#4. Reality[Kena POV]

100K 6.6K 557
                                    

Entah perasaan apa yang meresahkan batinku, rasanya kaki ini mau melangkah menghampiri Sena. Tidak biasanya aku ke kantor Sena, tapi kenapa hari ini aku seperti ingin sekali datang ke kantornya sekadar melihat atau menemaninya sebentar. Batinku sangat tidak enak. 

Aku pun menelpon seseorang yang sekiranya bisa memastikan kalau Sena lagi di kantor. Tapi siapa ya? Oh ya, Danis! Kucari nomor teleponnya dan coba menghubungi dia. Diangkat!

"Hallo," jawabnya dari seberang telepon

"Haloo, Danis?" 

"Ya?"

"Ini gue Kena,"

"Oh ya, kenapa, Ken? tumben nelepon,"

"Sena ada di kantor gak ya?" 

"Oh, ada kok. Dia gak jalan hari ini. Mau ke kantor?"

"Iya, hehe."

"Oh yaudah. Main aja kali, kayak gak pernah ke kantor deh lo pake nelepon dulu,"  

"Yeh bukan gitu, gue cuma mau mastiin Sena di situ. Yaudah, makasih ya, Dan. Sorry ganggu,"

"Yo, sama-sama," 

Telepon terputus bersamaan. Langsung aku pergi ke kamar untuk mengganti baju. 

Oh ya, Danis itu teman dekatnya Sena. Jadi, perusahaan yang Sena miliki sekarang adalah jirih payahnya, tapi Danis-lah orang yang selalu membantu Sena dan menyumbangkan ide-ide brillian sampai perusahaan bisa berkembang seperti sekarang. Tentu saja Danis juga mempunyai posisi penting di perusahaan itu. Memang belum sebesar perusahaan Papa Dirmaga, tapi Sena sudah cukup sukses mengembangkan perusahaannya sampai seperti sekarang. Butuh banyak pengorbanan, terutama waktu, dan aku.

Tak lupa, aku membawa bekal untuk suamiku yang dingin itu tuh. Sebagai seorang istri yang baik, sudah kewajiban 'kan melayani suami dengan penuh rasa ikhlas, secuek apa pun suami kita. Eit, Sena gak cuek kok, cuma gak peka aja. 

Naik taxi dari rumah ke kantor tidak terlalu lama. Sekita 15 menit, dan aku sampai di depan gedung kantornya Sena. Semoga kedatanganku yang mendadak ini bisa menjadi kejutan baginya. Naik lift menuju lantai 3, dan aku telah sampai di depan ruangannya. Seorang wanita yang duduk di depan ruangan Sena menyambutku dengan ramah. 

"Siang, Mbak Kena," sapanya sedikit membungkukkan badan. Dia Yori, sekretarisnya Sena. 

"Siang, Yor. Sena ada?" tanyaku.

"Ada, Mbak. Langsung masuk aja ke dalam." Wajah Yori kenapa sih? Sepertinya ada yang janggal atau ada yang disembunyikan. Tapi aku tepis perkiraan itu, mungkin saja dia mau BAB. 

"Oke, makasih." Aku pun berjalan ke ruangan Sena, dan sedikit bingung melihat pintu ruangannya sedikit terbuka. Kuintip sedikit, dan mendapati seorang wanita berada dalam ruangannya. Siapa wanita itu? Begitu asing dan seprtinya bukan rekan kerja. Kubuka pintu ruangan dan wanita itu berbalik badan hendak melangkah pergi. Dia menatapku dengan tatapan yang entah apa, tapi bisa kutebak kalau dia tidak menyukaiku. Memandangiku remeh dan aku balik memandangnya. Memangnya aku takut diliatin gitu. 

Tapi satu, dia cantik. Dari wajahnya saja aku tahu dia bukan keturunan Indonesia murni. Pasti ada campuran Eropa, dan tingginya jelas-jelas melebihi aku. Ditambah heels, maka sempurnalah penampilannya. Sampai harus nunduk ketika melihatku, congkaknya. 

"Jadi ini istrimu?" tanyanya kepada Sena. Sungguh aku panas mendengarnya, berbisa dan menyakitkan.

"Cepat pergi dari sini dan jangan sentuh Kena!" bentak Sena. Dia langsung menyunggingkan senyum dan memandangku rendah. Lalu berlalu melewatiku. Pasti ada yang tidak beres dengan mereka, pasti mereka pernah mempunyai cerita yang tidak mengenakkan.

If I Can't Pregnant [TELAH DITERBITKAN!]Where stories live. Discover now