BAB 40: MENGIKUTI JEJAK

34.5K 6.1K 640
                                    

M E N G I K U T I

J E J A K

"Saya yakin, kalian berdua sudah mengenal satu sama lain," ujar Inspektur Heru. Kemeja lengan panjang berwarna biru, ditemani dasi senada dan sepatu pantofel hitam, tampak begitu kontras dengan setelan rumahan milikku dan Nicholas. Kalau Bu Restu lihat rapat ini, aku pasti dimarahi.

"Kalian siapa?" tanya Nicholas.

"Saya Heru. Tapi kamu sudah tahu. Anggaplah saya dan dua teman saya merupakan perwakilan dari pemerintah."

Aku memperhatikan garis-garis yang terukir di wajah wanita misterius itu. Ia belum juga mengeluarkan suara. Hanya matanya yang jelas-jelas menilai Nicholas dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Kalian mau apa?"

Sekilas, Nicholas terlihat acuh. Besi yang memborgol pergelangan tangannya seakan tak ada. Seandainya aku tidak menghabiskan berbulan-bulan bersama Nicholas, mungkin aku akan melewatkan setitik ketakutan yang terlukis di wajahnya.

"Negosiasi. Jadi, seperti yang kita ketahui, Dik Nicholas hari Sabtu kemarin main ke kantor saya. Supaya lebih jelas, ini saya putar ulang rekamannya."

Inspektur Heru mengacungkan remot ke arah televisi. Sontak layar di dinding menyala, menampakkan kantor bernuansa profesional.

"Selamat pagi. Nama saya Heru Marciano Siregar. Ada yang bisa saya bantu, Dik?"

Nicholas duduk di sebuah kursi. Tangannya memegang beberapa map berwarna cokelat. Di balik meja, sebuah figur terekam sebagai punggung dan rambut pendek seorang pria.

"Nicholas. Nama saya Abraham Nicholas Djokomono. Saya mau menyerahkan bukti penyalahgunaan narkoba atas nama Adhi Jakadewa Djokomono dan Anastasia Lien tahun 2007-2017 dengan dua syarat."

Aku meluruskan punggung, menegakkan posisi duduk. Kucuri pandanganku ke Leon. Seperti biasa, guruku membentengi ekspresi wajahnya. Nihil. Sia-sia saja aku mengintip, tidak ada ekspresi yang tampak.

"Pertama, saya mau identitas saya sebagai pelapor dirahasiakan. Kedua, saya juga mau kekebalan hukum untuk saya dan Karenina Elka Djokomono. Terutama dari laporan tentang saya yang dikirim atas nama Saritem Widyastuti."

"Saritem Widyastuti?" Suara Inspektur Heru.

"Intel yang ditempatin di sekolah saya."

Kini aku melirik ke dua orang di hadapanku. Mata mereka masih terpaku ke televisi. Sementara aku sendiri ingin segera kabur dan pergi sejauh-jauhnya. Ternyata dibicarakan di depan muka itu tidak enak, ya. Lebih lagi di hadapan tiga petinggi yang berkuasa.

"Tau dari mana saya kalo berkas di tangan kamu asli?

"Bapak bakal dapet berkas yang sama persis dari Sari."

Koreksi, aku lebih tertarik mengubur diri hidup-hidup.

"Kenapa saya harus menuruti syarat kamu?"

"Karena pemerintah butuh saya untuk menghancurkan Societas Visionaria," jawab Nicholas penuh percaya diri.

"Societas Visionaria?"

"Jangan pura-pura nggak tau, Pak. Saya tau BIN udah lama berusaha melacak anggota Societas Visionaria dan dugaan pelanggaran hukum yang berhubungan sama mereka. Sayang, belum berhasil, ya?"

Aku mengernyit. Tadinya kukira masih ada rekaman lagi, tahu-tahu Inspektur Heru sudah mematikan televisi. Ruangan kembali hening.

"Apa hubungannya ini sama saya?" tanyaku memecah kesunyian.

KamuflaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang