Tujuh Belas

385K 16.9K 1.1K
                                    

"Halo, Rak. Lo jemput Karin ya, Bro sekarang. Kasihan nanti dia nunggu di sekolahnya kelamaan. Gue disuruh bantuin Bokap di kantor," ujar Aldi di seberang sana.

"Ya elah. Gue masih ada latihan nih. Lo tahu sendiri 'kan turnamen basket sebentar lagi. Suruh Andre aja gih!" Raka menolak dengan tegas.

"Andre enggak aktif nih handphone-nya. Udah deh, enggak usah pake acara nolak. Sekali-sekali bantuin gue," ujar Aldi.

Raka mengembuskan napasnya dengan kasar. Baru saja ia berhasil lolos seleksi untuk bermain di turnamen nasional, dan sekarang ia terpaksa harus membolos karena hal bodoh ini.

"Ya udah, nanti gue yang jemput," ujar Raka tak rela.

"Nah gitu dong. Oh iya, jagain pacar gue baik-baik! Awas kalau sampai ada yang lecet!" Aldi memperingati.

"Iya, bawel! Udah ah, gue on the way nih." Raka langsung memutuskan sambungan teleponnya.

Tak lama, mobil Raka sudah sampai di depan sekolah Karin. Mereka berbeda sekolah saat SMA Karin memutuskan mengambil sekolah negeri, sedangkan Aldi dan Raka mengikuti saran ayahnya untuk melanjutkan sekolah ke Trandana.

Tinn... tinnn....

Raka mengklakson mobilnya begitu melihat Karin di depan gerbang sekolahnya. Karin terlihat menyipitkan matanya, lalu beranjak dari sana menghampiri mobil Raka.

"Hai, Rak!" sapa Karin begitu tiba di dalam mobil.

"Hai," balas Raka sebelum ia menjalankan kembali mobilnya.

"Maaf jadi ngerepotin lo terus. Gue udah bilang nggak perlu dijemput, tapi Aldi maksa," ujar karin.

"Iya nggak apa-apa, Rin," jawab Raka sekenanya.

Karin menunduk. Ia jadi kepikiran bagaimana hubungannya dengan Aldi akhir-akhir ini. Mereka jadi susah berhubungan karena kesibukan Aldi. Bahkan saat ini Raka yang menggantikan posisi Aldi untuk menjemputnya. Sebegitu sibuknyakah Aldi? pikirnya.

"Rin, Aldi akhir-akhir ini harus serius belajar buat nerusin perusahaan Bokap, tapi dia nggak mau nelantarin lo, makanya maksa gue. Eh, tapi gue nggak terpaksa kok. Yaaa... Pokoknya nggak usah berpikiran yang macem-macemlah. Aldi juga kangen kok sama lo. Hmm... Cuma waktunya aja yang nggak tepat buat ketemu sama lo. Sabar ya, Rin," ujar Raka berbelit. Karin menoleh ke arah laki-laki di sebelahnya. Ini pertama kalinya kalimat sepanjang itu keluar dari mulut Raka.

"Thanks ya, Rak."

Raka mengangguk, lalu tersenyum kepadanya. Ini pertama kalinya Karin mengobrol panjang lebar bersama Raka. Biasanya jika mereka bertiga sedang berkumpul di kamar Raka, pasti Raka hanya diam atau kadang menimpali obrolan sekenanya. Tapi sekarang, untuk pertama kalinya Raka membuka suara untuk Karin.

"Gue laper. Lo mau ikut atau langsung gue anterin pulang?" tanya Raka.

Karin terkejut mendengar ajakan Raka. Tidak biasanya Raka memperlakukannya seperti ini.

"Hmm.. Ikut deh. Kebetulan belum makan juga. Eh, mau makan di luar?"

Raka mengangguk. "Iya. Kenapa?"

"Di rumah lagi banyak makanan. Sayang kalau enggak kemakan. Mau ke rumah gue aja?" tanya Karin hati-hati. Jujur saja, ia takut Raka menolak tawarannya.

"Boleh," jawab Raka. Karin tersenyum.

***

Sesampainya di rumah, Karin bergegas memasak, kebetulan ibunya sedang keluar rumah, jadi tak ada yang membantunya. Karin terus berdoa dalam hati semoga masakannya ini dapat diterima oleh lidah Raka.

I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang