-02.2-

109K 10.3K 78
                                    


Mendapat pertanyaan seperti itu, Celine segera mengalihkan pandangannya dari Reinald. Tidak ada gunanya lagi menjelaskan panjang lebar kepada Reinald. Yang sekarang Celine butuhkan adalah hasil rekaman dari CCTV yang dapat ia jadikan sebagai bukti, serta alasan mengapa Christopher tidak takut dan memilih untuk berbohong.

"Terserah!"

"Apa maksud kamu dengan terserah? Kamu tuduh anakku seperti ini tanpa ada bukti, bagaimana bisa terserah?"

Suara keras Reinald kembali menarik perhatian para pengunjung. Mereka menatap Celine, Reinald serta Christopher dengan pandangan bingung dan terganggu sebelum melanjutkan aktivitas mereka kembali.

"Aku sudah mencoba untuk mendapatkan bukti, tapi CCTV itu rusak..." jawab Celine sambil menunjuk CCTV yang ada di atas kepalanya. "Sedangkan untuk melihat hasil rekaman CCTV lain, aku perlu atasan mereka yang entah sedang berada di mana."

Celine mengamati Reinald yang sedang mengedarkan pandangannya pada langit-langit kafe, "lain kali... kalau mau menuduh atau berasumsi, silahkan tanya pandangan orang lain dulu. Masalah bisa terjadi karena sudah menyangkut dua orang atau lebih. Jika kamu membenarkan pandangan yang salah, tersangka bisa jadi korban... korban bisa jadi tersangka. Budayakan bertanya sebelum menuduh," tambah Celine sebelum bangkit dari kursi kemudian berjalan meninggalkan Reinald dan Christopher.

Celine berjalan dengan langkah tegap, ia tidak mau menunjukkan sakit yang sedang ia rasakan. Ia akan menahan denyutan sakit pada punggung kakinya agar tidak terlihat seperti wanita lemah dan dapat diinjak-injak begitu saja. Harga dirinya tidak boleh direndakan hanya karena insiden tadi, cukup kakinya saja yang ditusuk dengan garpu.

Celine menghirup udara segar setelah berhasil keluar dari Kafe BlackBean. Ia mengeluarkan semua unek-unek yang ia rasakan tanpa memerdulikan jika perkataannya akan didengar oleh orang lain yang sedang lewat, "apa-apaan? Menang di wajah saja! Kelakukan minus!"

Baru saja mengeluarkan semua unek-uneknya, Celine baru sadar jika sedari tadi sedang turun hujan. Ia segera melindungi kepala dengan clutch yang ia genggam agar ia terhindar dari penyakit kala hujannya – sakit kepala karena hujan.

Celine segera berlari untuk berlindung di bawah kanopi yang melindungi teras ruko. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam clutch kemudian memesan taksi online untuk bisa pulang. Celine baru berhasil memesan taksi online pada percobaan ketiga.

Layar ponselnya menampilkan panggilan masuk dari nomor asing, yang langsung diterimanya.

Supir taksi online.

"Saya ada di dekat Kafe BlackBean, beberapa ruko sebelum kafe. Saya pakai gaun hitam," jelas Celine sebelum memutuskan sambungan telepon.

Celine mendongakkan kepala menatap langit yang mendung, ia mengulurkan tangannya keluar dari perlindungan kanopi utnuk merasakan tetesan hujan jatuh di atas telapak tangan.

Tiba-tiba, telapak tangannya ditarik dengan kecang sehingga ia menubruk badan keras dengan kuat. Badan yang terasa hangat di tengah hawa dingin karena hujan.

Celine berusaha dengan keras melepas pelukan itu, namun ia tidak bisa... ia kalah dalam hal tenaga. Sehingga yang bisa ia lakukan hanyalah mendongakkan kepala disela-sela pelukan erat orang yang menarik tangannya dengan sesuka hati.

Yang bisa Celine lihat hanyalah rahang bawah dengan bakal-bakal kumis serta jakun yang bergerak naik turun.

"Pulang denganku."

"Kamu siapa?" tanya Celine yang masih kesulitan untuk melihat wajah pria yang sedang memeluknya ini. Saat ini mereka sedang berjalan membelah hujan sambil berpelukan, versi buruknya adalah berjalan seperti kepiting.

