Part 21

2.3K 307 10
                                    

Permainan ayo-saling-menghindar ini sudah tidak sehat. Bimo dan Loveyna benar-benar kikuk. Semua orang bisa melihat mereka tidak rukun. Bimo tersiksa, sungguh-sungguh tersiksa.

"Hei." Bimo menyapa Loveyna santai. Dia mengikuti Loveyna hingga ke perpustakaan. Loveyna duduk di meja paling ujung, di tempat yang paling sepi.

Tatapan Loveyna tajam. "Jangan bicara dulu denganku. Aku masih marah denganmu."

"Oh." Beban yang menekan Bimo dari kemarin sedikit terangkat. Ini justru lumayan. Loveyna akhirnya mau bicara kepada Bimo. Kemarin, melihat Bimo sekilas saja dia langsung ambil arah yang berlawanan.

Bimo duduk di sebelah Loveyna. Setidaknya, Bimo bisa melihat wajahnya lebih jelas. Loveyna beringsut tanpa menoleh.

Loveyna membalik-balik halaman buku. Bimo tahu dia tidak membaca kalimat-kalimat di dalamnya. Bimo jelas sekali mengganggu Loveyna. Semoga saja dalam pikirannya, Loveyna sedang menimbang-nimbang akan memaafkan Bimo atau tidak.

"Bisa kamu pergi dari sini?"

Rasa getir menyebar di mulut Bimo. Terlalu muluk. Itulah akibatnya berharap terlalu tinggi.

"Mengapa?" Dari tadi, Loveyna berusaha mengusir Bimo.

Loveyna memberikan gestur serius kamu tidak mengerti? dengan alisnya.

"Oh, baiklah," gumam Bimo. "Walaupun ini tempat umum dan sebenarnya aku berhak untuk duduk di sini."

Loveyna memutar mata, mulai membereskan barang-barangnya. Dia pergi. Bimo masih mengekor di belakangnya.

Bimo tertawa kering. "Bercanda, Lo."

Loveyna menghela napas. Suaranya terdengar lelah. "Kalau yang kemarin dulu?"

Bimo ingin menerjang Loveyna, terbahak-bahak, lalu mengacak rambutnya hingga Loveyna terpekik-pekik. Bimo ingin bilang kalau itu semua bercanda. Dia yakin sekali, setelah satu dua pukulan dan raungan histeris Loveyna, mereka kembali lagi ke keadaan dulu.

Bimo menatap Loveyna. Kaki Loveyna bergerak-gerak. Dia memandang mata Bimo lalu mengalihkan pandang lalu kembali lagi menatap Bimo.

Iya, Bimo. Apa arti ciuman dan racauan kata-kata putus asa kemarin dulu? Itu semua lelucon?

Sembilu mengiris dada Bimo.

Rasanya nyeri untuk pura-pura lagi. Bimo tidak bisa. Dulu pura-pura jadi temannya sudah cukup. Sekarang tidak. Bimo ingin lebih.

"Bilang, Mo. Kamu bercanda, kan?" Loveyna bergetar menahan tangis. Setitik air matanya turun langsung diseka dengan punggung tangannya. Alisnya bertaut. Ini bukan tangisan manja yang biasanya. Ada kemarahan bercampur sedih.

Bimo diam.

"Kita sahabat, Mo." Loveyna sedikit menengadah. Kantong mata Loveyna kurang besar. Bulir-bulir air membasahi pipinya. "Kamu sahabat terbaikku."

Bagian mana yang tidak ia mengerti? Bimo mencium bibirnya karena Bimo tidak mau berakhir sebagai sahabat saja. Bimo tidak mau diberi label sahabatnya Loveyna. Bimo ingin jadi pacarnya Loveyna.

"Kamu memaafkanku?" tanya Bimo pelan. Nyaris berupa bisikan.

Bibirnya bergetar. "Kamu bisa seperti dulu?"

Sekarang jelas. Bimo diberi buah simalakama.

"Baiklah." Loveyna menghela napas. "Kalau kamu sudah menemukan jawaban, beri tahu aku."

"Lo." Sial. Kacau sekali rasanya cinta-cintaan ini. Kalau ada yang bisa menemukan letak cinta di otak, Bimo mau bagian itu diamputasi. Lebih baik jadi orang dingin daripada diayun-ayun emosi seperti ini.

Lo Dan Mo Dan Segala KemungkinanWhere stories live. Discover now