16 - Game Over

911 80 11
                                    

Siapa yang bisa menjabarkan segala perasaan David? Tuhan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Siapa yang bisa menjabarkan segala perasaan David? Tuhan. Itu jawabannya. Tapi di bumi? Di dunia yang ia pijaki, siapa yang mau mengertinya? Merengkuhnya saat kakinya melemas tak mampu menopang beban kehidupannya lagi.

Inikah tujuannya hidup? Merasakan kesedihan, kesakitan, dan dendam seorang diri. Kenapa tak ada yang adil dalam garis hidupnya? Ingin rasanya David kembali ke masa kecilnya. Ini sungguh bertolak belakang dengan kehidupannya waktu masih kecil.

Hanya bersahabatkan alam David merenung di pinggiran danau. Menguapkan segala keluh kesah yang selalu dibungkusnya dengan sikap angkuhnya. Kalau saja ia tenggelam di danau itu, apakah ada yang akan menolongnya? Sedangkan saat seperti ini dia hanya seorang diri.

Semua orang menyalahkannya. Semua orang menganggapnya jahat. Ini bukan kemauannya. Tapi waktu yang membentuknya jadi seperti ini.

Apa mereka tak mau mengerti perasaan David yang terombang-ambing? Apakah mereka tak mau mendengarnya menangis untuk semenit saja? Bahkan ibu kandungnya kini menjadi salah satu orang yang menggores luka di batinnya yang sudah teramat tipis.

David menangis dalam diam. Air matanya tumpah dengan binar tatap mengarah ke danau lapang di hadapannya. Dengan memeluk lututnya, David duduk disana. Tentu saja seorang diri. Bersama alam. Angin, langit, danau dan kebenciannya.

Otaknya memutar rekaman kenangannya bersama Surya dan Windy juga Niana. Rindu? Tentu. Tapi sekarang keluarga itu seolah membuangnya. Jangankan menjenguknya. Menelponnya saja tidak pernah.

Mereka seperti hilang begitu saja. Menganggap David sudah lenyap dalam kehidupan mereka. Fokus mereka hanya Gatra. Anak penyakitan itu.

Teringat dengan Gatra, rasa kebencian David kembali mendominasi. Tangan yang memeluk lututnya mengepal kuat sampai buku-buku tangannya memutih. Geram.

Sungguh, David membenci Gatra melebihi apapun. Mungkin jika anak itu lenyap dari dunia ini, semua orang akan kembali padanya. Pujian, kasih sayang dan kemewahan itu akan berlabuh ke dirinya kembali. Apakah bisa?

David memukul tanah yang ditumbuhi rerumputan tempatnya duduk. Mungkin jika ada Gatra disini pukulan itu akan bersarang di wajah bak mayatnya itu.

"Gue nggak akan lepasin lo, sebelum lo mati di tangan gue!" kata David pelan. Rahangnya sampai mengeras menahan amarahnya sendiri.

Bangkit dari duduknya David beranjak dari tempat itu. Menghapus air matanya kasar.

---------------------------------

"Tania ke mana?" tanya Windy. Hari masih pagi. Waktunya beraktifitas. Niana kuliah dan dirinya juga Surya harus ke kantor. Bagaimana dengan Gatra yang masih disini seorang diri?

"Sekolah lah, Ma," balas Niana.

"Kamu kuliah, Kak?"

Niana mengangguk. "Tapi kayaknya sih nggak lama, soalnya cuma mau ketemu dosen doang."

Same (End)Where stories live. Discover now