Pria itu tidak menjawab pertanyaan Celine. Dia sibuk membuka pintu mobil yang cukup tinggi untuk Celine, sehingga Celine harus mengangkat kakinya dengan susah payah karena terbalut sepatu hak tinggi serta terhalang oleh gaun yang menyempit di bagian lutut. Celine menaiki mobil itu dengan posisi miring, kemudian mengikuti pria yang sedang berlari kecil memutari mobil setelah menutup pintu dengan pandangannya.

"Sampai namaku saja kamu lupa?" tanya Reinald setelah duduk di balik kemudi. Ia memakai sabuk pengaman kemudian menyalakan mesin mobil, setelah itu meraih tisu yang ada di atas dashboard untuk mengelap air hujan dari tangan dan wajahnya.

Prang!

Imajinasi Celine akan pria tampan yang menariknya keluar dari hujan kemudian berjalan romantis di bawah lindungan payung bening maupun menutupi mereka berdua dengan jas kerja... serta berciuman di bawah hujan langsung hancur seketika.

Celine menatap kesal Reinald yang sedang mengulurkan kepadanya sekotak tisu.

"Kenapa tidak jawab? Marah?" tanya Reinald. "Yang seharusnya marah itu, aku... kamu sudah tuduh anakku seenaknya." Reinald meletakkan kotak tisu yang ia pegang secara kasar pada tempat semula.

Celine mencengkram handle pintu kuat-kuat, mencoba menyalurkan amarah pada benda mati tidak berdosa itu.

"Yang berhak marah adalah aku, bukan kamu maupun Christopher! Aku adalah korban. Aku gak kenal kamu... hari ini adalah hari pertama kita bertemu, kenapa kamu seperti ini?"

Hawa dingin mulai memenuhi mobil Reinald.

Celine membuka pintu mobil kemudian mendorongnya agar terbuka sempurna, "aku rasa perkenalan kita cukup sampai di sini. Aku yang akan bilang ke Jonathan kalau niat baiknya tidak berhasil."

Celine melompat turun dari mobil yang lagi-lagi membuatnya berdecak kesal karena terlalu tinggi kemudian berjalan di bawah hujan. Ia melupakan sakit yang akan menyerang kepala jika terkena hujan. Sakit yang membuatnya tidak pernah berani untuk berlari di bawah hujan hanya untuk sekedar menatap pelangi lebih jelas, serta tidak bisa berciuman di bawah rintik-rintik hujan seperti orang lain.

Celine terus berjalan, kemudian berteduh di bawah atap ruko ketika mendengar samar nada dering ponselnya. Ia meraih ponsel dari dalam clutch dan mendapati panggilan tak bernama yang dikenalinya sebagai nomor supir taksi online tadi.

Sebelum ponselnya basah oleh tetesan air hujan, Celine segera menggeser ikon berwarna hijau ke kanan, kemudian menempelkan ponsel pada telinga kanan, "halo? Ah! Iya... Maaf, Pak. Saya segera ke sana, di depan Kafe BlackBean kan? Tidak... tidak perlu putar balik untuk jemput saya."

Celine segera berlari kecil menuju Kafe BlackBean yang berjarak lima ruko dari tempat ia berteduh saat ini. Ia memastikan nomor plat mobil sama dengan plat yang ia dapatkan dari identitas supir. Setelah itu, Celine memegang handle pintu belakang mobil untuk membukanya.

Namun pintu itu kembali ditutup oleh telapak tangan besar yang kemudian menarik pergelangan tangannya... menjauhkannya dari taksi yang sudah ia pesan.

Punggung lebar pria itu berada tepat di hadapannya dan berbicara dengan suara yang cukup kencang pada supir taksi online melalui kaca jendela mobil yang sedikit terbuka. "Gak jadi pesan taksi, Pak. Ini ongkosnya. Terima Kasih."

Reinald.

Pria yang lagi-lagi menarik tangannya adalah Reinald.

Pria yang baru ia kenal kurang lebih dua jam yang lalu.

"Kita perlu bicara." 


***

Sambil menunggu, silahkan baca Help Me, Chris!

(kisah Christopher dan Cia--kelanjutan Sweetest Karma dan My Lovely Devils)


Follow akun IG :

sendlyanyourmails && christopherkurnia


Group Line : sendlyanyourmails [silahkan chat aku, dan aku akan invite]

[SUDAH TERBIT] MY LOVELY DEVILSWhere stories live. Discover now