BAB 19: IKLAN MASYARAKAT

46.8K 7.5K 622
                                    

I K L A N

M A S Y A R A K A T

Kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati. Air matanya berlinang, mas intannya terkenang.

Suara feminim nan erdu mengalun pelan di mobil. Di sela-sela lagu barat dan Indonesia yang sedang naik daun, lagu ini mengingatkanku dengan rumah. Nostalgia mengambil alih tubuhku, membuat bulu kudukku meremang.

"Kok lagunya jadi gini?"

"Iklan masyarakat kali. Ganti aja, Na," balas Nicholas santai.

"Wait! Don't change it. I like the song," ujarku nyaris berteriak. Tangan Tatjana membeku di udara. Aku tidak menggubrisnya. Bibirku ikut bernyanyi tanpa bisa kutahan, "Hutan, gunung, sawah, lautan, simpanan kekayaan. Kini ibu sedang lara, merintih dan berdoa."

"Loh kamu tau lagu ini?" Nina terdengar bingung. Tubuhnya miring ke belakang, memandangiku dengan tanda tanya. Sementara aku, rasanya ingin menangis saja di mobil Nicholas. Tentu aku tahu. Dari sekian banyak lagu nasional yang pernah kudengar, lagu ini kesukaanku. Mungkin hanya sebatas iklan masyarakat di radio terkenal, namun lagu ini berhasil mengusir rasa cemas terhadap penyamaranku malam ini, dikalahkan oleh kegelisahan luar biasa mengenai negeri sendiri.

"My mother used to play this song when I was younger. She would teach me some Indonesian national songs and this one is my favorite." Eva berbohong, tapi Sari tidak. Mama dulu memang sering memutar lagu nasional di rumah. Kalau sedang kosong, dia akan bermain piano, lalu memintaku untuk menyanyikan liriknya. Mulai dari lagu wajib sebangsa Indonesia Raya hingga lagu musiman seperti Gugur Bunga, semua pernah jadi bahan duet kami. Di antara semuanya, lagu Ibu Pertiwi paling istimewa. Air mataku selalu jatuh, walau hanya setetes. Rasanya pedih. Lagu yang tidak mengagungkan Indonesia secara berlebihan, namun dapat menggambarkan realita masa kini.

Pertiwi merintih dan berdoa, mengingatkanku dengan penderitaan yang harus ditanggung bumi Indonesia. Tiang pancang yang menusuk berkilometer ke dalam demi mendirikan gedung pencakar langit, kebakaran hutan yang mengusir orang utan dan gajah dari rumah mereka, laut yang punya lebih banyak sampah plastik daripada ikan, hingga kualitas sumber daya manusianya yang cepat lupa. Lupa rasanya dijajah, lupa rasanya tidak punya negara.

Bantuan apapun yang kuberikan untuk membangun negeri rasanya tidak akan pernah cukup. Kapasitasku terbatas. Hari ini aku hanya diberikan kesempatan membantu dengan menyelamatkan masa depan segilintir generasi muda dari narkoba. Mungkin besok kontribusiku akan lebih kecil, mungkin justru lebih besar. Namun, aku percaya omongan Mama. Kecil atau besar, yang penting aku tidak berhenti. Estafet masih panjang, dan sekarang giliranku untuk berlari.

"Aku juga suka, Va. Liriknya bagus."

"Sok nasionalis lu. Mau nge-pub aja nyanyi lagu nasional," ledek Nina.

"Ah, kenapa, sih? Gue emang beneran suka lagu ini. Lo pasti nggak tau kan ada bait keduanya?" tantang Nicholas ke cewek itu.

"Enggak."

Radio sudah memutarkan lagu lain, melewatkan bait kedua yang dimaksud Nicholas. Memang jarang dinyanyikan, juga jarang diketahui oleh kebanyakan orang. Namun aku lebih suka bait kedua, liriknya menggambarkan harapan akan esok yang lebih baik.

Cowok itu berdeham. "Kulihat ibu pertiwi, kami datang berbakti. Lihatlah putra-putrimu, menggembirakan ibu."

Tidak tahan, aku pun menimpali nyanyian Nicholas. "Ibu kami tetap cinta, putramu yang setia. Menjaga harta pusaka ... untuk nusa dan bangsa."

:::: o ::::

Lagu Ibu Pertiwi masih terngiang-ngiang di telingaku saat mobil Nicholas berhenti di parkiran. Sesuai ekspektasi, parkiran itu penuh, hanya tersedia satu-dua ruang kosong. Kami masuk dengan mudah, walau tulisan di depan menyatakan bahwa usia kurang dari 18 tahun tidak bisa masuk ke dalam. Bahkan Nicholas tidak repot-repot menunjukkan kartu identitas, yang jelas belum ia miliki. Apakah batasan umur di sini hanya formalitas, atau salah satu anggota geng Nicholas memiliki koneksi di dalam? Hanya mereka dan pihak klab malam yang tahu.

KamuflaseOù les histoires vivent. Découvrez maintenant