02. Dingin dan Angkuh

1.3K 277 69
                                    

[Kosan Rosetta]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[Kosan Rosetta]

Semenjak sore, gemericik air dari langit tak pernah berhenti. Cuaca kota Bandung semakin dingin. Rosetta meringkuk, memeluk kakinya erat-erat di sofa. Ternyata Bandung bisa sedingin ini, lebih dingin dari musim hujan di Semarang.

Perut wanita itu sebenarnya sudah minta diisi, hanya saja ia terlalu malas untuk menuju dapur. Padahal mie instan berkuah adalah makanan yang paling cocok saat hujan seperti ini.

Jam baru menunjukkan pukul tujuh malam, kantuk juga belum Rosetta rasakan. Televisi semenjak tadi mati, ia tak berani menyalakan televisi karena takut guntur yang menggelegar. Terlalu menakutkan dan tentu saja beresiko.

"Bolehlah hujan, tapi kalau bisa nawar jangan sampai mati lampu, deh!" monolognya.

Baru saja ia mengatakan hal tersebut, keadaan ruangan mendadak gelap gulita ditambah saat suara guntur yang membuat Rosetta menjerit sejadi-jadinya.

Dari kecil wanita itu memang paling takut saat hujan turun, lampu padam, petir dan kilat yang beradu seolah menunjukan betapa menakutkannya mereka saat berjalan bersama. Sesuatu yang lebih mencekam dari pada menonton konten horor di Yout*be.

Tok ... tok ... tok ....

Terdengar suara ketukan pintu, Rosetta ragu untuk membuka pintu. Lagipula siapa yang akan datang dalam situasi seperti sekarang ini?

Dalam pikirannya, ia kini memikirkan satu sosok makhluk astral yang menyeramkan. Wanita berambut mengembang, kusut tak terawat, wajah pucat pasi dengan lingakaran hitam di kedua matanya. Serta pakaian putih lusuh, dengan beberapa bercak kemerahan yang seolah menjadi motif di pakaiannya.

Bulu kuduknya lantas berdiri, Rosetta merinding dan semakin meringkuk. Ia memeluk erat bantal sofa. Suara ketukan kembali terdengar, kali ini dia mendengar suara seseorang memintanya untuk membuka pintu.

Rosetta pun meyakinkan dirinya, akhirnya ia beranjak dari sofa, menyalakan senter dari ponselnya, lantas membuka pintu.

Kini setelah pintu terbuka, ia bisa melihat seorang pria tengah berdiri dengan memegang payung dan ia pun menyodorkan beberapa batang lilin pada Rosetta.

"Uㅡuntukku?" tanya Rosetta terbata.

Pria itu mengangguk. Karena sorotan dari ponsel Rosetta, akhirnya wanita itu menyadari bahwa yang datang adalah tetangganya, pria yang ia sapa pagi tadi.

"Terima kasih. Tahu saja aku enggak punya lilin," kata Rosetta.

"Jangan teriak-teriak, berisik! Ganggu aja!" Pria itu berbalik dan menuju kosannya.

BERUANG KUTUB ✔Where stories live. Discover now