Tiga Puluh Delapan

309K 16.1K 640
                                    

Malam itu, Aldi dikejutkan oleh pemandangan asing saat membuka pintu kamarnya sepulang dari bimbel. Andre yang pertama kali dilihatnya. Cowok itu sedang menggeratak isi dari lemari empat pintu yang terletak di sisi ruangan tepat menghadap pintu kamar. Dengan santai tangannya mengambil pakaian, membentangkannya, lalu membuang asal ke arah belakang.

"Lo apain isi lemari gue, Ndre?!" Aldi mencak-mencak saat menatap baju-baju berserakan di lantai kamarnya.

"Nyari kondom. Nggak ada ya?" Cowok itu terkekeh.

Aldi lantas melotot.

"Nggak, bercanda. Gue masih suci. Nyari sweter rajut. Nggak ada yak? Ya elah, gembel banget!" ujar Andre enteng. Andre membuka laci lemari Aldi, menemukan celana dalam bermotif Batman kecil-kecil di dalamnya. Cowok itu tersenyum licik.

Tangannya bergerak mengambil benda itu, lalu membentangkannya tinggi-tinggi.

"Liat deh! Unyu-unyu emesh gitu ya!"

Vino langsung terbahak bersama Andre saat itu juga. "Waw! Selera Aldi ternyata...," godanya.

"Babi! Masukin lagi!" jerit Aldi tak tertahan. "Cute nih! Cepet masukin!"

Yang diancam malah cekikikan sambil memeluk celana dalam di dadanya. "Atut, qaqa!" seru cowok itu dengan suara ketakutan palsu.

Aldi melotot. "ANDRE!"

Andre mencebik, lalu melempar benda tersebut asal ke dalam lemari sebelum menutupnya dengan setengah membanting. "Puas?"

Alih-alih menjawab, Aldi malah memberikan satu bogeman keras di puncak kepala Andre, membuat Andre meringis tertahan. Tanpa memedulikan Andre, Aldi melemparkan ransel dan tubuhnya ke ranjang. Niatnya untuk istirahat sepulang bimbel hanya tinggal niatan saja. Aldi yakin ketiga cowok di dalam kamarnya itu tak akan membiarkannya tertidur di bawah jam dua belas malam ini. Kejam memang, tapi seperti itulah ritual ketika cowok sedang berkumpul.

Aldi mengendus saat sebuah aroma familier tertangkap oleh hidungnya.

"Bau apa nih?" katanya seraya bangkit. Cowok itu kini terduduk di tepian ranjangnya. "Lo nyium bau sesua... tu ANJRIT!" Aldi tersentak mendapati Vino sedang merokok sambil menyandarkan diri pada dinding di pojok ruangan.

"JANGAN NGEROKOK DI KAMAR GUE, SETAN!" bentak Aldi saat kepulan asap mulai terasa menyesaki kamarnya.

"Iya, iya. Bawel banget sih lo," kata Vino dengan nada malas. Cowok itu lalu mematikan rokok dengan ujung lidahnya.

Andre bergidik. "Nggak panas emang, Vin? Melepuh dah tuh mulut."

"Nggak. Ini mah udah biasa," ujar Vino santai sambil melemparkan putung rokoknya ke luar jendela. Di rumah Aldi tidak pernah ada asbak karena seluruh penghuni rumah itu tidak ada yang merokok.

"Widih! Kayak Limbad!" kata Andre takjub.

"Mau coba?" Vino menjulurkan kotak rokoknya ke arah Andre.

"DIBILANG JANGAN NGEROKOK DI KAMAR GUE, BABI!" Aldi buru-buru merampas kotak rokok dari tangan Vino. Benda tersebut kini resmi ia sita.

"Di, berisik amat lo!" Radit berdesis. Sejak tadi cowok itu memang terlihat anteng-anteng saja duduk di atas karpet bulu membelakangi Aldi dan yang lainnya. Larut menenggelamkan diri pada laptop yang ada di pangkuannya sambil sesekali menggaruk tengkuk jika ia rasa ada yang tak beres dengan laporan yang sedang dibacanya. Radit dan laptop menjadi dua hal yang tidak bisa dipisahkan.

"Lo kalau mau nggak berisik, pulang sana," kata Aldi acuh tak acuh. Aldi menghampiri cowok itu dan duduk di sebelahnya.

"Rumah gue kebakaran," ujar Radit asal.

"Boong banget lo!" tepis Aldi.

"Rumah gue juga tuh. Tadi siang dibawa kabur sama keongnya abang-abang keong yang sering jualan di depan SD kita, Di. Sisa lantainya doang," timpal Andre.

Vino terkekeh. "Kalau rumah gue... lah? Gue 'kan nggak punya rumah, Di. Yang itu mah rumah orangtua gue."

"Jadi kita nginep di sini! Yey!" kata Andre semangat. Cowok itu bersorak sambil mengangkat satu tangannya tinggi-tinggi ke udara.

"NGGAK BOLEH!" sergah Aldi dengan cepat.

"Kalau nggak boleh, lo juga nggak boleh main ke apartemen gue!" ancam Radit.

"Lo juga nggak boleh menginjakan kaki di Vinclub!"

"Lo juga nggak boleh grepe-grepe Molly, Chika, Cleo, Kitty, Sweety, Honey, Baby!"

Untuk yang paling terakhir itu Aldi mengerutkan dahinya lalu bergidik. Geli! Ia menghela napas sebelum akhirnya berkata, "Oke, kalian menang."

Andre tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Aldi. "Makin sayang Aldi deh," katanya seraya melemparkan ciuman jarak jauh ke Aldi.

"Kalau lo sayang sama gue, nanti malem lo tidur di bawah ya, Ndre. Jijay! Lo 'kan kalo tidur suka grepe-grepe paha orang!" "Eh, Di! Nggak gitu juga!" kata Andre panik.

Tak memedulikan protes Andre, Aldi melengos ke arah Radit yang masih terduduk di sebelahnya.

"Dit," cowok itu menyenggol bahu Radit pelan. Tak direspons.

Aldi tak menyerah, kali ini dengan sedikit tenaga.

"Dit," panggilnya lagi.

"Dit! Dit! Dit!" Disenggolnya bahu Radit bertubi-tubi.

"Apaan sih lo?! Resek!" bentak Radit.

"Bisa nggak lo besok ngajarin Letta basket?" Aldi malah langsung menembak ke inti masalah, membuat Radit langsung mengalihkan pandangannya dari laptop dan mengernyit ke arahnya.

"Gue sibuk, Di," jawab Radit, nadanya sungkan. Baru kali ini Radit menolak permintaan Aldi, karena itu rasanya jadi tak enak hati. Tapi permintaan Aldi yang satu ini benar-benar sulit diterimanya. Gue nolak karena gue masih waras. Bisa habis kesabaran gue ngajarin cewek bego macam Letta, Radit membatin. "Please banget, Dit." Aldi memelas. "Please."

Bukan karena kasihan melihat wajah Aldi, ini lebih masuk ke kata jijik yang membuat akhirnya Radit mengangguk mengiyakan. "Ya udah. Ya udah," katanya dengan nada malas. Nggak apaapalah, satu hari doang, pikirnya. "Tiga hari yaa! Sampe hari Minggu." Mampus, gue!

***

Ketika bimbel sedang berlangsung, ponsel di saku celananya tiba-tiba bergetar tak santai. Sambil sesekali melirik guru di depannya, Aldi merogoh saku celananya mengambil benda tersebut.

Raditya Martadipura is calling...

Dengan ibu jari, Aldi menggeser icon gagang telepon berwarna hijau pada layar handphone-nya. Setengah membungkuk, ia menempelkan handphone di depan telinganya.

"Apaan?" kata Aldi berbisik meredam suara.

"Pendalaman materi di kelas gue baru selesai. Ini gue udah di depan kelas lo, tapi kok si Letta ngga ada ya? Kata anak-anak kelasannya dia udah balik," ujar Radit di seberang sana.

"Lo langsung ke lapangan basket indoor aja, Dit. Oh iya, gue lupa kasih tahu Letta kalau hari ini lo mau ngajarin dia."

"Ah! Lo gimana sih, Di! Nyusahin banget."

"Ya udah cepet gih ke lapangan, kasihan Letta sendirian." "Sabar kali. Gue punya kaki cuma dua," gerutu Radit.

Setelah itu, terdengar grasak-grusuk seperti terpaan angin bercampur embusan napas yang tak teratur. Gokil! Si Radit beneran lari.

"Di," panggil Radit.

"Udah sampe lo? Cepet banget." Aldi terkekeh.

"Kayaknya gue nggak perlu ngajarin Letta deh, Di."

Aldi mengernyit. "Maksud lo?"

I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang