18 - salahkan nyamuk dan mimpi buruk

Mulai dari awal
                                    

.
.
.
.
"Taufan, maaf.."

"Sepertinya..aku gagal menepati janji ku."

"Kembali kepada kalian semua dengan selamat... Aku tidak akan mampu."

Taufan terdiam, darahnya berdesir, emosi bergejolak dalam dirinya.

Suara teriakan saudaranya yang baru sampai terdengar samar, sepertinya karena terhalang oleh suara pusaran angin yang mengelilinginya. namun Taufan tahu bahwa mereka sedang mengumpat dan menyuruh Taufan dan 'dia' untuk segera mundur dari misi itu.

"Taufan! Jika saja kau tidak gegabah-- dia-- dia pasti masih ada disini!"

Suara Hali yang dipenuhi emosi, terdengar menyayat hati.

°•°•°•°

Taufan terduduk dengan panik, peluh dingin mengalir dari dahinya. Matanya membelalak dan nafas nya menderu.

Mimpi, mimpi itu lagi. Kejadian yang sangat jelas terukir di benaknya, tak mau meninggalkan nya. Sebagai prasasti akan kegagalannya.

Taufan tertawa kecil sambil mengusap air mata yang menitik di pipinya. "Seharusnya tak pernah ku turuti permintaanmu." Ucapnya lirih.

Ia menatap layar hologram di sebelahnya, pukul dua malam. Padahal ia meneguk obat tidur itu agar bisa tidur sampai pagi, nyatanya, mimpi buruk membangunkan ia dari tidurnya.

Taufan melangkah lunglai, di wastafel ia mencuci wajahnya. Sorot mata lelah dan penuh dengan luka yang tak dapat dideskripsikan itu menatap dirinya dari pantulan cermin. Wajah tampannya terlihat penuh dengan rasa gundah, tanpa segarispun senyum terlukis.

"Jangan bersantai." Ucapnya pada refleksi dirinya.

"Tebus dosamu." Ucapnya lagi.

"Kau...tak pantas berada di sini, loser."

Tinjunya sukses memecahkan cermin, kepingan-kepingan kaca itu membuat seakan refleksi dirinya pada cermin terlihat retak. Darah menetes dari tangannya, namun ia tidak peduli. Terkadang rasa sakit ini yang dapat membuat ia sedikit tenang, membuat ia sedikit dapat berfikir rasional, dan membuat ia.. bertahan untuk hari esok yang selalu ia benci.

"...kau, sedang apa?" Tanya seseorang dari balik pintu.

Taufan tersentak, lantas maniknya menatap ke sosok sang bungsu yang terlihat mengantuk, "aku mendengar suara benturan dan terbangun, sungguh, kau sebenarnya sedang apa?" Tanya Solar sambil mengerutkan alisnya.

Ia dapat melihat jelas darah yang mengalir dari tangan Taufan, dan beling yang tertancap di kulitnya, juga cermin yang kini telah pecah.
Ia butuh penjelasan tentang hal ini.

Sang mentor terdiam, mendekati muridnya itu. Ia tersenyum, menggunakan tangan yang tidak berdarah untuk mengelus kepala sang adik.

"Tadi ada nyamuk mendarat di cermin, jadi ku tonjok" , jelas Taufan.

"Wow, makhluk yang sungguh bodoh. Lalu? Dapat nyamuknya?"

Taufan tertawa kecil, "tidak."

Solar tahu bahwa sang mentor menutupi sesuatu, ia hanya merasa itu bukan urusannya. Belum.

Ia terdiam, walau ingin sekali rasanya untuk benar-benar tidak peduli, matanya lagi dan lagi terpaku pada luka ditangan Taufan dan ekspresi lelah Taufan.

"Berikan Tanganmu, biar ku obati." Ucapnya, mencari kotak p3k.

"Tak perlu, hal seperti ini nanti sembuh sendiri."

Namun Solar tidak menghiraukannya, ia tarik tangan yang penuh darah itu dan membersihkannya dengan kapas yang sudah diberi antiseptik.

Taufan mengaduh perih, "pak dokter-- jangan kejam-kejam ngebersihin lukanya."

"Salahin nyamuk, atau dirimu yang bodoh itu." Ucap Solar.

Taufan tertawa kecil, dan meringis kesakitan lagi.

"Sudah kuperban, harusnya sih tidak infeksi. Kau ini mentor tapi mengapa ceroboh sekali?"

Taufan tersenyum, tidak melawan. Ia menundukkan kepalanya, " maaf, jadi mengganggu tidurmu kan.."

Solar terdiam, rasanya ada yang salah dengan perangai mentornya hari ini. Biasanya ia akan bercanda atau membuat Solar kesal setiap kali membuka mulutnya.

Namun sekarang, ia seperti tidak dapat berfikir lurus.

"Aku tidur lagi kalau begitu, besok harus latihan." Ucap Solar.

Taufan mengangguk, "latihan nya dimulai jam 9 pagi besok, kau bisa tidur lebih lama." Ucapnya.

"Mengapa?" Tanya Solar tak mengerti dengan perubahan jadwal yang tiba-tiba.

Taufan tersenyum, menyiapkan tasnya, "aku ada misi habis ini. " Ucapnya.

Bohong, misinya dimulai esok hari.
Namun Taufan butuh sesuatu untuk mengalihkan fikirannya. Ia butuh waktu untuk membetulkan moodnya. Karena itu, ia mengambil misi-misi level S yang bahkan tak dapat diambil oleh agen A.

Solar terdiam, sekali lagi ia mencuri pandang akan sosok sang mentor yang terlihat acak-acakan dan lelah itu.

"Ok." Jawabnya, sambil menutup pintu kamarnya. Ia memutuskan untuk tidak bertanya lebih dari ini. Toh, itu bukan urusannya.

Begitu batinnya.

//Author's note//

Ciyee masa lalunya udah mulai muncul ciyee

BOBOIBOY - AGENT AU [IDN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang