3.2

3.1K 562 40
                                    

BAB TIGA PULUH DUA

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

BAB TIGA PULUH DUA

"Ten minutes with a genuine friend is better than years spent with anyone less."

― Crystal Woods, Write like no one is reading 2

-

Jakarta,

delapan tahun sebelumnya


Angkat dagu ke atas.

Berjalan dengan tegap (tapi jangan lupa melihat ke bawah, siapa tahu ada kulit pisang yang dapat terinjak).

Tidak perlu mempedulikan tatapan mata dari Elang dan teman-temannya — kata Indra, mereka hanya iri.

Sejauh ini, seluruhnya cukup mudah dilakukan, kecuali poin ketiga. Sebab, Gita baru saja mencapai pintu kelasnya dan dia masih sibuk mengumpulkan keberanian serta 'menebalkan' mukanya untuk menghadapi teman-teman sekelasnya. Setelah Gita dipanggil oleh guru ke ruang Bimbingan Konseling untuk dinasihati, gadis itu belum melihat teman-temannya lagi, sama sekali. Apalagi Elang — Gita tidak mau repot-repot menatap mukanya.

Gita menarik napas, kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Dieratkannya pegangan tangan kirinya pada tali tasnya, sementara tangan kanannya meraih kenop pintu. Kenop tersebut terasa dingin di tangannya. Sebelum Gita menyesali keputusannya untuk masuk sekolah, atau bahkan kejang-kejang karena terlalu gugup, gadis itu segera membuka pintu.

Seisi kelas menatapnya. Masih dengan wajah datarnya yang sudah ia latih selama sehari penuh kemarin, Gita melangkah ke arah mejanya. Rere tersenyum ke arahnya, dan Kayla yang sedang duduk di sebelah teman sebangku Gita itu segera berdiri untuk membiarkan Gita duduk.

"Nggak apa-apa, Kay," ucap Gita sambil melepas tasnya. Tangannya menggesturkan pada Kayla agar gadis itu duduk lagi. Dengan ragu, Kayla pun duduk sedikit merapat pada Rere, dan Gita mengikuti untuk duduk di sebelahnya. Untungnya badan mereka bertiga cukup kecil.

Rere menyodorkan buku tulisnya pada Gita. "Nih, catatanku waktu kamu nggak masuk. Kamu salin aja."

"Makasih, Re."

Gita mengambil buku tersebut, lalu memasukkannya ke dalam tas. Sementara Gita mengalihkan pandangannya dari Rere dan Kayla yang segera kembali membicarakan tentang wangi sampo kesukaan mereka, ia dapat mendengar beberapa teman sekelasnya sedang menatapnya, dan sebagian yang lain sepertinya sibuk membicarakannya.

Atau Gita hanya terlalu paranoid.

Berpikir positif, ingat Gita pada diri sendiri, mengutip perkataan Indra tempo hari.

Baru saja Gita akan ikut menimbrung dalam percakapan Rere dan Kayla, pintu kelas terbuka. Jantung Gita berdegup keras ketika sosok Elang muncul dari baliknya dengan tampang sok khasnya. Tasnya disampirkan ke salah satu bahu, dan tangannya yang satu lagi membawa tas persegi berisi kotak bekal. Rambutnya yang lebat terlihat segar seperti baru habis dikeramas. Dan hal itu membuat Gita ingin memecahkan telur di kepala anak laki-laki tersebut.

Indra ke-6Where stories live. Discover now