#27. Disturbance [Sena POV]

58.9K 4.3K 435
                                    

Pagi itu aku sudah dipusingkan oleh banyaknya perusahaan yang menolak untuk bekerja sama dengan perusahaanku.

"Emang selama ini gimana?" tanyaku pada Danis.

Selama aku menjaga Kena, urusan perusahaan kuserahkan ke Danis. Jadi, kurasa dia tahu mengapa ini bisa terjadi.

"Gue berusaha buat menampilkan yang terbaik selama meeting dengan mereka. Gak semudah dulu waktu perusahaan kita masih jadi perusahaan yang diandalkan apalagi ada rekomen dinas. Sekarang tuh banyak perusahaan yang lebih bagus bermunculan, banyak saingan. Kalo kebijakan kita tetap, ya bakal ketinggalan," jelas Danis membuatku geleng-geleng kepala.

"Oke oke. Gue pikirin lagi nanti. Sekarang, laporan keuangan perusahaan mana?" tanyaku lagi.

"Sedang diselesaikan Feni."

"Kapan selesai?"

"Siang ini."

"Lambat banget," tukasku dingin. Maaf, aku bukan tipe orang yang suka bohong.

"Sorry, bakal gue selesaikan lebih cepat." Danis meyakinkan.

"Gue tunggu."

"Oke. Gue permisi,"

Danis berlalu setelah aku mengangguk. Meskipun pembicaraan kami pakai kata 'gue-elo' tetap saja konteks yang diperbincangkan adalah formal.

Waktu berlalu, pukul empat sore aku pulang menjemput Kena di rumah Mama.

Kami sudah tidak marahan kok, tapi membiarkan Kena di rumah sendiri bukan ide bagus. Jadi, aku menitipkannya ke Mama Lili.

Perjalananku terganggu ketika ada mobil yang menyalip kencang lalu berhenti tepat di depanku. Memaksaku menginjak pedal rem kuat-kuat agar mobil tidak tertabrak. Orang gila mana lagi ini? Untung jalanan cukup lengang.

Dengan kesal aku keluar mobil.

"Keluar," kataku. Keluarlah seorang wanita yang aku muak lihat mukanya.

Matanya sembap habis nangis, bibirnya bergetar. Senyum liciknya hilang diganti wajah minta belas kasihan.

"Ada urusan apa lagi, Megan? Jangan memasang tampang suram setelah berhenti sembarangan di depan mobilku. Hidupmu sudah suram tanpa perlu kau tunjukkan," tuturku semoga menusuk.

"Kau jahat, Sena!!" teriaknya mengundang perhatian sekitar. Beberapa orang yang jalan sontak menengok ke arah kami, memandangiku sambil bisik-bisik. Sial! Pasti aku disangka habis bikin nangis nih cewek.

"Aku tidak ada waktu meladenimu. Setelah perbuatan tercela yang kau lakukan, meneror Kena dengan foto itu, kalajengking, dan hal-hal lainnya, kau masih belum puas? Hah?"

Megan menggeleng cepat.

"Atas dasar apa kamu menuduhku? Kamu tidak punya bukti!" tukas Megan berdiri di hadapanku.

"Punya, sidik jarimu. Jangan pikir aku bodoh," jawabku asal.

Wanita itu terdiam, tampak ketakutan. Tuh, padahal aku ngasal, kegertak juga kan nih orang.

"Pergi sana. Jangan muncul dihadapanku dan keluargaku. Atau kau akan menyesal. Ingat, kepicikanmu tidak akan pernah menang." Selesai. Aku langsung masuk ke mobil. Meninggalkan dia yang mematung tanpa sepatah kata.

Saat mobilku bergerak menjauh, aku bisa melihat lewat kaca spion wanita itu menatap kepergianku dengan tatapan penuh amarah. Semakin jauh pantulannya di spion, samar-samar dia sedang menelpon seseorang.

Perasaanku semakin tidak keruan. Wanita gila itu sedang merencanakan sesuatu bersama seseorang. Entah siapa. Dia tidak sendirian.

***

If I Can't Pregnant [TELAH DITERBITKAN!]Where stories live. Discover now