Insiden

8.1K 74 8
                                    

Author POV

Acara akad nikah sudah usai. Selanjutnya acara tasyakuran pernikahan akan berlangsung. Untuk resepsinya sendiri akan dijadwalkan secara terpisah di kemudian hari. Tamu-tamu yang hadirpun pun hanya keluarga besar dari kedua keluarga mempelai dan orang-orang terdekat mereka saja. Acara digelar sederhana, khidmat dan penuh kekeluargaan.

Rana sudah di kamar pengantinnya untuk mengganti gaun berikutnya untuk acara tasyakuran bersama keluarga dan undangan khusus yang tidak sampai 20 tamu.

'Tok. Tok. Tok.' Pintu kamar diketok dengan terburu-buru.

Memey mengalihkan perhatiannya dari wajah Rana yang sedang merapikan make-up nya. "Masuk. Sebentar lagi kita selesai." Teriaknya ke arah pintu kamar lalu melanjutkan pekerjaannya yang sedikit terbengkalai. Pintu berderak. Seorang lelaki kemayu muncul dari balik daun pintu dengan nafas ngos-ngosan dan muka yang tampak pucat.

"Jeng, bisa tolong ekye, kan? Tolong bantuin rapiin penampilan pengantin pria dan gantiin busana siangnya ya. Ekye harus balik sekarang. Ekye baru dapat kabar kalau istri ekye di rumah sakit, kena tabrak mobil. Bisa, kan, Cyiiin?" Pintanya penuh harap seraya menggoyang-goyang tangan Memey. Ia nampak diburu waktu.

"Innaalillaahhh...!" Rana dan Memey terkaget-kaget. "Ya udah, biar saya handle semuanya." Sahut Memey memutuskan. Rana mendelik kaget dengan pernyataan setuju Memey.

"Makasih ya Cyiiin." Lelaki kemayu itu buru-buru keluar dari kamar pengantin. Raut mukanya sedikit lega.

"Meski tampilannya banci, ternyata bisa punya istri juga ya." Rana menggumam pelan setelah kepergian manusia ambigu itu.

"He he he... Gue juga kaget. Casingnya bajakan." Balas Memey tersenyum geli sambil merapikan hasil riasannya.

"Lo yakin bisa ngurusin Ravi juga?" Celetuk Rana mengalihkan pembicaraan. Nadanya menyangsikan.

"Jeng, ini mas Ravi ya. Tolong dibantu ya Jeng Mey. Ekye pergi ya. Terima kasih banyak sebelumnya." Si laki-laki kemayu itu tiba-tiba sudah kembali lagi dengan membawa serta Ravi. Setumpuk baju pengantin pria yang ada di tangannya segera diletakkannya di atas meja rias. Kemudian ia pergi meninggalkan kamar itu secepat kilat tanpa mempedulikan Ravi yang masih diam mematung.

"Ajakin duduk, gih, Na." Bisik Memey di telinga Rana. Rana menggeleng cepat dan membuang mukanya dari Ravi, ia lalu menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Duduk, Rav." Akhirnya Memey menghampiri Ravi yang terdiam seribu bahasa.

"Iya." Jawab Ravi singkat dan berjalan pelan dengan tongkat putihnya. Tongkatnya menyentuh sesuatu yang ia yakini adalah kursi, lalu ia merabanya sebentar dan duduk diam disana. Ia tidak tahu kalau kursi yang ia duduki adalah kursi yang bersisian dengan kursi Rana.

"Rana udah selesai. Sekarang giliran Ravi." Ucap Memey dengan senang berusaha memecahkan kebisuan. "Na, lo ganti gaun dulu sana." Lanjutnya memberikan gaun warna biru muda yang baru dikeluarkannya dari dalam totebag berwarna ungu dari atas meja rias. Rana menerimanya dan segera berlalu ke kamar ganti. Kemudian Memey pun sibuk melanjutkan pekerjaannya merapikan penampilan Ravi.

"Hmm...kelar!" Gumamnya puas melihat hasil karyanya. "Oh iya, Rav, gue Memey, temen deket Rana. Kita temenan udah lama, lho, sejak SMA." Papar Memey dengan bangga. "Lo sekarang kan sudah nikah sama Rana, berarti lo juga temen gue sekarang." Sambungnya. "Lo mau, kan, Rav temenan sama gue juga?" Tanyanya antusias.

Ravi tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. "Tentu saja, mau. Ravi senang bertemu dan berteman dengan orang sebaik Memey." Ucapnya bahagia.

"Gue juga, Rav, senang bertemu loe, bahkan jadi the life partner-nya sahabat gue. Gue titip Rana ya, bikin dia bahagia. Gue yakin lo akan jadi teman yang menyenangkan sekaligus suami yang pantas dibanggakan." Ujar Memey dengan yakin. "Lo harus semangat terus ya meski mungkin di awal-awal pernikahan akan terasa berat. Gue yakin lo dan Rana akan menjadi pasangan yang abadi dan serasi." Pungkasnya penuh harap.

