2

20 2 0
                                    

Selamat Membaca
🍂🍂🍂      

Arnaya Pitaloka tidak dapat berhenti mencoret-coret lembaran dalam agenda bercover hitam sambil menyeruput kopi ditemani selembar foto, potret lukisan dengan kanvas ber-detail tulisan kecil di sudut kirinya - From Arnaya-.
Mungkin, gadis itu sedang rindu pulang kehatinya.

🍂🍂🍂

      Sumut, 12 Juli 2014

      Ini kemarau kesekian setelah hujan yang berkepanjangan, dan ini kemarau pertama bagi Arnaya untuk memasuki SMA. SMA Negeri 1.
Gadis dengan rambut sebahu yang tergerai itu, tengah mendengus pelan. Ia tengah memandangi sepasang kaki berbalut sepatu merk Ardilesnya itu dengan prihatin, dan ini kali kesekian kakinya terinjak lagi.

      Bagaimana tidak? Dua ratus enam belas siswa tengah berdesak-desakan di halaman sekolah, yang lumayan mini itu, percayalah !

       Mata Arnaya tak berhenti berpendar, memastikan dengan seksama papan pengumuman dan mencatat beberapa keperluan Ospek yang diperlukan.
Entah siapa penyanyinya, lagu -guru- mengalun riuh rendah dari toa sekolah memecah riuh di deretan desak-desakan siswa.

🍂🍂🍂

      3 hari kemudian...

       Musim kemarau belum berakhir saat Arnaya duduk termanggu dalam angkutan yang kira-kira berangkat lima belas menit lagi. Siang ini kursi-kursi dengan cepat sudah terisi, menambah daftar desak-desakan pada ruang di sekeliling.

      Gadis bermata hitam pekat dengan rambut sebahu itu membuka tasnya dan mengambil sebuah novel, Shunsine Becomes you.
Novel best seller yang baru di belinya empat hari yang lalu itu baru saja memasuki halaman ke dua saat tiba-tiba ia mendengar suara yang cukup keras menubruk kursi kecil di sisinya.

      Arnaya menoleh, dan semua terjadi begitu cepat. Sesuatu telah menyentuh bibirnya dengan begitu kasar dan cepat, mata hitam pekatnya membelalak. Sesuatu yang menyentuh bibirnya adalah -sebuah bibir- Astaga !

      Dengan nafas tertahan Arnaya mendorong tubuh lelaki itu, mata mereka beradu.
"Kalau jalan jangan pakai dengkul, brengsek !" Teriak Arnaya histeris, darahnya turun-naik dan secara tak sengaja, menangkap sepotong nama diseragam SMA lelaki itu sebelum bel berdering menandakan angkutan akan meninggalkan halte.

🍂🍂🍂

      Arya Pambudi.

       Lelaki itu tengah kacau saat mengingat tubuhnya terjatuh menimpa seorang gadis. Ia menggigit ujung bibirnya yang terasa nyeri.
Sialan !

       Ia telah mencium seorang gadis, pertama kalinya diwaktu yang tidak tepat, dan entah dengan siapa.
Ia mendengus pelan, dan terus mengumpat tentang celana kedodoran SMA yang telah membuatnya terjerembab.

🍂🍂🍂

      Hasil dari mengutuki curian ciuman pertamanya adalah, Arnaya bangun kesiangan. Seperti biasa, Arnaya dan Natya adiknya, akan sibuk mempertahankan tentang siapa yang akan masuk kamar mandi terlebih dahulu.

"Mama, di mana sepatuku?" Teriak Arnaya sambil menjinjing sepatunya yang sebelah.
Tak ada sahutan, "Sial !" Gerutu Arnaya, ketika menemukan pasangan dari sebelah sepatunya yang tertimpa ban mobil milik Papanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 22 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Without YouWhere stories live. Discover now