4.1

2.8K 511 42
                                    

BAB EMPAT PULUH SATU

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

BAB EMPAT PULUH SATU

"My father couldn't warm my frozen hands."

― Tahereh Mafi, Shatter Me

-


Jakarta,

delapan tahun sebelumnya


Dunia Gita seakan runtuh, se-runtuh-runtuhnya. Atau mungkin, dia-lah yang terjatuh, jauh ke dalam kegelapan absolut, seiring dengan isak tangis Tante Aria dan suara Papa yang terus menggema dalam telinganya. Gita tidak dapat merasakan tangannya, kakinya, dan dia seakan lupa caranya bernapas. Jantungnya berhenti berdetak selama beberapa detik, dan hatinya terasa nyeri luar biasa.

Gita tidak percaya. Tenggorokannya semakin terasa kering, namun ia masih bisa memaksakan seulas senyum tipis, yang diiringi oleh kekehan kecil yang terdengar luar biasa pahit, bahkan di telinganya sendiri. "Maksud Papa apa?"

Papa masih memeluk Gita, sangat erat, hingga rasanya keduanya tidak dapat bernapas. Namun, tanpa melakukan itu pun, baik Papa maupun Gita telah merasakan sesak dalam hati masing-masing. Jemari Papa bergetar, dan ia enggan menjawab Gita.

Perlahan, air mata Gita luntur. Perasaan sedihnya berubah menjadi perasaan marah, dan ia mulai memukul-mukul Papa dan segala hal yang berada di dekatnya. Botol air mineral yang tadi isinya diteguk Papa, ia tendang hingga berguling ke tengah koridor. Tempat makan berisi nasi goreng buatan Mama pun ikut tertendang, jatuh ke lantai yang dingin. Beruntung tutupnya tidak terbuka.

"Ini bohong, 'kan? Pa, Mama masih bisa ketemu aku lagi, 'kan?!" jerit Gita di antara isak tangisnya yang menggema dalam koridor. "Pa, jawab! Iya 'kan, Pa?!"

Papa terisak sedih, menangkup kedua pipi Gita. "Mama akan selalu ada di sini, Gita."

Rasanya, Gita ingin menjerit, dan mengatakan kalau Papa adalah pembohong paling buruk sepanjang masa. Namun, ia hanya dapat terus menangis. Napasnya yang sesenggukan terdengar sangat memilukan, dan Tante Aria serta Aiden hanya dapat menatap dengan sedih dari jauh.

Gita ingin bertanya mengenai alasan Mama meninggalkan mereka. Apakah Gita menyebalkan, sehingga Mama kesal padanya dan memutuskan untuk pergi? Apakah Mama sudah tidak menyayangi Gita dan Papa lagi?

Butuh waktu yang lama hingga tangis Gita reda. Ia masih terisak sesekali, namun napasnya sudah mulai teratur sementara Papa mengelus-elus punggungnya.

Aiden melangkah mendekat dengan hati-hati, kemudian menunduk untuk memungut botol air mineral yang tadi ditendang Gita. Tante Aria berjalan di belakang anaknya itu dengan mata yang sembab.

Indra ke-6Where stories live. Discover now