2|curhat

38 30 24
                                    

Rere saat ini tengah tidur terlentang dengan menatap langit-langit kamarnya. Ia baru saja selesai mandi,dan keluarga Adi pun juga sudah pamit pulang lima puluh menit yang lalu.

"Jadi,nama kakak itu Sean. Hm..namanya wattpadable banget sih,mukanya apalagi" Rere bermonolog.

"Gue yakin,kak Sean pasti udah punya pacar. Mana mungkin muka seganteng dia masih jomblo. Aduh..gimana ya,jadi merasa bersalah banget kalo kak Sean bener-bener udah punya pacar" Rere menggigit bibir dalamnya resah.

Entahlah mengapa ia seperti ini,padahal belum tentu Sean sudah taken.

Ceklek.

Bunyi kenop pintu membuyarkan segala lamunannya. Terlihat Regan--abangnya-- dan Revan--adiknya-- menyembulkan kepalanya.

"Halooo ma sistahhh! Gimana-gimana,apa yang anda rasakan ketika bertemu calon laki?" Revan bertanya sambil menaik-turunkan alisnya menggoda. Lalu menjatuhkan tubuhnya tepat disamping Rere.

"Ih,apaan sih lo!" Rere mendorong tubuh Revan pelan.

"Cakepan gue apa dia dek? Pasti gue yak? Ya kan? Ya kan..?" kini Regan yang menggodanya. Ditambah tingkat ke-pd an abangnya yang diujung batas.

Rere memutar kedua bola matanya jengah. "Pd banget jadi human"

"Ya harus dong,cantik!" Regan mengedipkan sebelah matanya. Membuat Rere bergidik ngeri.

"Bang,dek. Gimana ya,Rere nggak siap... Rere juga gak mau ninggalin kalian disini,huhu.." ia melengkungkan bibirnya sedih,lalu memeluk kedua saudaranya.

Regan mengusap punggung adik perempuan satu-satunya. Berusaha menguatkan,agar Rere tak sedih. "Sstt..siap gak siap,jalanin aja dek. Ini udah takdir. Soal kangen,kan Rere bisa ke sini sering-sering"

Revan menganggukkan kepalanya membetulkan ucapan Regan. "Betul tuh kak! Tapi sebenernya..dedek nggak setuju kakak nikah,dedek bakalan kangen terus sama kakak dan ntar nggak ada lagi yang mau dibabuin buat ngerjain pr"

Rere lantas melepaskan pelukannya. Menjitak keras kepala Revan. Ia yang tadinya terharu,jadi kesal dengan ucapan adiknya itu.

"Yeeh..dasar Malih!" Rere menatap malas Revan. Dan cowok itu pun terkekeh.

"Gue gak habis pikir sih sama mamah papah. Orang otaknya di taruh di dengkul" Regan menggerutu,seraya mendudukkan bokongnya disamping Revan.

Perasaan Rere tak enak. Jangan-jangan..

"Bang,jangan bilang lo.."

"Iya,gue emang habis debat sama mamah papah" ujarnya santai,tepat dugaan Rere. "Ya gue gak terima lah,masa lo yang masih bocah gini mau di kawinin. Gila kali tuh,orang tua!"

"Bang..tapi gak gitu juga kali. Dia--

"Apa? Lo mending pikirin baik-baik deh Re. Gimana sama masa depan lo? Huh?! Gue gak setuju,banget malah. Tapi mau gimana lagi,"

Rere diam. Benar apa yang dikatakan Regan. Tapi ia juga tak tega menolak permintaan orang tuanya. Sedangkan Revan hanya diam mengerjapkan matanya.

"Tapi Rere mau bantu mamah papah. Perusahaan papah hampir gulung tikar,kalo aja gak ada keluarga pak Adi..mungkin kita udah gak tinggal di rumah ini. Kalau soal sekolah,Rere masih bisa lanjutin. Gak perlu putus sekolah cuman karna menikah" Rere tersenyum. Ia ikhlas sekarang. Bagaimana pun nantinya,akan Rere hadapi.

"Re.." Regan menggeleng tak percaya.

"Rere yakin,abang... Percaya sama Rere" lagi-lagi senyum terbit di wajah gadis itu. Lantas Regan membawa tubuh adiknya ke dalam dekapannya.

"Huaaa..Repan terhura" Revan menangis,benar-benar mengeluarkan air matanya. Ia memeluk kedua kakak-kakaknya.

To be continued.

Fiveteen Where stories live. Discover now