[15] Khawatir

12 3 0
                                    

Adalah kamu, yang dapat menghidupkan serta memadamkan api di dalam diriku. - Arka

***

"Arka, bangun sayang. Udah siang. Katanya kamu ada kegiatan hari ini."

Tubuh Arka berguncang hingga dirinya menarik tangan yang mengguncang badannya lalu memeluk si pemiliknya erat.

"Sebentar lagi, Ra. Aku masih ngantuk." erangnya.

Sebuah tamparan ringan mendarat di pipinya yang membuatnya langsung membuka mata kaget dan menatap papanya yang nyalang di depan pintu sedangkan mamanya berdiri dengan tawa ringan di sisi kasurnya.

"Ra? Siapa 'Ra'?" tanya Rangga sambil menatap anaknya dengan tatapan menuduh. Arka cengengesan lalu memeluk mamanya dari belakang.

"Maksudnya, mama tadi. Salah sebut doang. Elah!" elak Arka. Dhena memukul kepala Arka pelan lalu tertawa.

"Kamu gak pernah tuh, meluk meluk mama kaya tadi. Hayo.. Kamu mikirin siapa?" goda Dhena. Arka buru-buru bangkit lalu keluar kamar.

"ARKA MAU MANDI DULU, MA, PA." teriaknya sambil menutup pintu kamar mandinya dengan keras.

Sedangkan Rangga dan Dhena menatap anak semata wayang mereka sambil menggelengkan kepalanya.

"Kaya gitu, kamu mau nambah lagi?" tanya Dhena sambil menggoda Rangga.

"Gak apa kan, punya 2 anak model kaya gitu semua." jawab Rangga enteng yang akhirnya mendapat cubitan dari Dhena di pinggangnya.

-

Arka melahap roti lapis telur di hadapannya sambil sesekali menyesap susu vanilla dengan sedikit bumbu kayu manis di dalamnya yang kini tersaji di hadapannya. Sebut saja, Arka masih seperti anak kecil. Tapi, sejak dulu Arka selalu dibiasakan untuk sarapan seperti itu oleh Dhena dan entah kenapa ia menyukainya.

"Jelaskan dulu wahai anak muda, siapa 'Ra' tadi?" ucap Rangga sambil memperhatikan anaknya yang terlihat seperti salah tingkah.

"Bukan siapa-siapa, Pa. Sumpah, dah." jawab Arka setelah menyesap habis susunya.

"Bohong! Jangan diem-diem, kamu tidur sama perempuan ya. Buktinya tadi udah berani peluk peluk." tegas Rangga.

"Eh buset. Enggak, pa. Sumpah! Ini... Dia itu... Cuma gebetan." jawab Arka akhirnya dengan lirih.

"Wah, anak mama udah punya gebetan. Lumayan lama juga kamu, Ka. Kirain mama, kamu bakalan jomblo paling lama 5 bulan." ucap Dhena akhirnya setelah tertarik dengan obrolan Rangga dan Arka.

"pa, ma, Arka kan' bukan model laki-laki yang gampang ganti gadis. Kalo Arka udah sayang, baru bisa jadian. Kalo enggak mah, ya enggak." tegas Arka. Namun langkahnya saat ingin bangkit terhenti saat mendengar ucapan Rangga.

"Jadi, kamu sayang sama 'Ra' ini?" tanya Rangga, menjebak.

Glek. Mampus gue.

"Ya... begitulah, pa." ucap Arka akhirnya.

"Apa dia tau tentang traumamu?" tanya Rangga lagi, sedangkan posisi Arka membelakanginya. Tangan Arka mengetuk wastafel sembari mencari jawaban yang pas untuk ia berikan pada papanya.

"Belum, pa. Kenapa?"

"Jauhin dia. Papa gak mau kamu dekat sama perempuan itu."

Arka sontak menoleh dari wastafel setelah mendengar suara Rangga yang berubah dingin. Ia melihat Dhena menunduk sambil menghela nafas berkali-kali dan Rangga yang terasa lebih tegang dari biasanya.

"Tapi, kenapa, pa? Alterra gak apa kok. Dia anaknya baik. Lagipula, Arka yakin kalo Alterra bakalan pa–

"Dengar papa sekali ini, Arka. Papa cuma minta sama kamu sekali ini. Jauhin dia. Jangan berhubungan sama dia. Papa mohon." setelah berkata seperti itu, Rangga bangun lalu masuk ke dalam kamarnya.

Arka's ValentineWhere stories live. Discover now