BAB 2: SELEKSI DALAM HANOMAN

151K 16.5K 2.1K
                                    

S E L E K S I

D A L A M

H A N O M A N

Kakiku berjalan menyusuri lorong beraroma kayu. Dari luar, sekolahku mirip bangunan kuno zaman Belanda. Jendela yang lebih besar dari gentong, pintu raksasa dari kayu, dan langit-langit tinggi layaknya kubah gereja katedral. Sepengetahuan penduduk sekitar, gedung ini beserta peternakan di belakangnya merupakan aset turun-temurun milik keluarga kaya raya dari Belanda. Gedungnya angker, banyak suara tawa melengking yang muncul di malam hari. Apalagi kalau subuh, terlalu banyak suara anjing yang menggonggong, seolah mereka adalah anjing jadi-jadian. Menurut rumor, krisis moneter lah yang menyebabkan aktivitas gaib di gedung ini. Karena terdesak ekonomi, si kepala keluarga membunuh seluruh anggota keluarganya, termasuk puluhan anjing di rumah, sebelum menembak kepalanya sendiri dengan pistol.

Sungguh, aku tidak paham siapa yang pertama kali menyebarkan rumor itu. Namun rumor gaib selalu efektif untuk mengusir masyarakat di Indonesia. Akibatnya, masyarakat pun tidak berani dekat-dekat dengan sekolahku.

Berbanding terbalik dengan penampakan luarnya yang tak terurus, desain interior sekolahku tidak kalah mentereng dengan hotel. Bedanya, di sekolahku lorongnya jauh lebih banyak, menyerupai Lawang Sewu di Semarang — fakta yang menambah bumbu mistis mengenai sekolah ini. Setiap area dan lantai dinamai berdasarkan nama daerah atau tokoh kesenian di Indonesia.

Sekolah ini juga besar, walaupun tidak sebesar sekolahnya penyihir dia-yang-tak-boleh-disebut-namanya. Kabar baiknya, aku dari awal tidak ada niatan untuk datang ke sekolah sebesar itu. Sekolah seluas Nusantara saja tak jarang membuat kakiku cenat-cenut.

Setelah berbelok dua kali, aku tiba di lorong terakhir menuju ruang Hanoman. Ritme langkahku bergema di lorong. Lantai marmer pucat yang menjadi pijakanku memantulkan cahaya lampu kekuningan. Dindingnya lebih gelap dari lorong tempatku bersembunyi dengan Stella. Lukisan dan bingkai berisi huruf sansekerta tergantung di beberapa sisi. Dari semuanya, yang paling menonjol tentu satu-satunya bingkai berisi huruf sansekerta dengan terjemahan PARIRAKSAKA BHUANA CHAYA. Slogan Nusantara yang secara harfiah berarti pelindung, dunia, dan bayang-bayang. Dalam tata bahasa, slogan tersebut berarti pelindung tanah air dalam bayangan. Slogan yang keren, seandainya siswanya tidak perlu memberi makan hewan ternak setiap hari.

Mataku menyapu langit-langit, yang lagi-lagi dihiasi dengan adegan perwayangan. Semakin dekat dengan ruang Hanoman, panik yang kurasakan tadi semakin parah. Setiap tahun, seleksi misi pertama dilakukan di ruang Hanoman. Menurut kabar burung yang beredar — maaf, kurang tahu burung siapa — seleksinya banyak dan merepotkan. Seleksi terdiri dari tes psikologis, uji ketahanan fisik, serta beberapa tes kejutan yang selalu berganti tiap tahun.

Di satu sisi, aku masih tidak ingin menghabisikan satu semester tingkat akhirku di lapangan. Di sisi lain, aku tidak mungkin sengaja menghancurkan hasil seleksi di ruang Hanoman nanti. Semirip-miripnya guruku dengan guru normal, mereka tetap guru di sekolah khusus. Aku kadang curiga, mereka sebenarnya siluman yang punya mata banyak, atau paling tidak selalu membawa peliharaan berupa makhluk gaib kemana-mana. Soalnya mereka sesusah itu dibohongi.

Contoh paling kecilnya kalau sedang ulangan tertulis. Ada beberapa guru yang selalu kelihatan sibuk sendiri setiap mengawas ulangan. Entah itu main laptop, membaca buku, tidur, atau sibuk dengan gawainya sendiri. Pernah juga ada yang bernyanyi lagu "Mau Dibawa Kemana" milik Armada pakai bahasa isyarat, entah apa maksudnya. Tetapi tetap saja, setiap ada yang menyontek, walaupun hanya satu nomor dan semua orang di kelas tidak sadar dia menyontek, pasti nilainya langsung dibuat nol. Padahal semua siswa di sini pernah diajari kemampuan dasar mencuri informasi melalui media kertas.

KamuflaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang