Tempat Ternyaman

7.6K 44 8
                                    

Ravi’s POV

Syukurlah, aku menemukan jalan kembali ke dalam rumah dan tanpa sengaja berpapasan dengan bapak mertuaku.

Bapak mertuaku mengantarku ke kamar Rana, kamar pengantin kami. Setelah pintu kamar terbuka, beliau mempersilahkanku masuk, kemudian beliau undur diri untuk kembali ke kamarnya di lantai bawah.

Masih diliputi keraguan dan kegugupan kutelusuri ruang kamar Rana. Aku tidak langsung merebahkan tubuh lelahku di ranjang, namun terlebih dahulu aku membersihkan diri dan gosok gigi di kamar mandi. Tak lupa, aku juga melepaskan pakaianku dan menyisakan kaos oblong tipis dan celana boxer. Pakaian luarku rasanya terlalu berkeringat untuk dipakai tidur.

Hmm... sepertinya Rana sudah lelap sekali dan tak menyadari kehadiranku di kamarnya. Aku membatin.

Sekarang aku sudah beranjak tidur dan mencari posisi yang pas di atas ranjang. Jangan sampai pergerakanku mengganggu dan membangunkan Rana.

“Bismillah...” Dengan sangat pelan kurebahkan tubuhku di atas kasur. Rasanya nikmat sekali bisa rebahan seperti ini.   

Jujur, aku merasa sangat gugup tidur satu ranjang dengan Rana. Gimana gitu rasanya. Ini pertama kalinya aku tidur bareng dengan perempuan selain mama. Perasaanku bercampur aduk, antara senang, gugup dan takut. Tidur satu ranjang dengan istri sendiri ternyata begini rasanya. Simpulku dalam hati.

Tanpa kusadari, di tengah kegalauan itu tangan kananku menyentuh sesuatu. Sesuatu itu berada diantara aku dan Rana. Aku memiringkan badan untuk meraih benda tersebut lalu menimang dan merabanya dengan fikiran menerka-nerka. Kira-kira panjangnya sama dengan bantal guling namun benda ini bentuknya lebih besar dan sepertinya memiliki mata, hidung, telinga dan kaki, juga ada ekor di belakang.

“Hmm... Boneka Rana rupanya.” Gumamku tersenyum simpul, lalu aku kembali mencondongkan tubuhku ke samping kanan untuk meletakkan boneka tersebut di tempatnya semula. Namun, baru saja niat itu ingin kulaksanakan, kedua tangan dan kaki Rana sudah duluan mengapit tubuhku sampai aku tidak bisa bergerak dan sulit bernafas karena Rana memelukku sangat erat.

Boneka besar itu masih ada dalam genggemanku. Akhirnya boneka tersebut kujatuhkan ke belakang punggung Rana. Sejujurnya aku ingin balas memeluknya, tapi naasnya kedua tanganku malah terbujur kaku diatas kepalaku.

Namun, di balik semua yang sedang terjadi ini, sebenarnya aku tidak ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan ini, tapi aku tidak menemukan cara agar bisa lepas dari pelukannya selain diam-dian menikmati. Hehehe...Lagian sudah halal begini sebagai suami dan istri.

Aku tidak bisa menghindari kontak kulit dengan Rana yang hanya dibalut baju tidur tipis dan aku yang hanya memakai kaos oblong dan celana boxer.

Kalau saja aku bisa memperkirakan adegan seperti ini akan terjadi, pasti aku akan tetap memaksakan diri memakai pakaian lengkap daripada harus menahan perasaan dan naluri laki-lakiku, yang sewaktu-waktu bisa jebol.

Ia bergeliat sebentar seperti mencari posisi yang lebih nyaman. Kini, kepalanya disandarkan ke dadaku. Tak ada lagi jarak diantara tubuh kami berdua walau satu senti. Tubuhnya wangi, begitu juga rambutnya sangat halus dan harum.

Aku bisa merasakan detak jantungnya yang berjalan normal dan juga helaan nafasnya yang teratur. Semoga saja dia tidak menyadari kalau kondisi jantungku rasanya mau copot dan nafasku yang ngos-ngosan.

Sebagai lelaki dewasa dan normal, aku kewalahan menghadapi situasi sulit ini. Namun, aku tidak bisa berbuat apa-apa selain diam dan mencoba menghalau perasaan-perasaan yang semakin memuncak.

“Pooh...” Bisik Rana lembut sembari mengeratkan pelukannya ke badanku. Sepertinya ia sedang mengigau menyebut nama boneka kesayangannya itu, yang dikiranya mungkin diriku adalah boneka tersebut.

Bukan Siti NurbayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang