#11 Kidnapped

1.6K 98 0
                                    

Hampir tiga jam Joseph duduk di sebelah Keith mengamati jalannya shooting proyek terbaru mereka. Hampir tiga jam itu pula Joseph merasa muak melihat Marylou yang bertingkah menyebalkan, tak henti-hentinya membuat darahnya seolah tersumbat di ubun-ubun. Dihembuskan asap rokok yang diisapnya kasar ketika Marylou berjalan mendekatinya. Wanita itu bermanja-manja di sebelah Keith, mencoba membuat Joseph semakin jengah.

"Baiklah, break lima belas menit dulu," seru Keith dari balik pengeras suara yang digenggamnya. Selanjutnya, baru dia menoleh ke arah Marylou yang duduk di atas pangkuannya. "Kau tidak ingin istirahat untuk makan atau apa, Mary?"

Marylou mendekatkan jari telunjuk pada bawah bibirnya tampak berpikir. "Kalau makan bersamamu, aku mau," balasnya genit.

Di sebelahnya, Joseph mendengus kesal. Hampir saja dia beranjak pergi, merasa bosan dan enggan berdekatan dengan wanita itu, sampai akhirnya Keith memanggil namanya.

"Ngg... Jo, ajak Mary makan siang. Aku masih ada beberapa pekerjaan untuk memperbaiki adegan." Keith tersenyum penuh makna.

"Aku tidak sudi makan dengannya. Bisa-bisa aku terkena flu," Joseph mencela.

Sebelah alis Marylou terangkat mendapatkan balasan sarkastis seperti itu. Dia tak ingin mengalah begitu saja pada pria arogan di depannya. Bahkan sempat dia berpikir, bagaimana caranya agar Joseph tunduk dan takhluk di bawah kakinya seperti kebanyakan pria di sekelilingnya. Setelah dirasa cukup berhasil memberikan pengaruhnya pada Keith, Marylou mencoba-coba mengikat Joseph. Meskipun dia tak yakin bisa menakhlukkan hati pria tersebut yang telah membeku.

"Sebenarnya aku juga tidak sudi, tapi... bolehlah kita menjalin hubungan baik sebagai partner dengan makan siang bersama." Marylou memaksakan senyumnya agar tampak manis, meski Joseph menanggapinya dengan pandangan datar.

Keith menjentikkan jarinya. "Nah, ide bagus." Lantas, dia menepuk pundak Marylou hingga wanita itu beranjak dari pangkuan sang sutradara. "Aku pamit dulu kalau begitu." Sebelum meninggalkan tempat, Keith mengerling pada Joseph.

Tanpa mengabaikan Marylou yang masih berdiri di sebelahnya dengan pandangan menunggu, Joseph melenggang malas menuju tempat makan terdekat di lokasi shooting. Dengan berat hati Marylou mengekor di belakang. Tak peduli apa yang akan dilakukan Joseph padanya jika dia masih bersikeras mengikutinya.

"Dengar," mendadak Joseph berhenti sampai-sampai Marylou yang ada di belakangnya menubruk punggung pria itu. Joseph memejamkan mata sedetik menahan dongkol. Sebelum akhirnya berbalik badan dan memaksa mata Marylou beradu pandang dengan matanya yang tajam. "Cara apa yang kau lakukan pada Keith sampai-sampai dia bersedia mengangkat aktris payah sepertimu?" nada Joseph berubah alegro. "Oh, ternyata kau memang aktris berbakat. Hingga sanggup membuat Keith termakan akting sampahmu."

Marylou mencibir masam. "Hm, aku berkata sejujurnya pada dia. Mungkin karena dia terpikat dengan kecantikanku."

Tiba-tiba saja Joseph tertawa. "Jangan konyol dan banyak berharap. Aktingmu untuk membujuknya sangat bekerja. Semua yang dilakukannya sekedar rasa empati terhadapmu. Dia tak akan tertarik seinci pun padamu."

"Oh sungguh? Nyatanya, dia tampak terpesona denganku." Marylou meninggikan dagunya angkuh. "Jangan-jangan kau mencemburuinya karena aku lebih sering berdekatan dengannya?"

"Itu tuduhan keji." Kini Joseph melebarkan sudut bibirnya membentuk senyuman mencemooh. "Dia tak akan jatuh cinta padamu karena dia gay."

Sontak, perut Marylou seperti diaduk-aduk mendengar kalimat terakhir Joseph yang keluar secara lancar dari mulutnya. "Jangan menuduh orang sembarangan."

Perfect Revenge (by Loveyta Chen)Where stories live. Discover now