Prolog

38 5 0
                                    

Semburat senja menyegarkan penglihatanku di tengah kelelahan yang melanda. Tugas dari dosen, ditambah beberapa komplain yang kudapat dari pekerjaan paruh waktu rasanya menghantam tubuhku tanpa ampun. Akhirnya untuk sekadar menghilangkan penat, aku memutuskan mengunjungi kafe Jean sore ini.

Meski rasanya kaki ini sudah tak mampu berjalan, tetapi tetap ku paksa karena ingin segera berkeluh kesah pada Jean. Ya, memang sepertinya hanya pria itu yang mampu menyulap segala kegundahanku dengan secangkir racikan kopi latte buatannya yang terbilang khas.

Tanganku mendorong pintu masuk kafe itu. Pandangan mataku mengedar. Tak kutemukan pria itu di dalam sini. Aku beralih menuju kasir dengan berjalan sedikit pincang. Geena yang bertugas sebagai penjaga kasir menatapku penuh khawatir seakan bertanya 'kenapa?' padaku.

Menggeleng adalah salah satu jawaban yang tepat untuk kukeluarkan saat ini, seraya melengkungkan jempol dan jari telunjuk mengisyaratkan sebuah kalimat 'I'm Okay,' karena aku sedang malas menjelaskan sesuatu. Geena hanya mengangguk paham akan maksudku.

Kakiku melangkah menuju kursi yang berada di pojok kafe tersebut. Geena datang membawa sebuah menu. Dia menuliskan sesuatu dalam kertas yang ia bawa, karena dirinya merupakan seorang tunarungu juga tunawicara yang kemana pun harus membawa alat tulis dan kertas karena tidak semua orang paham dengan bahasa isyarat yang ia gunakan.

 Dia menuliskan sesuatu dalam kertas yang ia bawa, karena dirinya merupakan seorang tunarungu juga tunawicara yang kemana pun harus membawa alat tulis dan kertas karena tidak semua orang paham dengan bahasa isyarat yang ia gunakan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seolah tahu apa yang ada dipikiranku saat ini, Geena mengangkat alisnya dengan sedikit terkekeh saat menatapku yang mulai terlihat tersipu. Seketika aku menunduk, menyembunyikan pipiku yang memerah dan beralih mengambil kertas milik Geena untuk menjawab pertanyaannya.

Bahasa isyarat yang ku pelajari masih sangat minim. Jadi, aku tidak bisa menggunakan itu pada Geena karena takut jika gerakanku ada yang keliru dan membuatnya salah tangkap dengan maksudku.

 Jadi, aku tidak bisa menggunakan itu pada Geena karena takut jika gerakanku ada yang keliru dan membuatnya salah tangkap dengan maksudku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gadis di hadapanku itu turut menyunggingkan senyum saat membaca apa yang aku tulis. Sesaat kemudian, ia kembali menorehkan tulisannya di sana.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Coffee Shop Where stories live. Discover now