2. Sulut kalut

Mulai dari awal
                                    

Perempuan itu tergerak untuk ke area halaman belakang rumah Haikal yang terlihat terang. Haira juga mendengar suara-suara dari sana. Kakinya terhenti saat melihat ada lilin-lilin di lantai mengarah ke halaman belakang.

🎶

Bahagianya diriku telah milikimu
Tak pernah ku meragu
Tak lagi ku mencari cinta selainmu
Takkan kutinggalkan kamu

Jika ku dapat menata jalanku
Kuingin kau selamanya denganku

Engkau wanita tercantikku
Kuingin kau tahu
Maukah kau jadi teman cintaku?

Sang kekasih terdengar menyanyikan sebuah lagu dengan Jevan yang lihai memetik senar gitarnya. Rasa haru menyelimuti Haira saat ini, apalagi setelah melihat balon-balon berbentuk hati dan banner bertuliskan 'Happy Anniversary'. Entah sejak kapan Haikal menyiapkan semua ini, tapi ini begitu mengejutkannya. Setelah selesai menyanyi Haikal menghampiri Haira dengan seikat bunga yang cantik sekali.

Sebulir air menetes saat melihat senyuman Haikal yang amat tulus, dan lewat senyum itu saja Haira dapat meraskan cinta yang dalam. Sebuah ketulusan yang tak terucap, tak bersuara, namun amat kuat. Tangan laki-laki itu tergerak untuk menyeka air mata sang tercinta dengan gerakan lembut.

"Sayang, kok nangis?"

Haikal menarik tubuh itu ke dalam pelukannya yang hangat dan ternyaman. Dalam dekapan itu Haira berbisik, "aku sayang sama kamu."

Sudut bibirnya terangkat, melukiskan lagi sebuah senyuman. Haikal tersenyum mendengar ucapan Haira, yang ia harap itu benar adanya.

Sedangkan dalam kepala Haira sedang mati-matian meyakinkan ucapannya sendiri.

°°°


Kopi itu tak kunjung ia sentuh, mungkin sudah tak lagi panas karena sudah ditinggal selama dua puluh menit. Pemilik secangkir kopi itu melamun sambil tersenyum tipis dari tadi. Entah melamunkan apa, asal bukan sesuatu yang jorok, tidak apa. Seseorang geram melihat pemandangan itu sejak tadi lantas mengambil sebuah bantal sofa dan melemparkannya tepat pada kepala Sandika.

"Anjing!" umpatnya.

"Lu nggak punya anjing," sahut Jeremia santai.

Sandika menoleh dengan wajah jengkelnya, "nggak perlu melihara, orang teman gue kayak anjing semua."

Jeremia ini setidaknya masih punya sedikit akhlak, beda dengan Sandika. Jeremia ini anak Tuhan yang cukup baik, setidaknya dalam sebulan dia pergi ke gereja sebanyak dua kali. Itu juga sebenarnya dipaksa, diiming-imingi dengan tiket konser band idolanya DAY6. Anak musik banget, jago main drum juga. Tapi jeleknya, selain jago main drum, Jeje juga jago memikat hati wanita. Gebetannya banyak, di hari pertama ospek saja sudah dapat kating yang super cantik!

"Gue anjing dong?"

"Bukan gue yang ngomong lho." Sandika menangkat kedua tangannya rendah.

"Astaghfirullah, yok tobat yok, mulutnya itu guys," tegur Rakka.

Nah kalau ini, Muhammad Rakka. Anaknya pak ustad Junaedi. Pernah hatam Al-Quran dalam dua bulan, Alhamdulillah. Mantan anak pondok, tapi akhirnya memutuskan untuk kuliah di universitas negeri. Sialnya, keluar dari pesantren malah bertemu Sandika dan Jeremia. Jadi akhlaknya luntur seiring berjalannya waktu.

Buana | Sungchan✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang