Kembang kamboja berserakan di rerumputan. Terlihat segar dengan air di permukaan kelopaknya. Jatuh dalam posisi mendongak seperti tengah menunggu kembang lain yang masih bertahan di atas untuk luruh. Satu bunga jatuh di bangku taman. Sendirian dan kesepian.
Sudah sejam lebih menunggu dan nyatanya itu tidak menjadi masalah sama sekali untuk Gempar yang terbiasa melakukannya. Dan misi kali ini tidak mudah karena dia yang terbentur birokasi. Dia benar-benar bergantung pada kemampuan Rigan, adik Rahmadin untuk membantunya.
Gempar mendongak. Dari arah pintu bagian dalam ruang kunjungan, Rigan, pria yang seminggu lalu ditemuinya dan mereka membicarakan rencana mereka, masuk membawa seorang narapidana wanita berbadan gempal.
”Mas.”
Gempar beranjak dan menjabat tangan Rigan dan wanita yang diperkenalkan sebagai Sulis. Rigan bergerak cepat setelah pertemuan mereka. Namun pergerakan melambat di dalam lapas dan Gempar yang duduk kembali, sedikit ragu dengan wanita di depannya.
”Saya akan menunggu di sana Mas.” Rigan menunjuk ke arah meja sipir.
”Terima kasih, Dek.” Gempar tersenyum dan diam sesaat sampai Rigan sampai di kursinya. Dia lalu menatap wanita di depannya yang membisu. ”Mbak Sulis.”
”Saya, Pak.”
”Kita langsung saja ya Mbak. Bagaimana?”
”Itu perkara mudah untuk saya Pak.”
Kekuatan uang. Gempar tersenyum dengan apa yang di batinnya. Dia memang tidak memungkiri, Rigan pintar mencari seseorang yang bersedia membantu dengan bayaran. Dan wanita di depannya ini, seseorang yang mengerti dan profesional. Seseorang yang tahu dengan pasti harus seperti apa dia bekerja ketika ada uang dalam sebuah transaksi. Seperti dia menjual jasa, dia tidak melibatkan perasaan pribadi. Murni, semua berdasar atas uang.
”Apa yang Mbak dapatkan?”
Wanita bernama lengkap Sulistiani itu melirik ke kanan kiri dengan samar.
"Ariyani berkali-kali mengatakan bahwa dia dijebak dan dibohongi. Hingga dia berakhir di penjara. Seseorang menawarkan padanya pertolongan terkait peradilan hak asuh anak namun justru membuatnya berakhir di penjara. Dia tidak membunuh suaminya.”
YOU ARE READING
GEMPAR AND THE COFFEE THEORY
RomanceGempar Merapi Pramoedya (26 tahun) di usianya yang sudah dewasa, harus kembali mencari jati diri yang sesungguhnya. Setelah menjalani hubungan dengan seorang gadis dalam hitungan waktu yang tidak sebentar, dan diakhiri dengan sebuah perpisahan, memb...