3.4

3.2K 566 169
                                    

BAB TIGA PULUH EMPAT

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BAB TIGA PULUH EMPAT

"We went on every single ride and loved every minute of it!"

― Khloé Kardashian

-

Jakarta,

delapan tahun sebelumnya


Sore harinya, tentunya setelah mengerjakan tugas dan membantu Mama memasak, Gita duduk di teras rumahnya untuk menunggu Indra. Sementara anjing yang kini sudah menjadi milik mereka berdua itu, Muffin, sudah sampai di rumah Gita dan tengah asyik menikmati elusan lembut gadis tersebut pada puncak kepalanya.

Angin sore berhembus pelan menerbangkan dedaunan. Sepertinya, sebentar lagi hujan akan turun. Gita harus menelan kekecewaannya bulat-bulat begitu menyadari kalau hari ini ia tidak bisa berjalan-jalan bersama Muffin dan Indra. Yah, setidaknya, kalau Mama mengizinkan, Gita bisa mengajak Indra bermain di dalam rumahnya.

Beberapa menit sebelum tetesan air gerimis mulai membasahi daratan, mata Gita menatap sosok Indra yang tengah berlari-lari kecil menghampiri rumahnya. Seperti biasanya, Indra muncul dari balik tikungan yang terletak di ujung jalan. Namun, hari ini, ada yang berbeda dari anak laki-laki itu — yakni, sebuah tas ransel hitam yang menempel pada punggungnya. Indra hampir tidak pernah membawa tas. Apapun yang ia bawa, sepertinya selalu ia genggam di tangan.

Dengan penasaran, Gita bangkit untuk menyambutnya. Senyum Gita cerah, membuat Indra meresponnya dengan tak kalah lebarnya.

Muffin menyalak, lalu meringkuk di bagian pojok teras, seolah-olah ingin melindungi diri dari dinginnya hujan. Indra tertawa kecil untuk menggaruk-garuk bagian bawah telinga anjing tersebut.

"Kamu bawa apa?" tanya Gita ketika Indra sedang bergerak untuk membuka sepatunya. Indra menatap Gita dengan sebelah alis terangkat bingung, sehingga Gita pun bergerak untuk menunjuk tas ransel milik anak laki-laki itu. "Itu, lho. Tas kamu."

"Oh," angguk Indra sambil menoleh ke arah punggungnya, seolah-olah baru sadar kalau ia membawa tas sejak tadi. Diturunkannya tas tersebut, kemudian ia menarik ritsleting-nya agar terbuka. Tangannya mengaduk-aduk isi tasnya sejenak, sebelum akhirnya matanya kembali bertemu pandang dengan mata Gita. "Mainan? Monopoli, ular tangga ... sejenisnya."

Mata Gita langsung berbinar. "Oh, ya? Ayo, main. Di dalam aja, yuk. Ada yang mau aku ceritain juga."

Indra tersenyum kecil, lalu mengangguk. Ia kembali menutup tasnya dan segera menyampirkannya di bahu.

Gita membuka pintu rumah. Dipersilahkannya Indra untuk masuk, kemudian ia pun ikut masuk dan segera menutup pintu. Sementara Gita pergi ke dapur untuk mengambil minum, Indra menatap ke sekeliling dengan canggung. Dengan sedikit ragu, anak laki-laki itu pun duduk di sofa ruang tamu.

Indra ke-6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang