BAB 3.1 : PEMINTA-MINTA

925 106 5
                                    

Tanjung Paser, Kaltim, 16.00 WITA

Karena sudah berminggu-minggu terbaring di RS, Oka akhirnya dipaksa untuk mengerjakan setumpuk tugas susulan yang membuat kepalanya langsung pusing. Tugasnya adalah membuat empat makalah dari mata pelajaran sosiologi, fisika, sejarah dan kimia yang harus dikumpulkan minggu depan serta mengerjakan sejumlah soal latihan dari mata pelajaran matematika dan biologi.

Sesungguhnya tugas seperti ini bisa saja ia selesaikan dengan melakukan salin-lalu-tempel jika saja tidak ada syarat khusus dalam pengerjaan makalahnya. Oka diwajibkan membaca dan membuat makalah berdasarkan buku yang dicantumkan oleh guru-gurunya! Lebih celakanya lagi buku-buku itu rata-rata punya ketebalan sekitar 350 halaman. Ketebalan yang cukup untuk membuat kepala orang benjol kalau kena lemparan buku seperti itu.

Ia sudah kepayahan saat kelas hari itu usai dan tambah payah lagi saat keluar dari perpustakaan dengan membawa enam buku tebal sebagai referensi makalahnya.

"Hei Oka, sini sa bawakan tas ko," tanpa dikomando lagi Ignas, si Lokapala biru, langsung menyambar tas oblong Oka dan memanggulnya di bahunya.

"Terima kasih, Nas."

"Bukan masalah!" jawab Ignas sambil menyeka dahinya yang banjir peluh dengan handuk yang ia sampirkan di lehernya, "Omong-omong kenapa ko bawa buku banyak sekali?"

"Tugas susulan. Sebelum kalian datang aku kan absen tiga minggu."

"Oh, paham, paham," Ignas tampak manggut-manggut.

"Habis jalan-jalan ya?" tanya Oka berbasa-basi mengomentari penampilan Ignas yang tengah memakai jaket dan celana training warna hijau.

"Ah bukan, sa latihan buat seleksi masuk klub tinju!"

"Lari sampai mana tadi?"

"Sampai stasiun commuter C lalu balik kemari."

"HAH?" Oka tahu betul bahwa stasiun commuter C itu jaraknya sekitar 8 km dari akademi ini. Jika Ignas benar-benar lari sampai sejauh itu, artinya ia sudah berlari setidaknya sejauh 16 km!

"Gile! Situ mau masuk klub tinju atau atletik sih?"

"Orang main tinju itu juga butuh stamina. Ko tidak bisa tahan lama di atas ring kalau habis lari sedekat ini saja sudah kepayahan!" jawab Ignas sambil tertawa.

"Dekat?" Oka merasa 16 km itu sudah jauh sekali jika harus ditempuh dengan lari. Oke, Oka akui sewaktu menjalani masa pelatihan sebagai Dwarapala dulu ia juga pernah lari sampai 10 km dalam waktu 3 jam. Tapi ia tetap tidak akan mengatakan jarak 16 km itu jarak yang 'dekat'.

"Sa punya bapak," kata Ignas lagi, "Tempat tugasnya dengan tempat tinggal kita jaraknya 80 kilo. Bapak harus naik angkutan untuk tempuh 50 kilonya kemudian ganti jalan kaki untuk 30 kilonya. Itu baru yang namanya jauh Mas Oka."

Oka hanya geleng-geleng kepala. Dengan kaki yang kuat berlari sejauh itu, Oka tak heran jika Ignas direkrut menjadi Lokapala. Apalagi ditambah dengan kekuatan pukulannya yang keras dan mematikan.

"Kamarmu di mana Oka?" tanya Ignas ketika mereka sampai di pintu depan asrama.

"Aku satu kamar dengan Panji dan Sitanggang."

"Oh begitu."

"Sudah, biar aku bawa saja tasku itu," kata Oka sembari berusaha mengambil tasnya, namun Ignas menolak memberikannya.

"Aaa tidak, sa akan bawakan ini sampai kamar ko. Sa juga ada urusan sama Sitanggang."

******

Sampai di kamar, Oka melihat Panji dan Sitanggang tampak sibuk mengerjakan tugas prakarya berupa rancangan bangunan yang disusun atas bangun ruang tiga dimensi seperti limas, kubus, tabung, balok, dan sebagainya. Tugas mata pelajaran kesenian yang harus dikumpulkan dua minggu lagi.

Lokapala Season 1 : Usana | #Wattys2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang