Bab 12 : Saatnya Jujur

12.9K 1.3K 11
                                    

Enggak ada pilihan selain menuruti ucapan Nico. Dia mengajakku pergi ke suatu tempat, dia membawaku melewati kerumunan orang-orang yang memperhatikan kejadian tadi.

Aku tertunduk malu. Karena kejadian tadi dan juga tentang Nico yang sedang memegang tanganku. Entah mana yang lebih membuatku malu.

Nico terus berjalan ke dalam gedung. Entah ke mana dia mau membawaku. Kita berdua sampai berjalan menaiki anak tangga ke lantai atas. Di lantai atas tidak ada siapa pun. Nico masih memegang tanganku, dan baru melepaskan genggamannya setelah kita sampai di beranda.

"Silakan duduk." Nico mempersilakanku duduk di salah satu kursi kayu yang ada di beranda itu.

Pfuuuhhh... Aku menghela nafas panjang. Hampir aja tadi aku terbawa emosi, untungnya aku bisa menahan diri dan masih tahu sopan santun untuk enggak menghancurkan acara orang.

Untuk sejenak suasana terasa hening. Dari atas sini memang masih bisa terdengar suara ramai di bawah, tapi enggak begitu jelas. Aku melirik sekilas ke arah Nico yang duduk di sampingku. Dan ternyata dia sedang melihat ke arahku. Karena terkejut aku langsung memalingkan wajah.

"Maaf ya." ucapku pelan sambil tertunduk.

"Enggak perlu minta maaf. Bukan salah kamu juga, yang bikin keributan kan Dennis. Nanti kalau dia udah sadar aku bakal nagih permintaan maaf dari dia karena udah mengacau di acara aku." sepertinya Nico coba menghibur aku.

"Oya, aku lupa bilang satu hal sama kamu."

"Apa?"

"Kamu kelihatan cantik malam ini. Gaun putih itu cocok kamu pakai. Dari kejauhan tadi aku kira lagi ngelihat malaikat." ucapan Nico itu membuat aku melihat ke arahnya dan mengerutkan dahi. Agak aneh rasanya mendengar Nico bicara gombal seperti itu.

"Enggak lucu ya? Padahal niat aku mau bikin kamu ketawa." lanjut Nico. Aku malah tertawa karena ucapannya ini. Cara menghibur yang aneh.

"Nah, gitu dong. Kamu kan kelihatan lebih cantik kalau ketawa."

"Udah deh, enggak usah bercanda lagi."

"Aku enggak bercanda kok. Kali ini aku serius. Kamu emang kelihatan cantik malam ini."

"Jadi aku cantiknya cuman malam ini aja?" giliranku yang menjahili Nico.

"Oh... Bukan gitu maksud aku..."

"Bercanda kali!" seru aku. Nico tertawa lega dan aku pun ikut tertawa bersamanya.

"Udah ngerasa lebih baik sekarang?" tanya Nico dengan raut wajah yang lebih serius.

"Iya, makasih ya."

Kita berdua kembali terdiam sesaat. Lalu tiba-tiba terdengar suara handphone, Nico pun mengeluarkan handphone dari sakunya lalu mengeceknya.

"Ada yang nelpon kamu?" tanyaku karena Nico hanya diam setelah melihat layar handphone-nya.

"Bukan, ada email masuk. Aku bisa baca email-nya nanti aja. Oya, kamu enggak kedinginan?" aku merasa Nico seperti sedang mengalihkan perhatian.

"Lumayan."

"Kalau gitu kenapa kamu pakai gaun yang terbuka kayak gitu?"

Memang gaun yang aku pakai ini off-shoulder, jadi makin terasa angin yang berhembus cukup kencang ini.

"Tadinya aku mau pakai coat atau blazer, tapi karena aku kira acaranya diadain di dalam ruangan jadinya enggak jadi aku pakai." jelasku.

"Kalau gitu kenapa enggak pakai gaun lain yang ada lengannya?"

"Enggak ada gaun lain. Ini satu-satunya gaun yang bisa aku pakai, soalnya yang lain bau kamper. Aku jarang banget pakai gaun kayak gini." karena cerita aku ini Nico tertawa kecil.

SEMPURNA [END]Where stories live. Discover now