Empat Belas

8.7K 665 2
                                    

Bagaimana bisa dia di sini!? Aku berteriak padaku diriku sendiri. Kenapa dari seluruh tempat di dunia, kenapa dia di sini!? Di toilet sialan ini. Bersamaku.

"Br-Brian." Aku tergagap. Bajingan itu ada di sini. Aku akan mati malam ini.

"Rosaline Gail. Kau begitu cantik. Sangat berbeda saat aku bicara padamu pertama kali," seringainya licik.

"A-apa yang kau-inginkan?"

"Kamu." Dengan cepat dia maju dan menjepitku di antara dirinya dan wastafel. Aku tidak bisa bergerak. "Kau begitu sialan pergi dariku, meninggalkan New Jersey. Aku mencarimu bertahun-tahun," geramnya di leherku sambil menarik rambutku dengan kasar. Aku meringis. "Ya. Aku sangat suka kau seperti itu. Kesakitan tidak berdaya di tanganku. Biar aku meninggalkan luka permanen di tubuhmu sebagai tanda bahwa aku bisa dengan mudah mendapatkanmu! Pacarmu yang mencintaimu itu tidak punya kekuasaan apa pun untuk menyelamatkanmu karena sekarang kau di sini, hanya berdua bersamaku! Kau yang selalu mencintaiku. Kau tidak mencintainya, kan?"

Steven. Dia bilang mencintaiku. Apa maksudnya itu?

"Br-Brian." Aku melirih dengan suara permohonan.

Justru dia semakin menarik rambutku dan mencengkeram lengan bebasku sampai sakit. "Ya, Rossy-ku sayang." Dia tertawa keras. Membuat gaung di telingaku. Aku benci suara tawa liciknya. "Kita bersenang-senang malam ini, seperti dulu. Dunia ini tidak cukup luas untukmu berlari dariku, Rossy. Aku akan selalu menemukanmu."

Tidak. Tidak Tidak.

Brian menarik lenganku dengan kasar dan menghempaskanku hingga menghantam dinding. Aku terhuyung-huyung dan terjatuh ke lantai. Dia tertawa lagi. Berjongkok ke arahku. Tangannya menangkup wajahku dengan kasar. Dia menatapku penuh keinginan untuk menyakiti. Aku tidak tahu mengapa dia melakukan itu. Dagunya yang mulai berjenggot menelusuri pipiku membuat bulu belakang leherku merinding. "Katakan kau mencintaiku, Rossy."

Tidak. Aku tidak mencintainya. Aku mencintai Evan.

"Apa kau mencintaiku?" bisiknya lagi. Aku hanya diam. Aku sangat yakin tidak akan mengatakan itu. Dia terlihat geram karena aku diam. Wajahnya mengeras. Tiga detik berlalu terlalu cepat ketika dia menghantamkan kepalaku ke dinding dengan keras. Kepalaku berdenyut-denyut. Sesuatu mengalir di pipiku—keringat? darah? Pandanganku menjadi kabur.

"Katakan padaku bahwa kau mencintaiku!" geramnya sambil mencekik leherku. Aku kehilangan udara.

Ya Tuhan. Hentikan ini.

"Katakan kau mencintaiku!" geramnya lagi

Napasku tersengal-sengal. "Ya." gumamku hanya seperti bisikan.

Dia melepaskan leherku. Tertawa licik dengan lantang. Aku terbatuk-batuk mencari udara. Sial, aku tidak bisa melarikan diri. Aku tidak punya kekuatan setelah lemas memuntahkan isi perut. Sekarang aku bersama maniak yang begitu terobsesi menyiksaku.

Brian membuka sumbat botolnya dan meminumnya dengan langsung menenggak botolnya. "Kita lihat seberapa banyak kenangan yang kau ingat di antara kita," katanya dengan bibirnya di antara bibir dan hidungku. Memancarkan bau alkohol menyengat di hidungku.

Tidak. Tidak.

Brian menyiramkan minumannya di kepalaku. Itu semakin membuat perih kepalaku yang baru saja terhantam. Alkohol mengalir ke wajahku, leherku, dadaku, membuat gaunku basah. Aku menangis. Aku ingin mual tapi teringat tidak punya apa pun untuk kumuntahkan.

"Ya, sayang. Aku suka saat kau menangis. Kita akan bersenang-senang."

Brian mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya. Sebuah borgol! Sialan. Dipasangkannya borgol ke pergelangan tanganku. Menyingkirkan gelang platina pemberian Evan. Borgol itu terpasang terlalu kencang di pergelangan tanganku. Aku tidak bisa bergerak sedikit pun tanpa menimbulkan rasa sakit. Aku menangis lagi. Ini sangat sakit.

Crashing ControlWhere stories live. Discover now