melangkahkan kaki menuju rak sebelah.

Wicak mengikuti kemana pun Nadin melangkah.

Murid yang semula berada di perpustakaan, ketika melihat Wicaksana Sasena, mereka langsung menyingkir lalu pergi. Bahkan tidak ada satupun yang berani mengeluhkan Wicak ke perpustakan dengan seragam tim basket. Mereka tidak ingin mencari masalah dengan brandalan SMA Elang yang satu itu. Terlalu merepotkan. Alhasil sekarang perpustakaan menjadi sepi. Hanya ada Wicak dan Nadin, ah tambah satu lagi, masih ada Pak Demplon si penjaga perpustakaan dengan ciri khas kumis tipis serta kacamata bulat.

"Pekan depan ada seleksi olimpiade matematika." Nadin berhenti melangkah lalu menoleh pada Wicak yang ada di belakangnya. "Kamu tahu kan cuma ada satu orang yang bakalan ngewakilin sekolah?" tanya Nadin.

Wicak mengangguk. "Terus kenapa?"

Nadin berdecak kesal. "Ya aku pengen aku yang bakalan kepilih lah!"

"Aku yakin pasti kamu yang kepilih, pacar aku ini kan pinter."

"Masalahnya di sekolah ini yang pinter bukan cuma aku doang. Dan saingan terberat aku itu Cakrawala. Makanya itu aku harus banyak belajar Wicak..."

Sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, Cakrawala Agnibrata, cowok dengan tampang kalem itu memang punya otak jenius. Dalam hal pelajaran, Nadin dan Cakrawala selalu bersaing. Namun sampai sejauh ini Cakrawala Agnibrata jauh lebih unggul.

Tahun lalu Cakrawala yang mewakili SMA Elang sebagai delegasi ajang bergengsi olimpiade matematika. Dan cowok itu berhasil menjadi juaranya. Tahun ini Nadin tidak ingin kalah lagi. Ia yang harus mewakili SMA Elang, bukan Cakrawala.

"Kamu tenang aja sayang, pasti kamu yang bakalan ikut olimpiade matematika."

"Semoga aja." Ucap Nadin, berharap itu akan benar terjadi.

"Sampah masyarakat itu biar aku aja yang urus."

Nadin menatap Wicak. "Kamu mau ngapain Cakrawala lagi?" tanyanya.

"Biar aku kasih pelajaran dia. Pokoknya kamu tenang aja, aku bisa jamin kamu yang bakalan kepilih sayang."

"Wicak kamu jangan macem-macem," ucap Nadin penuh penekanan.

Wicak mengangkat alis. "Kenapa?"

"Jangan apa-apain Cakrawala."

"Masa aku mau seneng-seneng sama Cakrawala nggak boleh sih?"

"Bu-bukan gitu."

Wicak mendekatkan wajahnya pada Nadin. "Lalu?" tanyanya.

"Aku pengen aku yang mewakilin SMA Elang, tapi bukan gini caranya. Aku nggak mau main kotor."

Nadin menatap tajam kedua netra Wicak. "Aku mau pake usahaku sendiri. Dengan kamu nyakitin Cakrawala atau maksa Cakrawala buat mundur, itu sama aja kamu ngremehin kemampuanku."

Wicak menghela napas pasrah. "Yaudah kalo mau kamu begitu, aku nggak akan apa-apakan Cakrawala."

"Makasih sayang," Nadin tersenyum.

Wicak mengelus puncak kepala Nadin.

"Ikut aku sini." Nadin menggenggam jari Wicak lalu mengajak untuk ikut dengannya.

"Mau kamu ngajak aku ke antariksa aku juga bakalan ikut." Lagi-lagi Wicak gombal.

Nadin berhenti di rak perpustakaan paling pojok. Ia lantas menoleh pada Wicak.

2. NOT ME ✔️ Where stories live. Discover now