Gue lupa bilang. Gue sekelas sama kapten basket kesayangan lo itu. Jangan marah kalo dia gue embat :P
♯
Letta masih tak ada niat untuk terjaga. Matanya terasa berat, kepalanya pening dan rasa kantuknya lebih dominan dibanding suara alarm dari handphone yang kini meraung-raung di sebelahnya. Lima belas menit lagi gue bangun. Janji! katanya dalam hati. Tapi sayang, rencananya itu digagalkan oleh sebuah cahaya yang tiba-tiba saja masuk menembus kelopak matanya.
Silau. Letta menyipitkan mata, lalu menangkis cahaya itu dengan lengannya. Kini terasa lebih baik. Di hadapannya terlihat sosok Bik Ina dalam bentuk silhouette yang dihasilkan oleh backlight dari cahaya di balik jendela yang baru saja dibuka oleh wanita itu.
"Non, Udah siang. Bangun atuh. Liburnya udah abis," ujar Bik Ina, pembantu sekaligus tempat curhatnya ketika Kezia tak ada. "Daddy udah nunggu di bawah. Bangun, Non." Bik Ina kini sudah duduk di tepi ranjang, mengguncang pelan pergelangan tangan Letta.
Dengan gerakan yang amat lambat, Letta bangkit. Gadis itu duduk menyandar pada kepala ranjang berbentuk kepala Hello Kitty besar di belakangnya. Ia menguap lebar. Perlahan, matanya kembali terpejam. Sebentar lagi, tawarnya dalam hati.
Demi Tuhan! Rasanya baru sebentar ia memejamkan mata. Benar-benar sebentar, mengingat semalam ia baru keluar dari Exodus pukul tiga pagi.
"Astaga, Non Letta! Malah tidur lagi. Bangun, Non! Haduh bisa dimarahin Daddy nanti nih. Itu lagi alarm hape-nya belum dimatiin. Matiin dulu atuh." Bik Ina kelabakan.
"Ya elah, Bik. Baru juga jam berapa," gumam Letta. Masih dengan mata terpejam, tangannya naik meraba-raba nakas yang tepat berada di samping tempat tidur. Mencari benda mungil yang sedari tadi menghebohkan seluruh penjuru kamarnya. Dapat. Letta menyipitkan matanya. Pukul 06.45. Butuh beberapa detik sebelum akhirnya ia menyadari sesuatu.
"KYAAAAA!!!!!" Mata gadis itu mendadak terbuka lebar. "Mati gue!!!!! BIK INA KENAPA NGGAK BANGUNIN DARI TADI SIH!!!!"
Tak mau disalahkan, Bik Ina melotot. Untuk ukuran pembantu, Bik Ina ini tipe yang nggak takut sama majikannya. "BIBIK UDAH BANGUNIN DUA PULUH TUJUH KALI, NON. DUA PULUH TUJUH KALI! NON LETTA-NYA AJA YANG KAYAK KEBO, BANGUNNYA SUSAH! NYUSAHIN TAU, NGGAK?!" Wanita paruh baya itu langsung bangkit dan berkacak pinggang di hadapannya.
Letta terhenyak. "DIH! KOK GALAKAN BIBIK SIH?!"
***
Letta mengintip ke dalam kelas melalui jendela kecil pada daun pintu. Cukup tinggi hingga ia harus berjinjit untuk dapat melihat ke dalam sana. Matanya mengedar dan kini ia mendapatkan pemandangan yang amat asing dan belum pernah ditemuinya selama dua tahun bersekolah di SMA Trandana. Suasana di dalam terbilang kondusif untuk ukuran hari pertama tahun ajaran baru. Semua murid bungkam sambil menatap ke arah depan. Letta langsung mengalihkan pandangannya ke arah papan tulis, kakinya mendadak lemas melihat siapa yang sedang bertengger di depan sana. Bu Lucy, guru killer berambut Bob dengan penggaris besi yang selalu ada di genggamannya. Sial! Dia wali kelas gue?! pekiknya dalam hati.
Setelah menimbang-nimbang dan mengumpulkan seluruh keberaniannya, akhirnya Letta melangkah masuk ke dalam ruang kelas. Belum ada tiga langkah, Bu Lucy sudah menoleh ke arahnya. Wajahnya datar, tapi sukses membuat Letta bergidik ngeri.
"Maaf Bu, saya telat." Letta menampilkan senyum termanisnya. Berharap hal itu akan berguna, tapi nyatanya tidak. Di depanya, Bu Lucy malah melotot.
"Tanpa kamu beritahu pun Ibu sudah tahu kalau kamu telat!" Bu Lucy memandang Letta lekat-lekat dari ujung kaki hingga ujung rambut. Ia mengembuskan napas, lalu menggelengkan kepala. Pertanda buruk.
![](https://img.wattpad.com/cover/41319712-288-k175778.jpg)
YOU ARE READING
I'm Yours
RomanceLetta sangat membenci Aldi, cowok mesum, manipulative, dan sok keren di sekolah, yang jelas bukan tipikal cowok impian Letta. Tapi berbeda dengan Aldi, Letta adalah impiannya. Perjodohan paksanya dengan Letta menjadi rumit ketika Letta mulai berpac...