Bagian 24. OBAT DAN DRAMA

1.6K 348 45
                                    

Pasti saya akan terseok di bulan ini untuk bisa rajin menulis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pasti saya akan terseok di bulan ini untuk bisa rajin menulis. Kesehatan kami sekeluarga sedang diperhatikan oleh Allah jadi dianugerahi sakit yang bergantian.

Manusia membutuhkan satu saja suasana hari yang menjadi buruk, agar kita bisa bersyukur betapa banyak hari baik sudah kita jalani sepanjang hidup kita.

Bulan baru nih teman-teman. Siapa tahu ada yang sudah berkeluangan rejeki. Saya mohon bantulah Arrasid untuk membersamai saya membantu dia seperti yang sudah kita lakukan hingga sejauh ini. Ujian sakit saya dan keluarga saya bukan apa-apa, tapi mereka sangat membutuhkan bantuan kita di tengah ketidakpastian keadaannya.

Bantu ya teman-teman : [ BCA 6281263649 a/n NIKEN ARUM DHATI ]

Terima kasih banyak teman-teman yang sudah membantu. Saya nol kan sore ini dan semoga Allah hitung sebagai pemberat timbangan pahala kita kelak.

Selamat membaca teman-teman ♥️

*

”Aku akan bicara dengannya.”

Gempar menatap Brielle yang menyusut hidungnya dan mengucek nya dengan kencang. Gadis itu terlihat tersiksa dengan flu yang cukup parah. Gempar mengamati Brielle dengan teliti dan baru membuang pandangannya saat menyadari pipi gadis itu berangsur memerah. Dan Brielle buru-buru memakai lagi maskernya.

”Dengarkan aku.” Gempar mendongak dan terhenyak. ”Kenapa sih sering sekali mengagetkan?” Dia memundurkan kepalanya saat mendapati Brielle justru sudah berada sangat dekat dengannya. Gadis itu sudah beringsut tanpa suara.

”Aku hanya ingin memastikan penglihatan ku.”

”Apa?” Gempar bertanya dengan raut heran. Dia menelisik wajah Brielle sementara gadis itu terus mengamatinya lekat-lekat. ”Ada apa?” Dengan canggung Gempar menepuk pipinya pelan.

”Tidak ada apa-apa.” Brielle beringsut menjauh dan itu membuat Gempar menarik napas lega. Dia menegakkan tubuhnya dan tangannya terulur meraih remote televisi. ”Kenapa ibu dan Andi lama sekali?”

”Mereka berbelanja. Sebenarnya aku mau ikut...”

”Ikut...ikut...lihat dirimu. Aku harus membawamu ke dokter.”

”Mas khawatir padaku?” Brielle tiba-tiba merangsek dan dengan luwes memeluk Gempar.

”Haiish.” Gempar mendorong Brielle pelan dan gadis itu menegakkan tubuhnya. ”Aku khawatir...”

”...Kan? Iya kan...khawatir?”

”Aku khawatir itu akan menular. Semua akan kacau kalau serumah sakit semua.”

”Huuuh...” Brielle mendesis lirih. Dia beringsut menjauh dari Gempar yang justru beranjak.

”Ambil jaket mu. Kita ke rumah sakit sekarang.”

”Aku tidak mau.”

Gempar yang sudah sampai di pintu penghubung ruang tengah menoleh dan menatap tajam Brielle. Gadis itu nampak kesal dengan mulut aneh.

GEMPAR AND THE COFFEE THEORY Where stories live. Discover now