Sembilan

484K 19.5K 645
                                    

Happy reading!

Langit mulai tampak jingga. Tapi mereka masih duduk  dengan santai beralaskan rerumputan yang ada di bukit. Angin  dengan lihai menyibak rambut yang sengaja terurai hingga  terombang-ambing tak tentu arah. Aldi sangat suka pemandangan  ini. Melihat gadisnya tersenyum sambil memandang langit sore  sudah cukup membuatnya bahagia.

"Kita akan sama-sama terus 'kan? Janji ya jangan tinggalin  aku!" ujar cewek di sebelahnya.

Aldi mengangguk, dalam hatinya ia berjanji tidak akan  meninggalkan gadis ini. 

Perlahan, matahari mulai turun dari singgasananya. Inilah  pertunjukan yang Aldi tunggu sedari tadi. Ia merangkul pundak  gadis itu, lalu merebahkan kepalanya yang mungil pada pundaknya.  Ya, semua berjalan sesuai rencananya.

"Indah ya," lirih gadis itu sambil menoleh ke arah Aldi.  Aldi membalas tatapannya.

"Nggak akan seindah ini kalau lihatnya nggak sama kamu,"  kata-kata Aldi sukses membuat gadis itu tersipu lalu tersenyum  padanya. Ia mendekatkan wajahnya pada gadis itu, lalu mengecup  bibir mungilnya sekilas. Inilah ciuman pertamanya.

"Aaarrrghhhhh!" teriak Aldi gusar ketika sekelebat  bayangan masa lalu merasuki mimpinya. Sungguh pagi yang buruk.  Karena mimpi sialan itu ia jadi terbangun, bahkan sebelum bunyi  alarm membangunkannya.

Aldi turun dari ranjangnya, mengambil handuk dari lemari  lalu menuju kamar mandi. Ia menatap bayangan dirinya pada  cermin yang tertempel di balik pintu kamar mandinya, terlihat  amat berantakan. Putih matanya kini berubah menjadi kemerahan  dengan lingkaran hitam di sekitar matanya. 

Aldi mengatur suhu hingga air pada jacuzzi-nya sesuai dengan  keinginannya. Setelah air itu penuh, direbahkannya tubuhnya ke  dalam bathtub mewah itu. Terkadang berendam bisa menguapkan  rasa penat di kepalanya. 

Aldi terus merutuki kelakuannya kemarin malam. Entah setan  apa yang merasukinya hingga ia bisa kuat minum sebanyak itu.  Padahal jarang sekali ia menyentuh benda yang memabukkan  itu, mungkin hanya kemarin dan saat wanita sialan itu pergi  meninggalkannya saja.

Dulu Aldi heran melihat teman-temannya hancur hanya karena  ditinggal pergi seorang gadis. Tapi akhirnya ia pun merasakannya,  ia kini jatuh karena Karin, gadis yang dicintainya. Terkadang  cinta memang keji, bahkan rasanya sekarang Aldi lebih baik mati  daripada merasakan cinta dan benci dalam satu tarikan napasnya.

***

"Apakah kalian sudah mengerti penjelasan saya tentang sebuah  laporan?" tanya Bu Nina kepada seluruh murid yang ada di kelas  itu. Semuanya pun mengangguk tanda paham.

"Oke, bagus! Kalau begitu saya akan bagikan kelompok untuk  tugas membuat laporan sebuah novel," lanjutnya yang diiringi  gemuruh teriakan murid-murid tanda tak setuju.

"Huuuuuuhhhhhhh." 

"Tenang! Tenang! Untuk mempersingkat waktu, kalian  berkelompok dengan teman satu meja ya," ujar guru Bahasa  Indonesia itu.

"Ada pertanyaan?" ujar Bu Nina sembari merapikan buku buku yang ada di mejanya.

"Bu! Kelompoknya nggak bisa ditukar? Saya nggak mau  sama dia," ujar Letta sambil mengangkat sebelah tangannya. Aldi  mendengus kesal melihat tindakan kekanak-kanakan Letta itu. 

"Tidak bisa, Arletta. Kamu harus bisa bekerja sama dengan  semua orang. Tidak boleh pilih-pilih!" jawab Bu Nina. Letta  langsung memasang wajah cemberut seketika. Aldi yang melihat  ekspresi cewek di sebelahnya hanya cekikikan tanpa suara.

I'm YoursWhere stories live. Discover now