| CHAPTER 42 | KHAWATIR

Start from the beginning
                                    

Cakrawala melepas pelukannya dan Moa dapat melihat air mata di pipi Cakrawala.

"Aku itu memang manusia tidak berguna!" Sentak Cakrawala, air matanya terjun.

"Enggak. Jangan bilang gitu." Moa terisak. "Kamu membuatku bahagia."

Moa mengerti, Cakrawala saat ini sedang sakit. Wajar jika cowok itu melantur dan bilang yang bukan-bukan.

"Aku akan selalu ada buat kamu." Moa menatap Cakrawala, air matanya jatuh.

Cakrawala memang masih punya Moa, tapi tetap saja rasanya ia masih kesepian.

"Moa, aku capek..."

Moa tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan untuk Cakrawala. Ia tidak tahu...

"Ayo, kita pulang." Ajak Moa. Ia mengusap air mata di pipi Cakrawala.

Cakrawala mengangguk, ia kemudian mengambil rangka sepedanya.

"Biar aku yang bawa, tangan kamu kan luka." Pinta Moa.

"Kalau aku nggak bisa membuat kamu bahagia, setidaknya jangan biarkan aku menyusahkanmu."

"Tapi nanti tangan kamu tambah sakit."

Cakrawala menggeleng, kemudian tersenyum. Ia berjalan sambil membawa sepeda kuningnya yang terbakar sebagian. Tangannya terasa sakit, tapi sebisa mungkin ia tahan sakitnya.

"Cakra, bilang sama aku, siapa yang ngelakuin ini ke kamu," ujar Moa.

"Tadi gimana balap motornya? Seru?" tanya Cakrawala.

"Ayo, cerita. Aku mau dengar."

"Cakra, jangan mengalihkan pembicaraan."

Cakrawala diam.

"Ayo, bilang. Siapa yang udah bakar sepeda kamu?"

Cakrawala tetap diam.

"Cakra... Kenapa cuma diam? Aku tanya siapa yang udah bakar sepeda kamu. Jawab, jangan diem aja."

"Sudah, biarkan. Aku nggak mau memperpanjang masalah."

Tanpa Cakrawala menyebutkan namanya pun sepertinya Moa sudah tahu siapa pelakunya.

"Besok, biar aku kasih pelajaran si Wicak."

Cakrawala menatap Moa, ia menggeleng kukuh.

"Moa jangan... Sudah biarkan saja. Aku nggak papa."

"Nggak bisa!"

"Aku nggak mau kamu sampai terluka, apalagi jika itu karna aku."

"Selama masih ada kamu, aku nggak akan terluka. Iya kan, Cak?"

Moa tersenyum, senyumannya menular pada Cakrawala.

Lima belas menit berjalan, akhirnya mereka berdua sampai di sebuah bengkel. Untung saja malam-malam begini, masih ada bengkel yang buka.

"Pak, saya mau memperbaiki sepeda saya." Cakrawala menunjukan sepedanya yang sudah terbakar separuh.

Laki-laki pekerja bengkel itu menatap sepeda yang dibawa Cakrawala dengan kening berkerut.

"Aduuh, sepedanya kok udah kayak gini. Ini kalo diperbaiki sama aja harus beli onderdilnya lagi, mahal. Mending beli sepeda baru aja."

Cakrawala menggeleng kukuh.

"Pak, bisa bicara sebentar," pinta Moa.

"Kamu tunggu di sini dulu. Aku mau ngomong sebentar sama bapaknya."

2. NOT ME ✔️ Where stories live. Discover now