KOP-11

150K 10.7K 364
                                    

Semua tingkah Allcia padanya, terekam jelas dipikirannya. Menurutnya, perlawanan Allcia adalah tindakan berani yang baru ia dapatkan dari seorang wanita. Adexe terbiasa mendapat sikap lembut wanita hanya sekedar mendapat perhatiannya, tapi perhatian itu tinggal harapan. Berbeda dengan Allcia. Tindakan berani nan konyol di hari itu, saat Allcia mencoret-coret mobilnya, sejak saat itu juga Adexe tertarik untuk mengenalnya lebih dalam. Sampai saat ini Adexe masih bingung, mengapa ia tidak bisa membenci Allcia padahal jelas-jelas Allcia menodai biola dan melawannya dengan sarkas. Jangankan membenci, marah pun rasanya Adexe tidak bisa terlalu lama padanya. Berperilaku kasar pun, selanjutnya ia menyimpan rasa sesal.

Jadi begini rasanya bersama orang yang beraura dingin? Tubuh membeku dan lidah kelu untuk berucap, batin Allcia yang melirik Adexe.

Adexe melajukan mobilnya dengan tampang yang begitu dingin, yang selama ini diklaim Allcia itu ekspresi paling menyeramkan.

Meski Rex, Kharel dan Laiv dikenal dingin, mereka tidak pernah begitu padaku. Allcia membatin lagi saat mengingat kakak-kakaknya.

Seumur hidup Allcia, ia terbiasa di kelilingi orang-orang yang ramah. Tapi semenjak ia bertemu dengan Adexe, sosok biolist itu merubah yang terbiasa menjadi beradaptasi dengan hal yang baru. Bagaimana tidak? Adexe Leopold tidak seperti apa yang publik katakan. Kata baik hati tak pantas untuknya setelah apa yang ia lakukan pada Allcia.

Pria itu brengsek, sangat kasar dan keji. Jiwanya seperti psikopat, rutuk Allcia dalam hati.

Allcia sedikit tersentak ketika Adexe tersenyum, senyum yang amat manis. Senyum Allcia terutas, itu mengingatkannya pada kakak-kakaknya, Rex, Kharel dan Laiv. Ketiga pria itu persis seperti Adexe yang dinginnya sedingin pembunuh, namun tiba-tiba melembut. Berbeda dengan Elroy, kakak ketiganya itu lebih ke arah periang.

"Memang benar, hal yang membingungkan jika kita terus pikirkan akan semakin dalam. Itu hanya akan membuat kita sulit menemukan jawabannya," gumam Adexe.

Allcia mengerutkan dahinya.

"Hanya waktu yang bisa menunjukannya," kata Adexe.

"Tuhan juga terlibat," sambar Allcia, "Tanpa Dia waktu takkan berjalan."

Kali ini Adexe tersenyum kecut, "Aku tidak percaya denganNya."

"Mengapa tidak?" tanya Allcia dengan nada kesal.

"Apa kau percaya padaNya?" Adexe justru balik bertanya.

Allcia mengangguk mantap, "Sangat percaya! Tuhan adalah segalanya. Hidupku sempurna, itu karenaNya. Hidupku berantakan sejak ada kau pun itu karenaNya. Tetapi aku tidak menyalahkanNya. Aku yakin, ada maksud mengapa Tuhan mempertemukan aku denganmu. Mungkin.. Dia ingin aku beradaptasi dengan orang sepertimu."

Adexe mengernyit, "Beradaptasi?"

"Ya! Selama ini aku tidak pernah bertemu dengan orang aneh sepertimu."

"Menurutmu aku aneh?"

"Kalau kau diposisiku, pendapatmu sama sepertiku."

"Aku tahu kau tidak suka dengan caraku, tapi inilah yang harus ku lakukan. Aku mencintaimu, Allcia."

Allcia membulatkan matanya. Ia tak membalas ucapannya, ia hanya menatap Adexe yang tengah menyetir.

"Aku tidak peduli apa pendapatmu tentangku. Tidak masalah jika kau tidak membalas perasaanku. Tujuanku adalah memilikimu," gumam Adexe.

"Kenapa kau ingin memilikiku?" balas Allcia.

"Kau adalah hasratku," balas Adexe.

Allcia tertawa hambar, "Hasrat adalah nafsu. Cinta dan nafsu itu berbeda, ada batas tegas antara keduanya. Sejatinya cinta itu tanpa alasan."

King Of PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang