Enam Belas

386K 15.5K 584
                                    

Raka baru saja tiba di apartemennya. Ia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu sebelum menjemput Letta. Sudah empat hari ia meninggalkan apartemennya ini dan kini ia sangat merindukan jacuzzi-nya.

Lima belas menit berendam di jacuzzi sangat cukup untuk menghilangkan perasaan suntuknya. Kini Raka sudah di kamarnya dengan hanya mengenakan handuk sebatas pinggangnya. Rintikan air jatuh dari rambutnya menelusuri pipi, leher, lalu menghilang di balik handuk putih yang ada di pinggangnya.

Raka berhenti di depan cermin, ia memperhatikan tubuhnya. Otot bisepnya kini semakin terbentuk. Bahkan mungkin kini badannya lebih terlihat besar dibanding Aldi. Fokus pada tim basket memang mengubah pola makan dan olahraganya belakangan ini.

Ting! Ting! Ting!

Bunyi bel memaksa Raka untuk segera berpakaian. Diambilnya secara acak baju di lemarinya. Siapa pula yang pagi-pagi begini bertamu? pikirnya. Lalu dengan malas Raka melangkahkan kaki menuju ruang tamu.

Cklekk...

"Rakkkkaaaaa!!!!!" Baru saja membuka pintu, kini dirinya sudah diserang oleh sebuah pelukan dari sang tamu.

"Kaa... rin?" ujarnya terbata. Raka masih tak percaya dengan pemandangan di hadapannya.

Drrrttt... drrttt....

Secara bersamaan, handphone yang ada di genggamannya bergetar. Dengan posisi masih berada di pelukan Karin, Raka menjawab panggilan telepon itu.

"Halo, Let. Sorry, kayaknya aku nggak bisa ke sana," ujarnya dengan nada menyesal.

"...."

"Hmm... Aku tiba-tiba ada urusan penting. Maaf ya." Kini Raka semakin merasa bersalah.

"...."

"Ya udah, nanti aku telepon lagi," ujar Raka, lalu memutuskan sambungan teleponnya. Karin kini melepaskan pelukannya, lalu menatap Raka yang sedang mengetik sesuatu di handphone-nya. "Tadi siapa? Aku ngeganggu acara kamu ya?" tanya Karin. "Hmm. Bukan siapa-siapa. Ya udah, masuk dulu yukk."

Karin mengikuti Raka masuk ke dalam apartemen itu. Matanya menatap sekekeling, masih sama seperti dua tahun lalu. Rapi, tak ada yang berubah. Keduanya lalu duduk bersebelahan di sofa. Tak ada yang bicara. Karin merasa ada yang janggal begitu mereka bertemu setelah lama berpisah. Karin tahu perubahannya di mana. Bukan pada dirinya, dirinya masih sama. Raka yang berubah. Cowok itu, dan perasaannya terhadap Karin. Karin bisa melihat itu di manik matanya. Ada keraguaan dan kepanikan saat Raka melihatnya di pintu masuk tadi. Bukankah... harusnya Raka bahagia ngeliat gue tadi? batinnya.

"Mau minum apa?" tanya Raka guna memecah kekikukan yang terjadi di antara mereka.

"Hmm.. Kayak aku orang baru aja. Biasanya juga aku ambil sendiri, Rak," ujar Karin sambil tersenyum. Ya, Raka hampir melupakan fakta itu.

"Oh, iya. Sampai lupa," ujar Raka datar. Karin menaikkan sebelah alisnya.

"Sebegitu cepetnya ngelupain aku?" sindir Karin. Raka hanya tersenyum menanggapi ucapan Karin.

"Rak, kamu masih sayang aku 'kan? Kok kamu udah jarang ngehubungin aku?" tanya Karin.

Raka menelan ludah. Gugup ditanya seperti itu. "Maaf. Aku sibuk akhir-akhir ini. Kuliah kamu gimana?"

"Lancar. Aku lagi ada penelitian di sini. Buat tugas akhir semester ini."

"Oh. Jadi gara-gara itu kamu ke sini."

"Nggak cuma itu sih alasannya." Karin tersenyum penuh arti. "Karena masih ada yang tertinggal di sini," katanya sambil menujuk dada Raka dengan telunjuknya. "Pacar aku."

I'm YoursWhere stories live. Discover now