Part 2

5.9K 737 22
                                    

"The world doesn't understand me and I don't understand the world, that's why I've withdrawn from it."

― Paul Cézanne


Jadilah lembut. Jadilah penyayang.

Kitab suci bilang siapa yang lemah lembut akan memiliki bumi.

Ibu Bimo selalu mengatakan hal yang sama berulang-ulang. Berkali-kali ibunya bilang, orang baik akan bertemu orang baik. Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan.

Dan Bimo percaya dengan semuanya itu.

Tapi dunia tidak ideal dan pada umumnya menjadi lemah lembut identik dengan lemah. Tidak bereaksi dianggap sama dengan kerelaan menjadi sasaran tembak.

Pada mulanya, semua hanya tertawaan kecil yang mengganggu. Bimo menganggapnya seperti denging nyamuk di malam hari, menganggu tapi tidak berbahaya. Bisik-bisik berubah menjadi satu kata kasar yang terang-terangan diucapkan. Bimo berpura-pura tidak dengar. Ketika kata-kata tidak lagi cukup memuaskan mereka, kata-kata jadi kalimat panjang yang membuat Bimo mengernyit.

Tulang lunak, kata mereka.

Bimo diam.

Hermaprodit dalam seragam SMU, kata mereka.

Bimo berlalu.

Saat Bimo tidak bereaksi, kalimat berubah menjadi tindakan fisik. Sepatu Bimo seringkali kotor terinjak "tidak sengaja". Tidak ada yang lucu dari kebiasaan jelek itu tapi mereka selalu tertawa.

Bimo masih diam, menerima dan menelan kemarahan yang menggelegak. Dia memilih menunduk, berlalu secepat mungkin. Semoga dengan begitu, orang-orang gila ini akan meninggalkannya sendiri.

Sekali lagi, dunia tidak ideal. Sikap pasif Bimo malah memantik persaingan di antara mereka. Entah siapa yang memulai, permainan ayo-buat-Bimo-bereaksi tercipta.

Bel pergantian pelajaran berbunyi. Gurunya meminta Bimo mengumpulkan buku latihan sekelas dan mengantar tumpukan itu ke ruang guru untuk diperiksa.

Ketika Bimo berbelok dan melihat pengganggunya berkumpul di ujung lorong, Bimo sudah membayangkan berbagai macam skenario yang akan terjadi. Dia bisa terus di rutenya atau memilih jalan memutar.

Sekilas Bimo melirik sepatunya yang baru saja dicuci. Yeah, terjadilah apa yang harus terjadi. Ini bukan hal baru. Paling akan sama seperti sebelum-sebelumnya.

Salah seorang mendekat, berjalan ke arah Bimo setelah saling melempar cengiran satu dengan yang lain. Koridor masih lebar. Orang itu memilih untuk mepet ke arah Bimo berjalan.

Bimo melangkah pelan.

"Ups." Bahu bersenggolan. Buku-buku berjatuhan.

Terdengar cekikikan.

Bimo menghela napas, berjongkok memunguti satu persatu.

"Aduh. Tidak sengaja." Orang itu berusaha menahan geli. Dia bersirobok dengan gerombolannya seolah meminta pengakuan atas apa yang baru saja dia lakukan.

Jangan pedulikan. Tidak usah bereaksi. Bimo menghitung satu sampai tiga. Satu, pipinya terasa panas. Dua, tangannya gemetar. Tiga, mati-matian Bimo menelan rasa kesalnya.

"Enggak apa-apa." Kata Bimo pelan.

Dari ekor matanya, dia bisa melihat sepasang kaki tidak juga beranjak.

Tangan Bimo terulur ke buku terakhir, yang berada di dekat kaki pengganggunya.

Sepersekian detik, ujung sepatu si gila menendang jilid yang membuatnya bergeser menjauh.

Lo Dan Mo Dan Segala KemungkinanWhere stories live. Discover now