Tujuh

9.4K 679 3
                                    

Tidak. Tidak. Sialan. Kenapa dia mengatakan itu? Dia tidak boleh mencintaiku.

Aku tidak butuh pria lain lagi yang mencintaiku sementara aku tidak akan pernah bisa membalasnya dengan cara apa pun. Tidak bisa aku mengecewakan pria baik untuk sekian-sekian kalinya hanya karena hal remeh yang bisa menghancurkan hati dengan mudahnya. Cinta. Aku tidak percaya. Setidaknya aku berusaha percaya bahwa cinta hanya menghancurkan. Aku tidak ingin menghancurkan, lebih lagi dihancurkan dengan itu. Tidak akan ada lagi yang dibodohi. Termasuk aku.

Aku mundur dari Evan dan menggelengkan kepalaku. Air mata yang tidak kuinginkan meluncur begitu saja. Aku sedih, marah. Sedih karena perasaanku berimbas. Marah karena—oh, sial, cinta. Kenapa dia justru jatuh cinta padaku saat aku ingin menghindar?

"Rosaline," panggilnya dengan sedih.

"Jangan, Evan," kataku berusaha menghalau isakanku dan memperjelas setiap kata yang meluncur dari mulutku. "Jangan mencintaiku."

"Mengapa? Aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya. Sebisa apa pun aku menolak perasaanku sendiri, perasaan itu justru menyakiti diriku sendiri karena aku tidak bisa menyangkalnya lebih lama lagi. Bahwa ini memang cinta. Aku tidak pernah merasakan bahagia, sebahagia denganmu. Aku tidak pernah merasakan sedih, sesedih kau meninggalkanku, menolakku. Sekarang kau tidak membiarkan aku mencintaimu?"

"Itu dia. Aku tidak ingin membuatmu sedih. Aku tidak mau mengecewakanmu. Kau bisa mencintai wanita lain. Wanita manapun yang kau mau. Tapi tidak aku. Aku tidak bisa membalasmu."

Dia maju mendekatiku selangkah demi langkah. "Aku bisa berusaha. Untukmu."

"Tidak!" jeritku. "Jangan pernah berusaha membuatku cinta padamu. Aku tidak bisa. Aku tidak akan pernah bisa memberi cintaku."

Matanya melebar menatapku penuh kesedihan. Pengharapan, harapan untuk mendapatkanku. Harapan yang tidak akan pernah kukabulkan. "Itu sebabnya kau masih sendiri? Karena kau tidak bisa mencintai?" Dia terlihat sedih namun masih menyeringai tanpa tawa. "Apa ini karena orang lain? Ada orang lain di hatimu?"

Aku memalingkan wajahku. "Tidak. Tidak ada siapa pun di hatiku. Aku tidak bisa lagi merasakan cinta. Aku tidak bisa mencintai pria mana pun."

Evan melangkah maju dan berhenti tepat di depanku. Tanpa menyentuhku. Tepat seperti janjinya malam ini. "Kalau begitu tatap aku. Katakan bahwa itu memang benar. Jangan palingkan wajah cantikmu itu."

Aku menatap matanya lekat-lekat. Mencoba bersuara sejelas mungkin di depannya. "Aku bersumpah tidak ada seorangpun yang kucintai saat ini. Jika pun nantinya ada, itu adalah sebuah keajaiban. Dan keajaiban itu nyaris tidak ada. Orang yang mengharapkan keajaiban, hanya orang kacau yang hidupnya dipenuhi harapan kosong. Aku tidak mau mengharapkan keajaiban." Evan tersenyum geli melihatku. Membuatku terkesiap karena berakhir konyol. "Apa yang lucu?" semburku.

Evan tersenyum tapi raut wajahnya sedih. "Lucu. Yang lucu adalah, itu adalah gagasan yang ada di pikiranku beberapa hari yang lalu, sebelum kau meninggalkanku begitu saja saat makan malam itu." Mataku melebar menatapnya karena pernyataan yang baru saja dilontarkannya. Senyumnya melunak lembut padaku. "Itu selalu menjadi keyakinanku selama hampir seumur hidupku, Rosaline. Tiba-tiba aku bertemu denganmu, dan kau meniup semuanya begitu saja. Hanya karena aku melihat kau berbeda di mataku. Tidak seperti wanita lainnya. Kau istimewa. Kau luar biasa. Kau membuatku tergila-gila." Dia tersenyum geli lagi. "Haruskah aku menyebut diriku beruntung? Atau sangat beruntung? Karena mendapatkan keajaiban itu. Keajaiban itu adalah dirimu, Rosaline Gail. Aku tidak pernah menyangka menemukan itu. Sekarang keajaiban itu sedang berdiri di depanku dengan begitu cantiknya."

Aku luluh. Aku bersumpah itu adalah kata-kata terindah dengan tatapan penuh ketulusan yang pernah diucapkan kepadaku. Itu sangat tepat menghujamku. Aku nyaris tidak mengenali diriku sendiri saat ini. Evan menggenggam seluruh hatiku begitu saja.

Crashing ControlWhere stories live. Discover now