"Amin! Terima kasih ya, Mey." Balas Ravi sumringah. Mendung yang menyelimuti wajahnya tadi telah dihempas angin. Matahari kehidupan yang penuh harapan berpijar lagi di wajahnya. Rana berdiri tertegun di belakang mereka. Ia mendengar semua pembicaraan itu.

"Eh, Rana udah selesai." Memey menoleh ke belakang. Senyumnya mengembang. "Perfect, Sayangku. Loe cantik banget kayak boneka barbie. Siapa dulu MUA-nya, kan?" Memey tersenyum bangga sembari mengacungkan kedua ibu jarinya. "Rav, giliran lo sekarang yang ganti baju ya. Lo bisa sendiri, kan? Apa perlu dibantu sama Rana?"

"Nggak usah, Mey." Potong Rana dan Ravi berbarengan.

"He he he... Kompak bener." Celetuk Memey. "Well, Rav, kamar mandi sebelah kanan. Kalau ada apa-apa teriak saja, nanti gue akan paksa Rana bantuin lo. Nggak mungkin guuuee, kan?" Lanjutnya menggoda pasangan pengantin baru itu. Rana memasang tampang seram ke Memey yang dibalas Memey dengan cengiran kuda andalannya.

Beberapa saat kemudian saat Memey sedang merapikan gaun Rana, "Brukkkk....!" Terdengar suara berdebum diiiringi ringisan kesakitan dari arah kamar mandi.

"Ravi!" Kedua bola mata gadis itu terbelalak penuh kekhawatiran. Keduanya segera berlari menuju asal suara. Mereka mendapati Ravi telah terduduk pasrah di lantai yang licin. Ia tak sengaja menginjak sabun pembersih lantai hingga terpleset.

"Ravi, kamu nggak apa-apa, kan?" Kata Rana khawatir. Ia dan Memey membantu Ravi berdiri. "Mey, cepat panggilin Ibu kemari. Gue takut dia kenapa-napa." Sambungnya panik.

"Aku baik-baik saja, Na." Ujar Ravi pelan sembari berjalan mengikuti langkah Rana yang menuntunnya.

"Bagian mana yang sakit? Harusnya tadi aku menemani kamu ke ruang ganti." Ucap Rana menyesal. "Kamu istirahat dulu ya. Acaranya juga masih 1 jam lagi. Tamu-tamu sedang makan dan bersantai." Sambungnya sambil membantu Ravi naik ke pembaringan, tapi Ravi hanya duduk di sisi tempat tidur. Tanpa mereka sadari tangan mereka masih saling menggenggam satu sama lain.

"Rana, terima kasih ya. Maafkan aku jika membuat kamu jadi panik dan repot, bahkan di hari pertama pernikahan kita. Aku janji akan lebih berhati-hati ke depannya." Ucapnya meyakinkan sambil terus menggenggam kedua tangan Rana. "Terima kasih juga sudah menerima keadaanku yang seperti ini. Aku juga berjanji akan membuatmu bahagia dan tidak menyusahkanmu, istriku." Ucapnya sepenuh hati.

Rana mengangguk-angguk kecil. Ia berusaha menguatkan hatinya untuk menerima semua takdir ini. "Mudah-mudahan Allah mudahkan prosesnya bagi kita berdua ya." Pungkasnya penuh harap.

"Ehem!" Memey tiba-tiba muncul dari belakang Rana. Disampingnya ada Ibu Rana dan Mama Ravi. Sontak Rana melepaskan genggaman Ravi dari tangannya. Tiga orang itu tersenyum-senyum di kulum menonton adegan barusan. Rana dan Ravi jadi salah tingkah.

"Ada yang sakit, Nak?" Tanya mama Ravi mencairkan suasana.

"Nggak ada, Ma. Ravi baik-baik saja. Ravi tadi kurang hati-hati saja. Alhamdulilah, Rana dan Memey tadi langsung datang menolong Ravi." Jawab Ravi lugas.

"Hmmm...baiklah kalau begitu. Terima kasih ya Na, Mey." Ucap Mama Ravi mengalihkan wajahnya ke Rana dan Memey. "Kalau gitu, kita tunggu di tempat acara ya. Segera datang. Ayo, Bu." Katanya sambil menggamit lengan ibu Rana, yang kini jadi besannya. Keduanya meninggalkan ketiga orang itu di kamar.

"Wah, kalau gitu gue juga harus ikut keluar. Pekerjaan gue udah selesai. Na, tolong bantuin Ravi gantiin bajunya ya. Lo, kan, istrinya." Cerocos Memey jail dan langsung pergi keluar kamar.

"Mey!" Panggil Rana dengan raut wajah putus asa, tapi suaranya tertahan di balik pintu yang sudah ditutup rapat.

***

Bukan Siti NurbayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang