Chapter 10: Best Version

8.4K 1K 203
                                    

Yang belum follow akun wattpadku, jangan lupa follow ya🧡

.
.
.

"Strive to become the best version of you instead of the best copy of someone else's life."

― Edmond Mbiaka

----------❅❅❅----------

Raphael mengumpat keras saat dering ponsel itu tak kunjung berhenti. Perlahan, ia membuka matanya, melirik jam dinding dan kembali mendesah kesal. Sinar matahari bahkan belum terlihat dibalik sela gorden. Namun, Raphael merasakan sepasang tangan memeluk leher dan dada telajangnya mesra. Rambut merah panjang menutupi wajah cantiknya, sementara tubuh telanjangnya terbalut selimut di baliknya.

Kesal, Raphael menjauhkan tangan wanita itu hingga pemiliknya terjaga seketika. Raphael menatapnya tajam. Seharusnya merekasebagai flamingos tahu bagaimana Raphael selama ini; ia tidak pernah membiarkan wanita tidur di sampingnya sepanjang malam selain, mereka harus pergi setelah 'permainan' mereka selesai. Sebagai "Kenapa kau masih ada di sini? Keluar sekarang!"

Wanita itu menutupi dada telanjangnya segera sebelum membungkuk hormat. "Maafkan saya, Boss."

"Cepat keluar!" perintah Raphael lagi. Wanita itu mengumpulkan pakaiannya yang berserakan di lantai dan berlari terbirit keluar kamar.

Setelah wanita itu menghilang dari kamarnya, dinyalakannya lampu tidur di samping tempat tidur seraya meraih ponselnya yang sejak tadi tidak berhenti berdering.

"Apa kau tidak lihat jam berapa sekarang? Kita berangkat pukul 8," Raphael mengawali pagi itu dengan kekesalan. Kemudian, ia meraih jubah yang digantung di samping tempat tidur sebelum berjalan ke balkon kamarnya, menampakan pemandangan taman bunga yang menyegarkan mata.

"Karena mungkin kau ingin segera mencari tahu tentang info ini,"

"Dan info apa yang bernilai seharga tidur nyenyak—"

Perkataannya terhenti saat matanya menangkap siluet wanita yang sangat ia kenali. Dengan seragam Dove-nya, langkahnya terlihat santai saat ia melangkah pelan menuju taman bunga. Raphael bisa melihat kepala wanita itu mengadah keatas dengan mata terpejam. Perlahan kedua tangannya membentang lebar-lebar dan ia pun menikmati segarnya hembusan angin pagi. Langkah ringannya berlari semakin dalam menuju air mancur di tengah taman, sesekali tangannya memainkan air yang berlomba berjatuhan dari bebatuan.

Tapi yang membuat Raphael terpana adalah senyuman itu; senyuman penuh kebahagiaan, syukur, dan ketakjuban. Aneh melihat senyum seperti itu terbit di mansion-nya. Seolah semua ini merupakan suatu keajaiban yang terjadi dalam hidupnya.

"Bumi memanggil Raphael!"

Teriakan Diego kembali terdengar dari seberang panggilan keduanya, membuat Raphael mengerjap tersadar bahwa fokusnya benar-benar teralihkan.

"Kau bilang apa tadi?" tanya Raphael dengan pandangan tetap terfokus pada pemandangan di depannya.

----------❅❅❅----------

Kebiasaannya bangun jam enam pagi sejak hari pertama di sini kini sudah berubah menjadi kebiasan. Namun ada hal yang ia syukuri; setiap pagi, ia bisa memulai hari dengan melihat matahari terbit dari balik bukit. Pemandangan itu dapat dilihat dari taman bunga mansion ini.

Sebelum jam tujuh, ia akan kembali ke mansion dan mulai bekerja.

Eira terkejut melihat beberapa anak buah Raphael sudah berkumpul di sana sepagi ini. Ia pun masuk ke dapur untuk membantu para pelayan lainnya menyiapkan makanan lebih pagi dari biasanya. "Kenapa mereka sarapan pagi sekali hari ini?" tanya Eira akhirnya.

Snow White and The Mafia - Book IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang