II34II

39.2K 1.4K 8
                                    

Spesial buat malam ini, Aku bakal up 4 part. Ini kusus buat kalian. 

AKu bener-bener terima kasih buat kalian yang terus ngedukung aku..

Alasan aku lama up adalah, sebenernya aku tantang diri aku. Kalau aku bakal up, jika cerita aku udah sampe 500k pembaca di hari minggu. Dan ternyata semalem udah nyampe 500k. So,,aku bakal up malam ini..

Happy reading..pembaca setia MRID...

__________

AIHS Kini sedang dalam keadaan berduka, setelah tersebarnya berita kematian 2 orang murid. Arvan Fernandes dan Roseanne Anastasya. Keduanya ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Arvan yang ditemukan di semak-semak dalam keadan yang mengenaskan. Sementara Roseanne yang ditemukan di selokan.

Para murid yang mengetahui itu tidak terlalu sedih sebenarnya. Banyak dari mereka yang malah bersyukur atau bahkan menyumpahi keduanya.

Disekitaran sekolah terdapat banyak papan bunga yang disiapkan sekolah untuk mengenang keduanya.

"Selamat pagi! Disini kita sama-sama mengantar kepergian dua teman kita. Bapak harap, kalian semua memaafkan kesalahan mereka agar mereka bisa tenang disana" Ucap Kepala sekolah yang berdiri di sebuah mimbar.

Pagi ini sekolah menyuruh para murid untuk berbaris di lapangan. Untuk sama-ama berdoa.

"Semoga mereka tenang di neraka" Doa Maggie kemudian tersenyum. Tidak ada raut kesedihan di wajahnya. Gadis itu justru senang karena akhirnya gadis yang menjadi penyebab hancurnya keluarganya kini sudah tiada.

Di samping Maggie, Bella berdiri dengan tatapan kosong. Gadis itu masih saja menangis. Bukan karena kehilangan dua orang yang baru saja tiada melainkan memikirkan Violyn yang kini juga belum ketemu.

Maggie yang melihatnya mengusap lembut bahu Bella. Menenangkan gadis itu dengan kata-kata penenang. Jujur saja, awalnya Maggie juga kecewa. Bagaimana Bisa Bella melakukan hal itu? Bisa-bisanya gadis itu kepikiran menjebak Violyn tidur dengan papanya.

"Udah Bell. Vio pasti balik kok. Dia butuh waktu buat sendiri, buat nerima semuanya" Kata Maggie tersenyum.

Bella menatap Maggie sendu, "Gue salah gie. Gak seharusnya gue ngelakuin itu sama Vio. Bahkan papa aja masih mikir dulu sebelum ngelakuin itu sama Vio!"

Maggie menghela napas pelan, "Dengerin gue" Maggie memegang kedua bahu Bella membuat gadis itu menatapnya, "Kalau lo memang bener-bener nyesel, Buktiin. Ayo cari Vio sama-sama, dan setelah itu minta maaf sama dia. Lo harus berusaha dapetin maafnya dia!"

"Gue yakin Vio bakal balik. Gue yakin dia bakal maafin lo" Kata Maggie tersenyum menatap Bella.

Setelah mendengar kata-kata dari Maggie, Bella terdiam sejenak. Ia menghela napas pelan kemudian menatap Maggie tersenyum dan mengangguk.

"Bagus, ini baru sahabat gue!"

Tidak jauh dari mereka sepasang suami istri sedang berjalan menghampiri mereka. Bella yang menyadari jika itu adalah kedua orang tua Maggie pun memberitahu gadis itu.

"Mau ngapain?" Tanya Maggie tanpa mau melihat kedua orang Tuanya.

Bagas yang melihat putrinya sendiri enggan melihatnya hanya bisa tersenyum lemah. Dia tidak bisa menyalahkan Maggie karena bersikap seperti ini padanya. Ini juga kesalahannya dengan Clarissa yang bisa-bisanya lebih mementingkan orang lain daripada anak kandung mereka sendiri.

"Kamu gak mau pulang sama mama dan papa?" 

Maggie yang mendengarnya tersenyum sinis, "Pulang sama kalian? Buat apa? Buat ditampar lagi? Atau sekarang mau disiksa?"

Clarissa menggeleng ribut mendengarnya. Wanita itu sudah menangis pelan sedari tadi. "Nggak sayang. Mama gak mungkin nyiksa kamu"

"Papa sama mama minta maaf sayang. Kami minta maaf atas semua perlakuan kami sama kamu. Papa sama mama nyesel" Bagas menatap putrinya itu sendu.

Maggie tertawa pelan, "Maaf? Baru sekarang? Dulu kemana aja ma?pa? Bahkan kalian lebih milih dia daripada aku! Sekarang?! Karena dia udah gak ada? Kalian baru datang ke aku?!" Maggie mengusap air matanya yang turun tanpa diminta.

"Sakit ma! disini sakit!" Maggie menunjuk dadanya yang terasa sesak. Selama ini dia selalu menahan semuanya.

Di samping itu Bella yang melihat pertengkaran di depannya hanya diam. Melihat Maggie yang sulit memaafkan orangtuanya membuat ia teringat dengan Violyn. Bagaimana jika Violyn tidak memaafkan dirinya? Bagiaman jika Violyn benar-benar benci padanya?

puk

Bella menepuk pundak Maggie, "Mereka masih orang tua lo.Gue tau lo sakit hati. Gue tahu gak muda buat maafin mereka. Tapi Sebesar apapun kesalahan mereka gak bisa dipungkiri mereka tetap orang tua lo. Setidaknya maafin mereka dulu, walaupun lo gak mau ikut mereka pulang" Bella melempar senyum pada sahabatnya itu."Gue harus bisa dapetin maafnya Vio, harus!"

Maggie terdiam sejenak. Melihat kedua orang tuanya bergantian. Sebenarnya ada rasa sakit ketika melihat Clarissa menangis. Sebenci apapun ia pada Clarissa, tidak dipungkiri ia merasa sakit melihat Clarissa menangis.

"Pikirin baik-baik..Gue pamit duluan ya" Bella menepuk dua kali bahu Maggie kemudian pamit pada orang tua Maggie untuk pergi dari sana.

__________

Di kediaman Marquez, Kevanno , Vian dan Diana sedang berkumpul membicarakan kehilangan Violyn. Vian dan Diana yang baru saja sampai di tanah air langsung menuju ke kediaman Kevanno setelah mendnegar kabar jika violyn.

Awalnya Vian sangat marah. Bahkan ia sampai memukul Kevanno berkali-kali karena hal itu. Ia benar-benar marah pada Kevanno karena merasa jika Kevanno tidak bisa menjaga putrinya. Kevanno tidak melawan, Ia justru membiarkan Vian memukulinya habis-habisan membuat wajah tampan itu penuh dengan bercak kebiruan.

Sampai akhirnya Vian meminta penjelasan. Barulah Kevanno menjelaskan semuanya dari Awal sampai Violyn menghilang. Pria itu juga meminta maaf pada Vian dan berjanji akan bertanggung jawab menikahi Violyn saat gadis itu ditemukan.

Mau tidak mau pun Vian menyetujuinya. Ia juga tidak bisa menyalahkan Kevanno sepenuhnya. Pria itu juga dijebak. Vian pun meminta maaf pada Kevanno.

"Sekarang bagaimana?" Tanya Vian menatap temannya itu.

Kevanno menghela napas pelan, "Gue udah mengerahkan seluruh anggota the Devil. Tapi sampai sekarang mereka belum bisa menemukan kebaradaan Vio. Informasinya seakan tertutup"

"Nggak mungkin. Bahkan anggota lo nggak bisa nemuin anak gue?"

Kevanno mengangguk yakin. "Mereka bilang nggak ada informasi apapun tentang Violyn"

Vian terlihat diam kemudian menghela napas pelan, "Aneh"

"Gini sja, biarin anggota lo tetap cari Vio. Gue juga akan mengerahkan Anggota gue untuk cari Violyn. Sekarang gue sama Diana harus pulang. Diana juga harus istirahat" Kata Vian Menatap Diana yang hanya diam sedari tadi. Wanita itu sama sekali tidak berbicara dari tadi.

"Heem" 

"Dasar kulkas! Setidaknya sekarang lo sedikit berekspresi kek! anak gue lagi ilang goblok!" Vian sedikit kesal. Kesal melihat wajah Kevanno yang selalu datar tanpa ekspresi. Dari tadi Kevanno memang berbicara, tapi ekspresinya selalu saja sama, Datar.

"Heem..Sorry" 

"Lebih baik lo diem Van..Gue emosi ngeliat muka Lo" Ucap Vian mengubah wajahnya datar. "Ayo sayang kita pulang.." Vian menarik tangan Diana lembut.

"Gue pulang dulu" Pamit Vian menepuk pundak Kevanno beberapa kali.

"Ya..hati-hati.."

__________

My Roomate is Duda √ [END] [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang