[19] Healing

23 2 0
                                    

Berhentilah! Aku ingin melupakan semuanya! – Arka.

***

Arka terdiam. Pikirannya mengambang jauh ke beberapa tahun yang lalu dimana traumanya dimulai. Suara decitan ban mobil dan juga kilasan masa lalunya berputar mengeliling otaknya seiring ia mengingat percakapannya dengan Oliver. Ia tidak merespon apapun yang di ucapkan oleh Oliver saat itu. karena baginya, apapun yang diucapkan Oliver adalah sebuah solusi yang memang harus dilakukannya demi kelangsungan kesehatan mental dirinya.

Hanya saja, Arka tidak sanggup menghadapi masa lalunya. Ia berkutat pada rasa bersalah yang menyesakkan dada dan membuatnya terlanjur berkubang dengan trauma yang menyiksa.

"Anda mengalami apa yang disebut sebagai PTSD."

Arka terdiam, "Apa itu PTSD, dok?"

"PTSD atau Post Traumatic Stress Disorder adalah efek yang ditimbulkan dari trauma yang anda miliki. Gejala mimpi buruk anda berkaitan dengan kecelakaan beberapa tahun silam tersebut. Sehingga menimbulkan gangguan kecemasan yang anda rasakan selama ini."

"Apakah saya dapat sembuh, dok?"

"Apakah anda pernah melakukan self–healing?"

"Apa itu self–healing, dok?"

"Self–healing adalah jenis penyembuhan trauma yang dapat anda lakukan sendiri. mayoritas penderita PTSD cenderung tidak ingin bertemu psikiatri seperti saya, karena akan menimbulkan trauma psikis baru. Maka dari itu, saya menganjurkan self–healing. Anda dapat menerima penyembuhan berupa kalimat positif dari orang-orang terkasih. setidaknya, dengan menerima kalimat positif dan penguatan untuk anda, anda akan merasa damai sehingga gangguan kecemasan itu akan hilang perlahan."

"Masalahnya, semua itu sudah saya terima. Dan semuanya tetap terjadi. PTSD saya tidak hilang."

"Maka, jalan satu-satunya adalah, menerima rasa bersalah itu dan maafkan diri anda sendiri."

Dokter itu tidak salah. Arka memang selalu merasa bersalah. Ia selalu berkubang dengan rasa itu setelah mengetahui jika korban kecelakaannya meninggal dunia. Karena itulah ia menjauhi mobil dan tidak ingin mengendarainya.

Bagi Arka, kehidupannya saat ini sangatlah tidak laik untuk ia rasakan. Ia tidak berhak bahagia diatas derita sang korban yang terus menghantui dirinya. Seolah meminta pertanggungjawaban untuk semua kejahatannya.

Bahkan hingga saat ini pun, ia enggan menginjakkan kaki di Jogja demi menghindari rasa bersalahnya itu.

Arka mendesah frustasi. Rasanya, ia ingin pergi ke masa lalu, dimana kejadian itu berlangsung dan menghentikan niatnya untuk pergi menggunakan mobil saat itu. mungkin saja semua kesialan itu akan berhenti dan tidak pernah terjadi.

Hanya itu harapan Arka saat ini. hanya itu yang dapat Arka mohon saat ini.

***

Alterra cemas. Arka tidak dapat dihubungi sedari tadi malam. Beberapa kali, Alterra sempat mencoba menelepon lelaki itu namun dirinya selalu diperdengarkan suara operator yang memberitahu jika sambungan sedang sibuk. Namun, ketika beberapa menit kemudian Alterra menelepon, operator justru memberitahu jika gawai Arka tidak aktif.

Alterra bertemu dengan Ali yang berada di lobby. Alterra langsung berhenti dan menanyakan keberadaan Arka pada Ali. Sayangnya, Ali tidak mengetahuinya.

"Buru-buru amat, Ra. Mau kemana?" tanya Riyo yang baru saja keluar dari toilet.

"Liat Arka, gak?" tanya Alterra yang langsung disambut dengan arahan tangan Riyo yang menunjuk pintu ruang siar.

Alterra melesat kesana dan mendapati Arka tengah duduk di sofa pojok dengan kepala menunduk. Matanya menerawang. Terbukti dengan ketidaksadarannya terhadap kehadiran Alterra.

"Ar..." panggil Alterra pelan sembari mengelus punggung tangan Arka.

Lelaki itu mengangkat pandangannya dan tersenyum lemah ketika melihat Alterra ada di hadapannya. Wajah cemas Alterra sedikit menghibur Arka. Gadis itu memiliki sejuta pesona yang dapat membuat Arka lupa akan masa lalunya yang pahit.

"Rara kenapa keliatan khawatir gitu?" tanya Arka lirih. Gadis di hadapannya tersenyum sembari merapikan rambut Arka yang berantakan.

"Kita keluar aja, yuk. Sebentar lagi, pojok berita mau siaran." Ajak Alterra sembari menggamit tangan Arka keluar dari ruang siar.

"Ar, gue kangen dah sama brownies yang sering lo bawa itu. pesenin gih. Nanti gue yang bayar." Ucap Bimo yang langsung dijawab Arka dengan anggukan.

Tangannya menekan nomor di gawai dan menunggu sampai tersambung. Suara riuh khas toko Reya menyambutnya. Perempuan itu terdengar kewalahan, terbukti dengan sambutan seadanya yang ia berikan.

"Hmm.. kenapa lu nelpon?"

"Assalamu'alaikum dulu, neng. Buset.." keluh Arka sedangkan diujung sana Reya terkekeh.

"Wa'alaikumsalam.. ada apa?"

"Gue pesen brownies dong. Anak-anak pada kangen. Bisa lu anterin gak? Minta tolong sama siapa tuh namanya. Young Lex, ya? Lupa gue."

Reya terdengar mendesah, "gak bisa gue. Gue ada urusan dan gak bisa anter. Kalo mau, gue pesenin ojek online aja gimana? Dan lagian, namanya tuh, Yogi."

"Yailah, Re... senewen bener pujaan hatinya salah panggil. Btw, lu ada urusan sama siapa. Celine? Candy?" tanya Arka.

"Ada lah.. kepo bener."

"Ya udah, anterin ke kantor ya. Nanti yang nerima atas nama Bimo."

"Siap."

Arka memutuskan sambungan terlebih dahulu dan menyusul Alterra yang sudah berada di bawah. Sejenak kepalanya terasa memutar namun kembali ia abaikan. Ia merasa tubuhnya merespon terlalu banyak sejak ia mendengar informasi tentang penyakitnya dari psikiatri.

Terakhir kali ia ke psikiatri, ia sempat merasa demam seminggu penuh dan kepala yang berdenyut sakit setiap tengah malam. Namun, kali ini, ia merasa tubuhnya terasa lemas dan pandangannya berkunang-kunang.

Arka melihat Alterra yang tengah tersenyum bersama dengan Riyo setelah mendengar candaan Bimo. Terlintas pertanyaan papanya mengenai Alterra dan seketika ia pun menanyakan hal yang sama didalam hatinya.

"Apakah Alterra akan menerima kekurangan gue yang bahkan gak bisa menghadapi masa lalunya sendiri?"

Belum sampai Arka menghampiri mereka, Arka pingsan dan disambut dengan keterkejutan dari Alterra.

Suara teriakan meminta tolong dari Alterra memancing atensi Ali, Bimo, Riyo serta beberapa karyawan lainnya. mereka membopong Arka kearah parkiran dan membawanya ke mobil Bimo.

"Lebih baik kita antar Arka kerumahnya aja. setelah itu, kita akan memberitahu orangtuanya." Saran Bimo saat masuk ke kursi pengemudi. Alterra mengangguk dan mengikuti mobil Bimo dengan motornya sembari merapal doa untuk Arka.

TBC

Arka's ValentineWhere stories live. Discover now