#17 Queen Bee

1.7K 87 0
                                    

Pria itu menyibukkan pikirannya sambil menikmati salju yang turun perlahan dari balik jendelanya yang lebar dan bening. Sebelah kakinya dinaikkan di atas paha, menggoyang-goyangkannya sembari menghembuskan asap rokok ke udara. Sudut matanya melirik penasaran ketika seorang pria lain, yang mungkin adalah orang suruhannya, masuk menghampirinya. Bibirnya melengkung ke atas membentuk senyuman tatkala orang suruhannya menyerahkan selembar foto.

"Jadi benar, anak bungsu Thomas Cavren yang satu ini adalah pacar Justin?" Dia berdecak senang. "Sungguh keberuntungan bagiku. Kedua keluarga ini bisa kuhancurkan jadi satu. Panggil adikku kemari, karena aku butuh berbicara dengannya. Semoga saja apa yang akan dilakukannya nanti tidak mengecewakanku."

"Baik, bos."

Orang suruhan tersebut melenggangkan kaki meninggalkan bosnya. Matanya menelisik bayangan seorang wanita yang terpantul dari kaca jendelanya. Siapa lagi kalau bukan istrinya yang berhasil dia ambil—atau rebut, lebih tepatnya—dari tangan Joseph Bieber?

"Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanyanya tidak suka.

"Steven, kau sudah membunuh Ellen, mengambilku, apa lagi yang kau inginkan? Belum cukupkah?"

"Jangan paksa aku untuk membungkam mulutmu selamanya, Karen." Steven menyeringai licik. "Selama aku bernapas, aku tak akan berhenti." Tangannya yang menggenggam pistol Beretta terayun-ayun, memberikan kode pada wanita itu untuk pergi. "Pergilah."

Tidak ingin mengambil resiko, Karen melimbai meninggalkan Steven. Wajahnya menampilkan ekspresi muak dan ketakutan. Di tempat itu, Steven masih menikmati setiap hal yang dilakukannya. Dia memang tak akan pernah puas jika belum mendapatkan apa yang diinginkannya.

***

Justin's Point of View

Pagi ini suasana di rumahku ricuh. Penyebabnya adalah satu, Jaxon. Dia datang nyelonong ke dalam kamarku yang tidak kukunci dan hampir membuat jantungku melompat dari rongganya mendengar seruannya. Untung saja Elsie masih terlelap dan tidak terganggu dengan seruan itu, sampai aku menerjang Jaxon keluar dari kamarku, menutup pintu. Dia menuntutku menjelaskan bagaimana bisa Elsie ada di sana sambil memelototkan mata ngeri dan berulang kali menyebutkan rencana pembunuhan yang telah disusun Joseph. Aku menyusupkan jari-jari pada rambutku, menariknya kuat sekedar menahan kekesalanku mendengar suara Jaxon yang keras.

"Kita ditugaskan untuk menghancurkan keluarganya, Justin," serunya lebih berapi-api nyaris gila. Tangannya bergerak-gerak meluapkan ekspresinya. "But you fuck her. You fuck her, Justin. You-fuck-her."

"Geez, shut your fucking mouth up," dengusku. Tidak ingin mendengar celotehan Jaxon lagi, aku pun membungkam mulut Jaxon. "Akan kujelaskan padamu. Tapi jangan ribut, mengerti?"

Dia menganggukkan kepala menyerah. Aku pun melepaskan dekapanku dari mulutnya dan menghela napas panjang. Jaxon masih menungguku dengan tatapan penuh tanya, sebelum aku membuka mulut, mulai menjelaskan.

"Thomas Cavren bukanlah pembunuh kakek kita. Kemarin lusa Gilbert memberiku kaset rekaman CCTV yang masih dicari polisi. Dan ya, kakek bunuh diri dengan menembakkan peluru pada kepalanya. Secara garis besar, keluarga Cavren bukan dalang dari kematian kakek."

Mulut Jaxon ternganga lebar mendengar penjelasanku, meski tatapannya masih bertahan, nyaris gila. "Tapi... wow... aku... tidak percaya ini."

"Aku akan mengatakannya pada Jo."

"Tapi... kau... dan... Elsie..." Dia memukul kepalanya berulang kali, sepertinya bingung dan masih belum bisa mempercayai ucapanku baru saja.

"Dia pacarku."

Perfect Revenge (by Loveyta Chen)Where stories live. Discover now