Bagian 53. PERANG

1K 318 31
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bismillahirrahmanirrahim.

Selamat pagi teman-teman.

Sekarang saya hanya bisa mengharapkan keajaiban. Dan semoga itu berasal dari kebaikan teman-teman semua. Tunggakan biaya pengobatan Arrasid stuck di 28.000.000 dan pihak RS meminta dengan sangat untuk bisa menutupnya. Kami sudah membuat tembusan ke sana kemari tapi seperti biasa, kami dioper ke sana ke mari juga.

Bantu saya minimal menutup tunggakan itu teman-teman dan Mbak Atun Wasilatun dan InShaAllah saya yang akan mengurus biaya inapnya yang entah sampai kapan. Serius, pagi ini saya menangis. Suami saya sudah menggelengkan kepala. Apa lagi yang bisa saya lakukan teman-teman? Bantulah kami teman-teman. Bebaskan kami dari semua ini di [ 62812636 BCA a/n NIKEN ARUM DHATI ]. Paling tidak untuk tunggakan yang diminta dengan sangat untuk segera ditutup. Saya tidak menyalahkan mereka karena mereka juga sudah memberi banyak waktu.

Semoga, pagi ini saya membaca kabar baik dari kalian semua. Dan Mbak Atun Wasilatun 🙏

Ingatkan saya untuk double update. Naskah ini sudah menumpuk sepertinya. Selamat membaca teman-teman ♥️

*

”Tidak apa-apa Mbak.” Brielle tersenyum ke arah Bandang yang bersembunyi di balik tubuh ibunya yang mulai terlihat kesal.

”Dia bahkan menanyakan kamu berkali-kali sejak kemarin. Tapi kenapa begitu ke sini justru seperti ini? Bu, apa ada yang aneh?”

Brielle mengikuti pandangan Mbak Kiko yang menoleh pada ibu Agni. Wanita itu diam saja sejak tadi dan terlihat menatap cucunya dengan tatapan redup. Ibu Agni bersedekap dan menyandarkan tubuhnya di laci panjang di dekat pintu ruang keluarga. Keheningan menyergap, tatapan semua orang menyelidik. Terlihat sekali Michiko sebagai ibu dari Bandang merasa bingung. Wanita itu mengusap lengannya dan menunduk menatap putranya yang memegangi pinggang terusannya.

”Bandang lihat apa, Le?”

Pertanyaan itu membuat Brielle menoleh lagi pada Bandang yang nyatanya tengah menatapnya lekat-lekat. Dan ketika dia menoleh padanya, bocah itu kembali surut ke belakang ibunya.

”Tidak bagus seorang pria sejati menutup mulut untuk sesuatu yang dia ketahui. Itu namanya pengecut, Cah Bagus.”

Brielle menelan ludah kelu dan bisa merasakan betapa ibu Dian Agni mendidik cucu laki-lakinya dengan tegas.

”Ada...Tante Bri seperti nenek-nenek, Eyang. Aku takut.”

”Boleh takut. Tapi, bukankah sebaiknya laki-laki itu tidak penakut? Huum? Apa kata Eyang Kakung?”

”Hanya boleh takut pada Allah.”

”Betul sekali. Ayo kita bicara.” Tangan ibu Agni terulur tanpa wanita itu beranjak dari tempatnya berdiri dan Bandang nampak ragu karena dia harus melewati Tante Brielle untuk bisa menjangkau eyangnya.

GEMPAR AND THE COFFEE THEORY Where stories live. Discover now