Tiga

10.5K 835 12
                                    

"Evan Wright itu gila," kataku cekikikan.

Steven ikut terkikik bersamaku. "Atau dia memang memang tergila-gila padamu, Sayang."

Aku menggeleng. "Aku tidak melakukan apa pun, Steven sayang. Kedipan bulu mataku bahkan tidak mampu menembus pertahanan arogannya itu."

Steven masih terkikik. "Kau membuat lelaki-arogan-sialan-kaya raya itu mengirim bunga padamu, meminta jam kencan tambahan—hei! Kau sudah mendapatkannya. Menurutmu apa yang dia lakukan di sekitar sini saat jam makan siang?"

"Entahlah." Aku mengangkat bahu. "Bisakah aku menambahkan? Dia itu lelaki-arogan-penguntit-sialan-kaya raya. Dia tahu umurku. Status hubunganku. Bahkan mengingat alamatku di luar kepala. Lalu tiba-tiba dia sudah berada di depan pintu restoran depan kantorku sendiri."

Kami terkikik lagi. Oh, Evan Wright, kenapa lelaki tampan itu sekarang menjadi bahan leluconku dengan Steven?

Saat itu sudah pukul enam dan kantor sudah begitu sepi. Dengan sedikit penolakan halus akhirnya aku bisa turun bersama Steven, tanpa Daniel. Kurasa orang itu sedang membuatku tidak betah bekerja.

"Bagaimana jika sebentar lagi dia juga mengetahui cara menaklukan hatimu?" tanya Steven lagi.

Itu pertanyaan konyol. Sangat konyol. Bahkan tidak pernah terlintas dalam pikiranku. "Tidak akan pernah. Kau lihat Ryan? Dia bertahan sepuluh tahun. Si Evan Wright itu tidak akan pernah cukup."

Bersamaan dengan itu, lift berdenting dan pintu terbuka. Aku berjengit mundur menabrak dinding lift karena terkejut. Evan.

Dia sudah berdiri di depan lift dengan wajah datar, kedua tangan dalam saku, masih mengenakan setelan tadi siang, dan—apa yang dia lakukan di sini?

Tentu saja aku melongo bersama dengan Steven. Aku benar-benar lelah hari ini, dan perasaan terkejutku belum surut untuk mengambil kontrol diri. Aku benar-benar kacau.

"Mr. Wright," sapaku dengan nada konyol. Terkejut. Senang. Jengkel.

"Rosaline." Evan mengangguk sopan.

Aku dan Steven terpaku terlalu lama. Kami tersadarkan dengan pintu lift yang menutup kembali. Steven cepat-cepat maju dan menekan tombol di panel untuk menahan pintu supaya tetap terbuka. Dia membiarkanku keluar lebih dulu.

Bukankah aku seharusnya tidak perlu keluar? Aku bisa naik lagi dan menghindari Evan Wright ini. Dewi batinku mendengus.

"Tetaplah di sini," bisikku pada Steven.

"Mr. Wright." Steven mengangguk sopan.

Evan tidak menghiraukannya. "Rosaline. Kau pulang terlambat," katanya dengan nada dingin.

Dia bahkan tahu jam pulang kerjaku! Menyebalkan. "Saya tidak menyangka bisa bertemu dengan anda lagi disini, Sir." Aku mencoba tersenyum.

"Aku sudah bilang akan menjemputmu sepulang kerja," kata Evan datar.

Aku bahkan belum menyetujuinya. Apa-apaan ini!

"Kurasa aku harus meninggalkanmu, Rose." Steven berbisik lalu mencium pipiku. "Sampai bertemu besok, sayang."

Kemudian Steven pergi keluar gedung. Kudapati Evan melotot kearahku. Sementara rahangnya menegang, alisnya terangkat. Itu membuatku menelan ludah.

Kenapa panel kontrolku tidak kutemukan di mana pun dalam diriku di saat seperti ini!?

"Ikut aku." Evan menarik tanganku. Sentuhan tiba-tiba itu membuat bulu belakang leherku merinding. Jantungku sedang berusaha melompat dari tempatnya. Aku mencoba melepaskannya, tapi dia lebih kuat. Tangan lelaki selalu lebih kuat.

Crashing ControlWhere stories live. Discover now