Tujuh Belas ; Tantangan

0 0 0
                                    

Bu Heni—ibu kosku—meninggalkanku berdua hanya dengan Sashee. Kini, kami saling berhadapan satu sama lain. Kebingungan menyelimuti diriku sepenuhnya. Aku tidak tahu apa yang membuat Sashee kemari?

Dia memandangku remeh dari atas hingga ujung kaki, lalu berjalan lambat seakan memutari tubuhku. "Ada apa mencariku?"

Sashee berdecih. "Jangan kau pikir Jean memilihmu dan kau akan menang dariku, Misya. Kau tidak akan pernah menang karena keluarga Jean ada di bawah genggamanku."

Aku terdiam, berpikir sejenak untuk mencerna kalimat yang baru saja Sashee ucapkan. Meski beberapa kali aku berpikir dan menerka-nerka, aku tetap tak mengerti apa maksudnya. Sebab dirundung kebingungan, aku pun mulai bertanya,

"Maksudmu? Aku tak mengerti."

"Kau tahu kenapa Mama Jean memilihku?" Sashee bertanya dengan tatapan tajamnya yang terarah padaku dan aku hanya bisa menggeleng. "Itu karena keluarga Jean memiliki hutang pada ayahku," ucapnya dengan nada suara yang lebih serius. Sashee menyeringai.

Aku membelalakkan mata dan mengernyit bersamaan dengan itu. Ini membuatku bingung. Aku bahkan tidak tahu jika keluarga Jean memiliki hutang pada ayah Sashee karena Jean pun tidak pernah bercerita padaku tentang ini.

Perempuan di hadapanku kini melipat tangannya. "Kau tidak tahu, ya?"

Aku terdiam kembali karena aku memang tidak tahu menahu masalah ini. Jean pun jarang bercerita perihal keluarganya dan aku tak mempermasalahkan itu karena kupikir itu hal yang cukup privasi.

Lagi-lagi Sashee mengukir tawa kecil, tetapi tawanya terdengar seakan memandangku miris sebab tak tahu menahu seputar Jean. "Sayang sekali Misya. Sepertinya Jean tak mempercayaimu untuk menceritakan keluarganya. Padahal katanya kau orang yang dia cintai, bukan?" Sashee menggeleng.

Rasanya detik ini juga aku ingin menampar wajahnya. Namun, sebisa mungkin ku tahan emosiku yang mulai terpancing. "Aku tidak sepertimu yang selalu ingin tahu perihal Jean. Aku selalu menghargai setiap keputusannya, bahkan untuk privasinya sekalipun. Tidak semua harus kita tahu, bukan?"

"Yang paling penting yang harus kau tahu, Jean memilihku dengan hatinya yang tulus, bukan denganmu yang terpaksa," sambungku menatap tajam kearah Sashee sambil mengangkat salah satu sudut bibirku.

Talak! Ucapanku pedas padanya hari ini. Aku sebenarnya tidak ingin bertengkar apalagi di kosku malam-malam begini, terlebih aku juga lelah sekali, tetapi apa boleh buat? Aku tidak bisa membiarkan Sashee terus-menerus menginjak harga diriku.

Dia seakan tercekat, tak mampu berbicara walau hanya berujar sepatah kata padaku. Terlihat amarahnya  yang seakan ditahan dengan mengepalkan kedua tangan. Lalu setelahnya, ia menarik napas dalam-dalam, mengeluarkannya perlahan, melipat tangan, lalu menyeringai kembali ke arahku.

"Aku menantangmu untuk mendapatkan hati mama Jean. Kita akan bersaing secara sehat dan mari kita lihat, siapa yang berhasil bersanding dengan Jean nantinya," pungkasnya yang langsung berbalik badan, menjauh dari pandanganku.

Aku menghela napas panjang. Hari ini benar-benar kacau ditambah dengan kehadiran Sashee yang secara tiba-tiba di depan kosku membuat batin dan jiwaku semakin kelelahan. Rasanya aku tidak memiliki tenaga sama sekali bahkan untuk pergi ke kamar mandi sekalipun. Aku pun berjalan menuju kamar, mengunci pintu dan menghempaskan tubuh di kasur.

××××

Pagiku disambut cerah oleh beberapa notifikasi dari Jean semalaman. Terlalu lelah membuatku tak sadar jika aku ketiduran hingga sang surya turut membangunkan diriku dengan sinarnya yang menusuk mata melalui pantulan kaca.

Coffee Shop حيث تعيش القصص. اكتشف الآن