#25. The Truth About Them

55.1K 4.2K 355
                                    

"Assalamu'alaikum." Sena memberi salam sambil membuka pintu rumahnya yang tidak terkunci. "Ken? Kena?" Sena tidak mengerti, mengapa Kena tidak menyambutnya pulang, apalagi pintu rumahnya tidak dikunci. 

Di dapur, tidak ada. Satu yang pasti Kena berada, pasti dia ada di kamar. Langkah lebar Sena menyusuri anak tangga dengan cepat. Sampai di depan pintu, hati Sena malah jadi tidak karuan. 

"Ken, aku pulang," kata Sena setelah mengetuk pintu kamar. Tangannya menekan gagang pintu lalu membuka pintu kamar. 

Degupan jantung Sena semakin cepat saat melihat Kena duduk di atas kasur sambil menatapnya sinis. 

"Kamu kenapa, sayang?" tanya Sena tidak mengerti. 

"Walaikumsalam. Cepet mandi, airnya sudah aku siapin. Makan malamnya ada di bawah," ketus Kena. 

"Kamu kenapa sih?" tanya Sena masih mencoba sabar. Pahamilah, dia sudah pusing dengan pekerjaannya di kantor. Hiburannya adalah Kena, tapi istrinya itu malah membuatnya semakin kacau. 

Di sisi lain, Kena juga tidak ingin seperti ini. Dia ingin menyambut Sena layaknya biasa, tapi hatinya sedang naik darah dan Kena bukan tipe orang yang bisa menyembunyikan kekesalan. Mata Kena mengalihkan pandangannya dari tatapan Sena yang mulai mendingin. 

Tanpa sepatah kata pun, Sena melepas pakaian kerjanya lalu pergi ke kamar mandi. 

Maafin aku, Sen. Maaf. Tapi aku gak kuat lihat ini, jeritan itu hanya tertahan di dalam hati Kena. Dia menggigit bibirnya keras-keras menahan isak tangis yang mendobrak keluar. 

Kotak hitam yang berisikan lima kalajengking dan dua foto ini masih tidak Kena pahami. Dia tahu siapa pelakunya. Tapi apa gerangan maknanya? 

Haruskah lagi Kena memikul sebuah pertanyaan yang tidak bisa ia jawab. Yang hanya bisa menjawabnya adalah Sena. Satu-satunya yang Kena pahami adalah tentang Sena dan sebuah rahasia yang tidak pernah Sena ceritakan ke siapa pun. Bahkan ke dirinya. 

Sambil menunggu Sena, Kena keluar kamar menuju dapur untuk mengambilkan Sena makan malam. 

Tak lama, Sena sudah selesai mandi. Dia mengedarkan kepalanya ke sekeliling kamar mencari Kena. Kemana lagi tuh? batinnya. 

Tanpa memusingkan itu, Sena memakai baju santainya. Hanya sebuah kaus warna putih dan celana selutut. Rambutnya yang basah ia keringkan dengan handuk. 

Bersamaan dengan itu, pintu kamar terbuka. Kena datang membawa makanan dan minuman di kedua tangannya. Tetap diam, Kena hanya menaruh makanan itu di atas meja. Lalu, dia mendekati Sena.

"Apa?" tanya Sena bingung. Jika saja Sena bisa berkata kalau hal yang paling ia tidak suka adalah saat Kena marah tanpa alasan yang jelas.

"Handukmu. Aku jemurin," ketus Kena tanpa menatap Sena. Sena memberikan handuknya itu. Kena langsung menjemur handuk Sena, sedangkan Sena hanya menggaruk-haruk kepalanya frustasi. 

Sena tidak ingin lebih frustasi karena perutnya yang keroncongan. Dia pun segera makan makanan yang dibawakan Kena. Begitu lahap, sampai teriris batin Kena melihat suaminya itu. 

Apakah sekarang waktu yang tepat? kata Kena dalam hatinya. 

Sesaat saja, makanan di piring telah habis tak bersisa. Pun dengan air di gelas yang dihabiskan Sena sekali teguk. 

Kena mendekati Sena, maksudnya untuk merapihkan piring dan gelas yang kosong itu dan mengembalikannya ke dapur. 

Saat Kena sudah kembali dari dapur, dia melihat Sena sedang berdiri di depan jendela kamar. Keduanya tahu, ada sesuatu yang harus dibicarakan secara serius malam ini. Udara di kamar mendadak berat. Hawa amarah Kena begitu terasa. 

If I Can't Pregnant [TELAH DITERBITKAN!]Where stories live. Discover now