KOP-22

84.3K 7.2K 225
                                    

        Gadis dengan baju dan tangan yang berlumuran itu berjalan mondar-mandir didepan pintu ruang UGD. Ketakutannya begitu terlihat jelas. Sesekali ia meneteskan air mata dan menatap tangannya dengan penuh rasa bersalah. Kecelakaan di jalan itu terus memutari pikirannya. Allcia tidak sendiri, Fabio ada bersamanya. Suara langkah kaki mendekat, ia terkejut ketika seorang polisi di dekatnya.

"Nona Mackenzie," ucap polisi berwajah tampan dan berkumis tipis itu.

"I.. iya," kata Allcia dengan takut.

Ketakutan Allcia semakin bertambah melihat dua orang polisi lainnya.

"Nona kau harus ikut kami ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Kau sebagai tersangka atas kecelakaan itu," kata polisi.

Air mata Allcia jatuh, "Kan.. kantor polisi? Aku.. aku tidak sengaja melakukannya! Sungguh!"

"Jelaskan itu nanti di kantor polisi, Nona. Jika kau terbukti tidak bersalah, kau akan bebas dari hukuman," balas polisi itu dengan nada tegas.

Pintu UGD terbuka dan keluarlah dokter dan beberapa perawat yang mendorong ranjang putih, disana Adexe terbaring lemah.

Allcia menghampiri wanita berprofesi dokter itu, "Dokter, ba.. bagaimana keadaannya?"

"Keadaannya cukup parah. Ini darurat. Kami harus segera membawanya ke ruang operasi," kata dokter.

Allcia tercengang. Ia hendak menyentuh Adexe, namun perawat lebih cepat membawa tubuh miliarder itu pergi. Polisi mendesaknya, Allcia pun pasrah. Ia melangkah pergi bersama tiga polisi itu. Fabio menatap Allcia dari jauh dengan sendu. Allcia menundukan kepala ketika orang-orang menatapnya. Allcia yakin, reputasinya sekarang dipertaruhkan. Namun Allcia lebih mencemaskan reputasi keluarganya.

"Allcia!" Itu suara Sarah.

Allcia menoleh dan mendapati Sarah, Carter dan Rolene yang terlihat cemas. Allcia hanya menatap mereka dengan datar, lalu kembali menunduk. Diluar ternyata sudah ada beberapa awak media.  Mereka berusaha mendekati Allcia, melontarkan segala pertanyaan menyangkut kecelakaan itu, namun para polisi dengan sigap menghalangi mereka. Sampai mobil-mobil polisi itu pergi, para awak media masih terus memotretnya.

Suara electrocardiogram yang memekik telinga, membuat para perawat dan dokter bergerak cepat. Operasinya belum mulai, tapi hal buruk sudah terjadi. Layar pendeteksi detak jantung itu menunjukan garis lurus. Dokter bersiap dengan defibrillator, ia menggosok sepasang alat itu dengan cepat lalu menempelkannya pada dada Adexe dan menariknya. Dada Adexe sampai terangkat karena tarikan alat itu. Garisnya masih lurus. Dokter tidak menyerah, ia mencobanya lagi.

Disamping itu Allcia begitu tidak tenang di dalam mobil polisi. Polisi sampai mperhatikan tingkahnya yang begitu gelisah. Allcia meremas tangannya sendiri dan menangis tanpa suara. Sesuatu yang buruk pada Adexe terus menghantui pikirannya.

"Maafkan aku.. maafkan aku.." gumam Allcia.

Dokter menarik nafas dan mencoba yang ketiga kalinya. Suara memekik telinga lantas menghilang, garis lurus pada layar kembali seperti semula. Jantung Adexe kembali berdetak.

Allcia telah sampai di kantor polisi, ia duduk berhadapan dengan polisi yang kali ini berwajah cukup sangar. Datanglah seorang pria paruhbaya, berjalan dengan tongkatnya. Polisi bilang bila pria paruhbaya itu adalah saksi kecelakaan Adexe. Allcia menatap pria paruhbaya disampingnya, dan ia dapat senyum darinya. Introgasi pun dimulai. Allcia begitu gugup dan takut, namun ia menyakin diri jika semua akan baik-baik saja.

Aku tidak bersalah. Ini akan berakhir dengan baik. Semua akan baik-baik saja Allcia, batin Allcia.

"Beberapa orang melihatmu mendorong Tn. Leopold saat kejadian itu. Tolong jelaskan alasanmu melakukannya?" kata polisi itu.

King Of PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang